Mesir
Balik Kanan
Trias Kuncahyono ; Wakil Pemimpin Redaksi Kompas
|
KOMPAS,
06 April
2018
Pemilu presiden di Mesir yang
diselenggarakan selama tiga hari, 26-28 Maret 2018, tidak menghasilkan
kejutan. Sejak semula, bahkan sebelum pemilu ketiga setelah ”Arab Spring”
2011 itu digelar, pemenangnya sudah diketahui, yakni Abdel Fatah el-Sisi,
petahana yang memenangi pemilu presiden 2014. Tidak aneh kalau ada yang
menyebut bahwa ini bukan pemilu, melainkan referendum.
Negara-negara Barat sekutu Mesir
bahkan menyebut pemilu lalu sebagai ”lelucon”. Apalagi setelah sejumlah
kandidat—Letjen Sami Anan, politisi sayap kanan Mortada Mansour, mantan
auditor antikorupsi Hisham Geneina, Kol Ahmed Konsowa, mantan PM Ahmed
Shafif, pengacara sayap kiri Khaled Ali, Abdul Moneim Aboul Fotouh, dan
kemenakan mantan Presiden Anwar Sadat, yakni Mohamed Anwar al-Sadat—yang
semula hendak menjadi lawan Sisi—memilih mengundurkan diri dan dipaksa
mundur.
Oleh karena itu, tidak mudah
mengatakan bahwa pemilu lalu dilaksanakan secara bebas dan fair. Berbagai
kelompok hak asasi manusia Mesir dan internasional, termasuk Human Rights
Watch dan Komisi Ahli Hukum Internasional, menuduh Sisi ”menginjak-injak
persyaratan minimal yang dibutuhkan untuk pelaksanaan pemilu bebas dan fair”
dalam usaha untuk berkuasa kembali (The Guardian, 13/2/2018).
Pada akhirnya, lawan Sisi hanya
satu, yakni politisi dari Partai El-Ghad, yakni partai liberal berhaluan
tengah pro-pemerintah, yakni Mousa Mostafa Mousa. Ibarat kata, Mousa hanyalah
kandidat ”pendamping”—sebuah istilah yang akrab dengan telinga kita di zaman
Orde Baru—untuk memberikan kesan bahwa pemilu berjalan secara demokratis.
Hasilnya, Sisi meraih 97,08 persen
suara. Jumlah pemilih terdaftar 60 juta orang dan yang menggunakan haknya
hanya 41,5 persen. Jika dibandingkan dengan Pemilu 2014, jumlah pemilih yang
menggunakan haknya kali ini turun tujuh poin. Pada 2014—Sisi melawan Hamdeen
Sabahi—yang dimenangi Sisi dengan merebut 96,9 persen suara, jumlah pemilih
terdaftar 54 juta orang, dan yang menggunakan haknya 25,5 juta atau 47,5
persen.
Jumlah pemilih terbanyak yang
menggunakan hak pilihnya adalah pada pemilu pertama setelah Revolusi Arab
Spring (2011), yakni pada tahun 2012. Saat itu—Mohamed Morsi melawan Ahmed
Shafik—jumlah pemilih terdaftar 51 juta dan yang menggunakan haknya 52
persen. Pemilu dimenangi Morsi dengan meraih 51,73 persen suara.
Tujuh
tahun
Mengapa jumlah pemilih yang
menggunakan haknya pada pemilu kali ini lebih sedikit dibandingkan pemilu
sebelumnya, 2014? Apakah ini merupakan keberhasilan kelompok ”boikot pemilu?”
Apakah bentuk protes terhadap kebijakan Sisi yang antara lain melibas
lawan-lawan politiknya, yang membungkam kebebasan media, yang melarang organisasi-organisasi
prodemokrasi dan masyarakat warga, dan juga menerbitkan sejumlah
undang-undang yang membatasi hak-hak rakyat (Gonda Yumitro, Heavy Nala
Estriani: 2018)?
Turunnya jumlah pemilih yang
menggunakan haknya memang secara sederhana bisa dibaca sebagai turunnya
kepercayaan rakyat kepada Sisi (meski lebih tinggi dibandingkan zaman Hosni
Mubarak. Pada Pemilu 2005, dari 32 juta warga yang memiliki hak pilih, hanya
23 persen yang menggunakan haknya dan 88,57 persen memberikan suara pada Mubarak).
Padahal, banyak capaian
pemerintahan Sisi. Misalnya, angka inflasi turun (2014: 12 persen, 2017: 33
persen, per Maret 2018, 15 persen), pengangguran menurut Bank Dunia (2014:
13,2 persen, 2015: 12,8 persen, 2016: 12,1 persen, dan 2017: 11,6 persen), sementara
pengangguran di kalangan anak muda (yang pada tahun 2011 menjadi motor dan
jiwa Arab Spring), menurut IMF, 40 persen.
Pengangguran memang masih menjadi
masalah bagi Mesir. Meski demikian, jika dibandingkan dengan angka
pengangguran pada tahun 2011, saat revolusi pecah, pada tahun 2017 turun
walau sedikit: dari 12 persen menjadi 11,6 persen (Statista: 2017). Karena
itu, upah minimum nasional yang sejak 2013 hingga 2018 tidak berubah, yakni
1.200 pounds Mesir (174 dollar AS), dirasakan kurang. Sekarang, 1.200 pounds
Mesir hanya senilai 68 dollar AS (Al Jazeera). Dengan demikian, wajar kalau
rakyat kecewa karena kondisi tidak lebih baik dibandingkan sebelum Arab
Spring.
Apalagi, 28 persen penduduk Mesir
hidup di bawah garis kemiskinan. Angka kemiskinan itu lebih tinggi
dibandingkan tahun 2010/2011, yakni 25,2 persen. Mesir saat ini mendapat dana
talangan dari IMF sebanyak 12 miliar dollar AS.
Belok
kanan
Apakah pemilu presiden lalu
menjadi ujung dari cita-cita Arab Spring? Sebenarnya, sejak militer di bawah
kepemimpinan Sisi menyingkirkan Morsi (2013)—meski Morsi dan Persaudaraan
Muslim dengan sayap politiknya Partai Keadilan dan kebebasan, juga memberikan
andil besar—transisi demokrasi telah gagal.
Sejak itu, Sisi mengonsolidasikan
dan meningkatkan kemungkinan peran militer dalam pengambilan keputusan
politik, kebijakan (terutama di Semenanjung Sinai), investasi, pembangunan
negara, dan pemerintahan negara secara umum. Mesir juga menambah jumlah 30
persen personel militer dari 320.000 personel (2011) yang aktif menjadi
468.500 (2014) termasuk cadangan (Rasmus Alenius Boserup & Jakob
Wichmann: 2015).
Kini, militer memainkan peranan
yang lebih besar (bahkan dibandingkan di zaman Mubarak) dalam bidang politik.
Di zaman Mubarak, militer berkuasa tetapi tidak memerintah, meminjam
istilahnya Steven A Cook (2007). Pada zaman Sisi sekarang ini, militer
berusaha menguasai dan memerintah. Rezim sekarang adalah sebuah piramida
kontrol dengan militer di puncak; dinas intelijen di tengah; pusatpusat
kekuasaan lain, seperti polisi, lembaga kehakiman, dan birokrasi di bawah,
sebagai dasar (Ashraf El Sherif: 2017).
Dengan demikian, militer
menampilkan dirinya sebagai pengawal sekaligus penjaga (guardian) negara—atas
nama memerangi terorisme dan kelompok radikal yang mengancam eksistensi
negara—yang eksklusif dengan hak menguasai, memerintah tanpa hiasan-hiasan
demokratis atau pembagian pekerjaan dengan institusi negara yang lain.
Sampai di sini, tujuan dan
cita-cita Arab Spring tak tercapai. Mesir kembali ke masa sebelum revolusi.
Militer berkuasa lagi. ●
|
BalasHapusArtikel kamu bagus gan! aku selalu menunggu artikel kamu.. Seperti artikel berjudul Tafsir Mimpi mayat
Apakah kamu sudah tau prediksi togel mbah jambrong yang jitu? bila belum baca Prediksi jitu mbah jambrong Sgp
BalasHapus