5
Gagasan Menghentak dari 5 Buku Denny JA Satrio Arismunandar ; Penulis, Praktisi Media, Alumnus S3
Filsafat FIB-UI, Mantan Jurnalis Harian Kompas dan Trans TV |
BERITALIMA,
15 Maret 2021
“Aspek
dunia apa yang ingin Anda tuliskan? Perubahan apa yang ingin Anda bawa ke
dunia dalam tulisanmu?“ “Penulis
yang terlibat tahu bahwa kata-kata adalah tindakan. Dia tahu bahwa menulis
adalah mengubah. Seorang penulis sejati menulis karena berencana untuk
mengubah” Jean-Paul
Sartre (1905-1980) Empat puluh tahun sudah Denny JA berkarya.
Baru-baru ini, Denny JA membuat tulisan khusus berjudul “Lima Batu Bata Kecil
untuk Zaman yang Besar,” yang merupakan refleksi dari kiprahnya di dunia
penulisan, yang telah berlangsung selama empat dekade (1981-2021). Sungguh suatu perjalanan karir penulisan
yang panjang. Semua karya yang dihasilkannya dalam periode waktu itu
merupakan sumbangan besar Denny bagi dunia penulisan. Denny JA tak diragukan lagi adalah penulis
berbakat yang produktif, untuk tidak menyebutkan super produktif. Namun, yang lebih penting dari sekadar
jumlah karya yang telah dicetak dan diterbitkan, adalah seberapa signifikan
sebenarnya kontribusi pemikiran, yang bisa dipetik dari karya-karya Denny
tersebut? Dalam mengukur kualitas sebuah karya tulis,
ada beberapa aspek yang patut dipertimbangkan. Salah satu aspek yang layak
dinilai adalah adanya unsur “kebaruan.” Apakah ada hal-hal baru, yang diperkenalkan
Denny JA lewat buku-bukunya itu? “Baru” di sini bukan sekadar berwujud data
dan informasi, tetapi juga berupa perspektif, pendekatan, dan wawasan, yang
memberi kesegaran pemikiran. Unsur yang baru itu tak jarang adalah
sesuatu yang bisa dipelajari, ditiru, dan dipraktikkan. Ia dapat mengilhami
dan menjadi inspirasi berharga bagi khalayak pembaca. Nah, dalam konteks “kebaruan” itulah, saya
ingin menambahkan satu topik yang juga penting, terkait 40 tahun Denny JA
berkarya. Yakni, Denny ternyata telah menyumbangkan
lima gagasan yang menghentak, inovasi, teori, dan perspektif, yang berbeda
dari pendahulunya. Lima gagasan alternatif itu dapat dibaca dari lima buku
Denny JA. Di antara 57 buku yang pernah ditulis Denny
JA, ada lima buku penting. Lima buku ini dianggap penting karena telah
menyumbangkan gagasan baru di bidangnya masing-masing. Mulai dari bidang demokrasi, sastra,
marketing politik, agama, hingga positive psychology. Pertama, bidang demokrasi. Buku Denny JA
tentang demokrasi yang patut ditelaah adalah Jalan Demokrasi dan Kebebasan
untuk Dunia Muslim (2018). Sudah banyak penulis lain yang membahas isu
kecocokan atau kompatibilitas antara nilai-nilai Islam dan demokrasi. Ini
sebetulnya sudah klise. Berbeda dengan para pemikir lain, dalam
bukunya ini Denny JA menyatakan, tidaklah penting mengeksplorasi apakah ada
kesamaan gagasan atau kecocokan antara Islam dan demokrasi. Menurut Denny JA, sejak Nabi tiada, agama
hanyalah masalah interpretasi. Agama bisa diinterpretasikan secara meluas,
mulai dari penafsiran yang ekstrem liberal sampai ekstrem konservatif. Contoh penafsiran ekstrem liberal,
misalnya, yang dianut oleh kalangan progressive muslim. Sedangkan contoh
ekstrim konservatif, misalnya, aliran garis keras Wahabisme. Yang penting, ujar Denny JA, 50 negara yang
mayoritas populasinya Muslim perlu hijrah secara bertahap menuju demokrasi
dan kebebasan. Mengapa? Karena berdasarkan hasil survei, semua
negara yang penduduknya bahagia, hidup sejahtera, dan pemerintahannya bersih,
adalah negara demokrasi yang menghormati hak asasi manusia. Indonesia dapat dijadikan contoh negara mayoritas
Muslim hijrah menuju demokrasi. Demokrasi yang tak liberal (Illiberal
democracy) dapat menjadi tujuan antara. Setelah itu, negara dapat kembali
berevolusi memeluk demokrasi penuh. Kedua, bidang marketing politik. Karya
Denny JA yang patut dibaca di bidang ini adalah buku “Membangun Legacy: 10 P
untuk Marketing Politik, Teori dan Praktik” (2019). Berbeda dengan para pemikir lain, Denny JA
tidak berhenti pada tahap menyampaikan formula “memasarkan” tokoh, agar tokoh
itu terpilih dalam pemilu demokratis. Namun, Denny melangkah lebih jauh lagi.
Menurutnya, menang dalam pemilu demokratis hanyalah baru separuh jalan.
Puncaknya, sang tokoh harus membangun legacy politik. Apa itu legacy politik? Itu adalah warisan
kebijakan yang dibuat sang pemimpin, yang berhasil mengubah masyarakat. Untuk kasus besar, misalnya, Presiden
Amerika Serikat Abraham Lincoln yang menghapuskan perbudakan. Atau, Presiden
Franklin D. Roosevelt yang merumuskan New Deal, program kesejahteraan rakyat
untuk keluar dari Great Depression tahun 1930-an. Maka Denny menyodorkan formula 10 P, mulai
dari Pro-Innovation, Public Opinion, Polling, Profiling, hingga Political
Legacy. Setiap pemimpin ketika hendak terjun
kedunia publik; harus sudah menghidup- hidupkan. Legacy politik apa yang
ingin ia buat? Sumbangan dan perubahan apa yang harus Ia lakukan. Tanpa membangun legacy, seorang pemimpin
hanya numpang lewat saja. Berkuasa lalu dilupakan. Ketiga, bidang sastra. Buku Denny JA, yang
memancing polemik di komunitas sastra nasional, adalah Menjelaskan Puisi Esai
(2017). Tidak sama dengan pemikir-pemikir lain,
Denny JA tak hanya berteori. Ia sendiri berkarya dan melakukan inovasi
sastra. Ia perkenalkan genre baru: Puisi Esai. Denny awalnya membaca data. Puisi semakin
tak dibaca. Juga buku sastra. Itu hasil riset yang dimuat di suratkabar The
Washington Post (2015): “Is Poetry Going to Extinct.” Menurut Denny, bukan publik yang
meninggalkan puisi. Tetapi, justru puisi duluan yang meninggalkan publik.
Dalam hal ini, Denny mengutip pernyataan kritikus sastra John Barr, yang
memiliki pandangan serupa. Penyair semakin asyik masyuk dengan bahasa
puisi yang sulit. Tak lagi merespon kegelisahan zamannya. Karena penyair tak peduli lagi dengan isu
yang tengah bergelora di masyarakat, maka masyarakatpun mulai tak peduli pada
puisi. Denny JA pun memperkenalkan gagasan puisi
esai. Ini adalah puisi panjang, berbabak, dan merupakan fiksionalisasi dari
kisah sebenarnya. Puisi esai harus didahului riset. Sumber
cerita adalah kisah nyata yang dimasukkan ke dalam catatan kaki. Denny pun dikenal sebagai pelopor puisi
esai. Pada Maret 2021 ini, Denny juga mendapatkan penghargaan sastra tingkat
ASEAN dari Malaysia, atas inovasinya sehingga puisi esai meluas hingga ke
negara-negara ASEAN. Sebelumnya, di tahun 2020, puisi esai juga
resmi menjadi kata baru dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Keempat, bidang agama. Dalam bidang ini,
buku Denny JA yang layak diulas adalah “11 Fakta Era Google, Bergesernya
Pemahaman Agama, dari Kebenaran Absolut Menjadi Kekayaan Kultural Milik
Bersama” (2021). Denny mentabulasi aneka data riset. Hasil
tabulasi itu ternyata membuka mata. Denny mengumpulkan data World Happiness
Index 2020. Juga, Corruption Perception Index (2020). Ditambah lagi, data
Human Development Index (2020). Data itu ia padukan dengan survei Gallup
Poll (2016) tentang list pentingnya agama bagi negara-negara di seluruh
dunia. Hasil data itu menyentak. Top 10 negara
yang warganya paling bahagia, paling sejahtera, dan pemerintahannya bersih,
ternyata adalah negara yang mayoritas warganya tak lagi memandang agama
sebagai hal penting dalam kehidupan mereka. Sebaliknya, untuk negara-negara yang
mayoritas warganya menganggap agama itu penting, ternyata kadar kebahagiaan
warganya justru lebih rendah, hidupnya kurang sejahtera, dan pemerintahannya
korup. Denny lalu mengeksplorasi lebih lanjut bekerjanya
11 hukum besi di era Google. Hukum besi itu yang akan mengubah pemahaman soal
agama. Perlahan tapi pasti, agama tak lagi dilihat
sebagai sumber kebenaran mutlak. Tercatat, ada sekitar 4.300 agama di dunia,
yang dianggap sebagai kekayaan kultural milik bersama. Natal, sebagai misal, tak lagi dirayakan
oleh hanya orang Kristen. Ia juga dirayakan oleh banyak orang lain yang tak
percaya dengan Yesus Kristus, ada Perawan Maria. Mereka memandang agama sebagai kekayaan
kultural milik bersama. Ini masih gejala awal. Namun Denny justru
menganjurkannya sebagai pola beragama di masa depan. Menjadikan 4300 agama
untuk memperkaya kultur kita, milik bersama, sebagaimana adat istiadat. Kelima, bidang positive psychology. Buku
Denny JA yang patut diketengahkan di sini adalah Spirituality of Happiness:
Spiritualitas Baru Abad ke-21, Narasi Ilmu Pengetahuan (2020). Denny JA juga mulai dengan dua data yang
membuatnya prihatin. Di satu sisi, separatisme agama, kekerasan atas nama
agama meluas ke banyak negara. Bahkan di Prancis, pada Oktober 2020,
seorang guru dipenggal mati gara-gara kebohongan yang disebarkan siswanya
sendiri. Kebohongan yang memicu aksi kekerasan itu
terkait dengan karikatur Nabi yang dibahas di kelas. Di sisi lain, manusia modern merasa
kesepian. Jumlah yang warga yang mati karena bunuh diri mulai melampaui
jumlah yang mati karena terorisme, bencana alam, dan perang pasca Perang
Dunia II sekaligus. Ini ironi yang memprihatinkan. Denny
menawarkan jalan tengah. Denny telah mempelajari 30 tahun hasil
penelitian positive psychology dan neuroscience tentang kebahagiaan
(happiness). Dari situ, Denny pun menawarkan formula happiness, suatu
spiritualitas baru. Rumusan ini disusun bukan berdasarksan
spekulasi filsafat, bukan melalui wahyu agama, tetapi berdasarkan hasil riset
lapangan. Formulanya adalah: 3P + 2S (Personal
relations, Positivity, Passion, Small Winning dan Spiritual Blue Diamonds).
Spiritual Blue Diamonds itu sendiri terbagi tiga: Virtue, Power of Giving dan
the Oneness. Menurut pakar statistik dan pemerhati
sosial, Jousairi Hasbullah, formula Happiness-nya Denny JA juga selaras dan
sudah dioperasionalkan dalam penelitian lapangan yang masif, baik oleh OECD
(Organisation for Economic Co-operation and Development) maupun oleh Survei
Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) yang dilakukan oleh BPS Indonesia. Pedoman kebahagiaan yang digagas Denny JA
itu tidak disimpan secara eksklusif. Tetapi Denny ingin berbagi kebahagiaan.
Rumusan 3P + 2S itu. Kini prinsip 3P+ 2S sedang diolah, untuk
menjadi landasan bagi “training-training kebahagiaan,” di mana dalam
praktiknya mungkin melibatkan meditasi dan yoga. Lima buku itu sudah bisa tergambar
kontribusi karya-karya Denny JA bagi dunia penulisan di Indonesia. Bahkan
dunia. Berbagai gagasannya di bidang demokrasi,
marketing politik, agama, positive psychology, juga menawarkan perspektif dan
wawasan baru. Semua ide-idenya itu tetap aktual untuk
dibahas, dikritisi, dan dikembangkan. Kembali kepada kutipan Sartre di atas? Apa
yang ingin diubah oleh seorang penulis? Denny JA meletakkan tradisi baru di dunia
politik praktis Indonesia, memperkaya pemilu dengan ilmu pengetahuan: survei
opini publik dan konsultan politik. Jejaknya sudah kuat di sana. Ia dianggap
founding father. Denny JA juga meletakkan tradisi baru dalam
sastra melalui puisi esai. Sudah terbit 100 buku puisi esai, dari 34
provinsi, melibatkan 176 penulis. Puisi esai sudah meluas pula ke Malaysia.
Bahkan sudah direncanakan dibangun Rumah Puisi Esai ASEAN di Sabah, atas
inisiatif para begawan sastra setempat. Jejak Denny JA sudah kuat di dalam sastra. Kini pengaruh Denny JA mulai merambah ke
dunia spiritualitas. Training Happiness is Us, yang berlandaskan bukunya
Spirituality of Happines, di tahun 2021 tengah dimatangkan. Dalam pemikiran agama, pengaruh Denny JA
juga mulai menapak. Budhy Munawar Rachman yang dikenal sebagai peneliti
pemikiran Nurcholish Madjid yang telaten sudah menuliskan kesaksiannya. Gagasan Denny JA soal agama dalam ruang
publik lebih canggih dibandingkan konsep sekularisasi Nurcholish Madjid. Nurcholish menyandarkan diri pada pemikiran
agama dan teologi tahun 1970an. Tapi Denny JA melangkah lebih jauh. Ia
menyandarkan diri pada riset ilmu pengetahuan dan data sejarah di abad 21. Juga gagasan Denny JA agar 50 Negara Muslim
secara bertahap hijrah memeluk demokrasi dan kebebasan, melalui rute Iliberal
democracy dulu, akan pula bergema. Setelah demokrasi menyapu banyak negara
komunisme di tahun 1990an, pada waktunya demokrasi akan pula menyapu 50
negara Muslim. Dalam jangka panjang, Denny JA akan
menempati puncak gunung khusus. Itu karena pengaruhnya pada banyak dimensi
kehidupan, mulai dari demokrasi, marketing politik, sastra, training
Happiness hingga pemikiran agama. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar