Pam
Swakarsa Dibentuk Untuk Siapa Ardi Winangun ; Direktur Indonesia
Political Review |
KOMPAS,
01 Maret
2021
Di tahun 2021 ini kesibukan pemerintah dan
masyarakat bertambah. Di tengah upaya mengatasi pandemi Covid-19 yang tingkat
penularannya semakin tinggi sehingga pemerintah perlu kerja keras mengatasi
dampak yang ditimbulkan, tersiar kabar pemerintah hendak membentuk Pam
Swakarsa (Pengamanan Masyarakat Swakarsa). Keinginan membentuk Pam Swakarsa
diungkapkan Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo ketika dirinya
menjalani fit and proper test di Komisi III DPR sebagai calon Kapolri.
Dikatakan, pelibatan Pam Swakarsa dalam rangka mewujudkan pemeliharaan
keamanan dan ketertiban masyarakat. Mengutip dari salah satu media online,
Sigit menuturkan Pam Swakarsa juga akan diintegrasikan dengan perkembangan
teknologi informasi dan fasilitas-fasilitas yang ada di Polri sehingga Pam
swakarsa bisa tersambung atau ter-connect dengan petugas-petugas Kepolisian. Rencana pembentukan Pam Swakarsa tersebut
bisa jadi terkait dengan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2021 Tentang
Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis
Kekerasan Mengarah pada Terorisme Tahun 2020- 2024. Dalam perpres ini mengatur koordinasi
antarlembaga dan kementerian serta pelibatan elemen masyarakat dalam rencana
aksi nasional itu. Dua hal di atas, keinginan menghidupkan
kembali Pam Swakarsa dan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2021, menimbulkan
berbagai respon di masyarakat. Bagi kelompok prodemokrasi, dua hal ini
ditentang sebab selain sejumlah catatan tentang Pam Swakarsa sendiri yang
pernah ada, juga muncul kekhawatiran munculnya masalah baru dari Pam Swakarsa
dan Perpres No. 7 Tahun 2021. Misalnya akan digunakan aparat untuk melakukan
tindakan pembungkaman terhadap kelompok kritis. Dalam catatan mengenai Pam Swakarsa yang
pernah ada, organisasi ini dibentuk pada tahun 1998 untuk ikut mengamankan
Sidang Istimewa MPR yang berlangsung pada tahun itu. Menjadi masalah ketika
aksi mereka seperti gerombolan yang bergerak tidak teratur tanpa disiplin
ketat, hanya hilir mudik di seputar Jakarta. Lebih memprihatinkan lagi, mereka
dipersenjatai dengan bambu runcing serta kerap bentrok dengan kalangan yang
ingin menyampaikan aspirasi (mahasiswa). Dari ingatan sosok Pam Swakarsa masa
lalu ini yang kemudian membuat khawatir banyak kalangan apabila Pam Swakarsa
dihidupkan kembali dan bila benar terhubung dengan aparat kepolisian. Pertanyaan yang muncul, sebenarnya
menghidupkan kembali Pam Swakarsa itu untuk kepentingan siapa? Sebab, kalau
kita amati sebenarnya di pelbagai organisas yang hidup di tengah masyarakat,
baik itu ormas, partai politik, dan organisasi kepemudaan, mereka sudah lebih
dulu memiliki ‘Pam Swakarsa’. Umumnya pembentukan “Pam Swakarsa’ pada
Ormas dan organisasi politik tersebut berfungsi sebagai satuan keamanan.
Mereka dibentuk memiliki tujuan yang jelas, yakni melindungi organisasi dari
pihak-pihak yang ingin mengganggu dan atau membahayakan aktivitas organisasi. Tak heran bila Ormas atau partai politik
itu mengadakan acara, ‘Pam Swakarsa’ yang dimiliki dikerahkan untuk
mengamankan kegiatan dengan tujuan agar acara bisa berjalan dengan tertib,
lancar, dan tanpa gangguan. Hadirnya ‘Pam Swakarsa’ dari ormas atau
organisasi politik itu sudah membantu aparat keamanan yang ada. Dengan jumlah
yang cukup, ‘Pam Swakarsa’ sudah mengurangi kebutuhan personil aparat
kepolisian dan TNI bila suatu saat diperlukan. Misalnya ketika ada acara pengajian di
masayarakat, ‘Pam Swakarsa’ dilibatkan untuk membantu aparat keamanan menjaga
kelancaran kegiatan dari potensi gangguan. Aparat tinggal melengkapi atau
mengontrol jalannya kegiatan tanpa harus menurunkan pasukan dalam jumlah
banyak. Bila pemerintah menghidupkan kembali Pam
Swakarsa, lalu mereka dibentuk dari mana dan untuk apa? Apakah di sini polisi
akan membentuk komunitas baru yang diambil dari masyarakat dan kemudian
dilatih serta selanjutnya diterjunkan ke masyarakat. Kemudian apa persisnya tugas mereka. Apakah
mengamankan kegiatan dan aktivitas untuk (kepentingan dan kebijakan)
pemerintah atau kelompok-kelompok tertentu saja. Nah di sinilah menjadi
pertanyaan besar, Pam Swakarsa untuk siapa? Sebagai organisasi yang mandiri, tentu
mereka di lapangan perlu prosedur-prosedur dalam bekerja. Banyak yang
mendukung bila Pam Swakarsa bekerja berdasarkan pada hukum-hukum yang ada
namun akan menjadi masalaha seperti pada tahun 1998 bila Pam Swakarsa
bergerak secara brutal, tanpa prosedur hukum, dan menjalankan tugas
berdasarkan subjektifitas atau ‘pesanan’. Masalah akan menjadi lebih mengkhawatirkan
bila pihak kepolisian dan pemerintah dalam Pam Swakarsa dan pemberantasan
terorisme ini hanya mengajak atau memilih salah satu ‘Pam Swakarsa’ tertentu
yang dekat dengan pemerintah sebagai mitra. Sedang ‘Pam Swakarsa’ yang lain
diabaikan. Sehingga berpotensi menumbuhkan perasaan tidak adil dari kelompok
Pam Swakarsa lain, juga berpotensi menimbulkan politik adu domba. ‘Pam Swakarsa’ yang dipilih dan diajak oleh
pemerintah memang mendapat keuntungan, misalnya finansial, namun mereka harus
melakukan apa yang ditugaskan seperti menindak (menyerang) kelompok
masyarakat yang lain. Akibatnya antar kelompok masyarakat terjadi bentrok. Jadi perlu dipikirkan dari dua hal di atas
dan perlu penjelasan yang lebih lengkap serta rinci terkait rencana pihak
kepolisian atau pemerintah tersebut. Bukankah selama ini, pihak kepolisian
telah sukses dalam memberantas kelompok terorisme dan kelompok kriminal yang
ada. Bila sudah sukses lalu mengapa mengajak
masyarakat untuk melakukan hal-hal yang membutuhkan skill, profesionalisme,
landasan serta kepatuhan hukum, serta penghormatan pada HAM dan demokrasi. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar