Perdagangan
Manusia dan Korupsi di NTT
Wahyu Susilo ; Direktur Eksekutif Migrant CARE
|
TEMPO.CO,
02 Maret
2018
Peristiwa itu terjadi
hampir bersamaan waktunya: akhir pekan minggu kedua Februari 2018. Di
Surabaya, Marianus Sae, Bupati Ngada, Nusa Tenggara Timur, sekaligus calon
Gubernur NTT, ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atas dugaan suap
untuk sejumlah proyek di Ngada. Di Bukit Mertajam, Pulau Penang Malaysia,
Adelina Lisao, perempuan 21 tahun asal Timor Tengah Selatan yang bekerja
sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia, ditemukan tak berdaya di emperan
rumah majikan dengan sejumlah luka dan tubuh lemas kurang gizi. Di rumah
sakit, nyawa Adelina tak bisa diselamatkan.
Yang menghubungkan
Marianus dan Adelina adalah korupsi. Marianus ditangkap karena dugaan
korupsi. Sedangkan Adelina adalah perempuan yang terjebak dalam sindikat
perdagangan manusia karena kemiskinan akut yang, salah satunya, diakibatkan
oleh korupsi di NTT.
Keterkaitan itu tidak
mengada-ada. Kantor PBB untuk Pemberantasan Narkotik dan Kejahatan
Transnasional menyejajarkan tindak pidana korupsi dan perdagangan orang dalam
kategori kejahatan serius yang bersifat transnasional. Selama 2013-2014, KPK
mengkaji kaitan antara rendahnya integritas kementerian dan lembaga dalam
penempatan serta perlindungan buruh migran Indonesia dan ma-raknya
eksploitasi buruh migran serta tingginya angka perdagangan manusia Indonesia
ke luar negeri. Hasil kajian tersebut adalah pembubaran Terminal Kepulangan
TKI Bandar Udara Soekarno-Hatta Selapajang dengan temuan bukti-bukti suap,
pemerasan, dan penyalahgunaan kekuasaan di area yang seharusnya memberi rasa
aman bagi buruh migran yang baru pulang.
Kisah Adelina seperti
cermin atas sengkarut tata kelola penempatan buruh migran, khususnya dari
NTT, yang batas perbedaannya sangat tipis de-ngan operasi perdagangan
manusia. Sejak awal ada kesimpangsiuran informasi mengenai daerah asal
Adelina. Mulanya disebut dari Medan, kemudian dikoreksi berasal dari NTT.
Lalu terungkap pula bahwa dokumen perjalanannya pernah dibuat di Blitar, Jawa
Timur. Kesimpangsiuran ini memperlihatkan bahwa ada ketidakwajaran dalam
proses keberangkatan Adelina.
Dugaan lain yang
memperkuat bahwa Adelina adalah korban sindikat perdagangan manusia adalah
keterangan mengenai usianya. Jika saat kematiannya usia Adelina 21 tahun dan
Kementerian Ketenagakerjaan menyatakan bahwa Adelina keluar-masuk Malaysia
sejak 2014, kemungkinan besar Adelina masih di bawah umur saat pertama kali
be-kerja. Kisah ini persis seperti yang dialami Wilfrida Soik, buruh migran
asal Belu yang terbebas dari hukuman mati di Malaysia karena terbukti masih
di bawah umur saat dipekerjakan.
Dalam peringatan ulang
tahun Provinsi NTT ke-56, 20 Desember 2014, Presiden Jokowi menyatakan bahwa
NTT masuk dalam kategori darurat trafficking sehingga harus ada upaya luar
biasa untuk mengakhiri kondisi buruk tersebut. Presiden juga mengingatkan
bahwa praktik pungutan liar, suap, dan korupsi merupakan faktor pendukung NTT
menjadi kawasan darurat trafficking.
Beberapa waktu sebelumnya,
di NTT terungkap keterlibatan aparat peme-rintah dalam sindikat per-dagangan
manusia. Pada April 2014, Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Kupang
dinyatakan terlibat dalam melindungi pengiriman anak-anak menjadi buruh
migran, bahkan terlibat langsung dalam pembuatan dokumen perjalanan palsu.
Keterlibatan aparat
pe-negak hukum dan maraknya mafia peradilan juga memperparah situasi ini.
Ketika perang melawan tindak pidana perdagangan manusia dilakukan oleh
Brigadir Polisi Rudi Soik, polisi berpangkat rendah ini harus berhadapan
sendiri dengan atasannya yang diduga terlibat dalam mata rantai perdagangan
manusia. Rudi harus menghadapi kriminalisasi dan hukuman indisipliner akibat
keberaniannya membongkar keterlibatan aparat. Pada Februari 2015, Rudi
divonis penjara empat bulan, sedangkan pelaku perdagangan manusia yang
dibongkarnya belum ditindak juga.
Keseriusan aparat penegak
hukum dan peradilan di NTT juga kembali dipertanyakan ketika seorang terdakwa
kasus perdagangan manusia yang te-ngah diadili di Pengadilan Negeri Kupang
"menghilang" setelah ditetapkan sebagai tahanan kota. Sang terdakwa
akhirnya diadili secara in absentia hingga dijatuhi vonis penjara sembilan tahun
pada Mei 2017.
Seruan Presiden ternyata
belum mampu menggerakkan birokrasi dan penegak hukum di NTT untuk benar-benar
serius memerangi perdagangan orang. Berdasarkan pemantauan berbagai
organisasi masyarakat sipil di sana, angka korbannya terus meningkat. Yang
paling nyata, jika pada 2016 jumlah jenazah TKI asal NTT yang dipulangkan
seba-nyak 49 orang, pada 2017 menjadi 62 orang.
Di sisi lain, korupsi juga
terus menggurita di sana. Menurut data ICW, sepanjang 2016, setiap bulan
terungkap kasus korupsi yang melibatkan pejabat publik dan mengganggu proses
pelayanan publik. Pada 2017, setidaknya terungkap empat kasus korupsi besar
yang melibatkan pejabat tinggi, seperti bupati dan kepala dinas, yang
menggangsir uang rakyat. Realitas tersebut memperlihatkan betapa erat
kaitannya antara gurita korupsi dan kondisi darurat trafficking di NTT. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar