Sekolah
Politik Kader Parpol
Adi Prayitno ; Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia;
Dosen Politik UIN Jakarta
|
MEDIA
INDONESIA, 12 Februari 2018
POLITIK sejatinya tak melulu
soal bagaimana merebut kekuasaan (how to get the power). Politik dalam
wujudnya yang paling sempurna menyangkut persoalan yang jauh lebih
substansial, yakni tentang membangun dan menata sebuah negara. Partai politik
(parpol) sebagai institusi sah yang memproduksi calon pemimpin mestinya
merekrut kader terbaik dengan bekal pendidikan politik memadai. Kader terbaik
adalah mereka yang sengaja dipersiapkan parpol melalui serangkaian sekolah
politik berjenjang guna menyampaikan narasi moral politik kepada khalayak
ramai. Tujuan utamanya menyemai nilai demokrasi berkeadaban, membendung
fitnah, dan memerangi hoaks yang tumbuh subur. Karena itu, setiap kader
parpol merupakan calon pemimpin yang ditempa dengan matang.
Larry Diamond dan Richard
Gunther (ed) dalam Political Parties and Democracy (2001) tiada henti
mengingatkan parpol tentang pentingnya merekrut kader berkualitas yang
dipersiapkan sebagai calon pemimpin masa depan. Dalam konteks inilah penting
ditegaskan bahwa edukasi politik merupakan sarana menginternalisasi ideologi
dan nilai humanis bagi setiap kader guna menciptakan tatahan hidup yang
demokratis. Jika diringkas secara sederhana, baik-buruknya negara ini sangat
tergantung bagaimana parpol melakukan kaderisasi dengan baik. Jika abai
terhadap kualitas perkaderan, bisa dipastikan negara ini hanya akan dikelola
pemimpin amatir yang gagap menghadapi tantangan politik di tengah fragmentasi
rakyat yang ekstrem.
Di tengah hiruk pikuk
politik yang kian pengap, publik perlu mengapresiasi parpol yang terus
mengadakan sekolah politik demi meneguhkan basis kebangsaan sebagai bekal
dalam berpolitik. Nilai luhur bangsa seperti mempertahankan NKRI, memegang
teguh ideologi Pancasila, serta merawat kebinekaan disemai dalam sekolah
politik.
Partai Nasional Demokrat
(NasDem) merupakan salah satu parpol yang sedari awal istikamah mengadakan
sekolah politik bagi setiap kader dari berbagai penjuru daerah. Sekolah
politik yang diberi nama Akademi Bela Negara (ABN) ini lokus utamanya
menginjeksi wawasan kebangsaan dan internalisasi ideologi partai, terutama
soal objektivasi gerakan restorasi dengan menolak mahar politik, dana
aspirasi, serta merombak ulang tatanan kebangsaan yang berkelok.
Percontohan
Sekolah politik NasDem
yang familier disebut Akademi Bela Negara (ABN) NasDem layaknya sebuah oase
di tengah gersangnya pemahaman soal arti penting wawasan kebangsan dalam
politik. Edukasi politik semacam ini harus menjadi role model (percontohan)
yang mesti dikloning parpol lainnya. Hanya melalui sekolah politik nilai-nilai
kebangsaan mampu diinternalisasi sebagai bekal menjadi aktivis parpol yang
civilized. Dalam konteks jangka panjang, kader terbaik parpol yang
berkesempatan mengikuti sekolah politik nantinya dipersiapkan sebagai calon
pemimpin masa depan yang populis, paham persoalan kebangsaan, berpihak pada
ajaran humanisme universal, mengakui realitas pluralisme, dan menancapkan
toleransi politik.
Pada tahap inilah ABN
NasDem sangat relevan di tengah dahaga wawasan kebangsaan yang tercerabut.
Polarisasi rakyat yang ekstrem memaksa semua parpol harus menyemai nilai
luhur kebangsaan untuk merekatkan kohesivitas sosial yang tercabik. ABN
NasDem menjadi satu model contoh sekolah politik guna melahirkan aktivis
parpol yang mendahulukan kepentingan bangsa. Betul bahwa kemenangan menjadi
tolok ukur utama keberhasilan kinerja parpol. Namun, menang kontestasi
elektoral dengan cara beradab tentu jauh lebih terhormat. Apa guna menang
kontestasi elektoral jika hanya mewariskan goresan luka mendalam tak
berkesudahan seperti pilkada DKI Jakarta? Publik terfragmentasi ekstrem
akibat intimidasi dan politisasi SARA. Akibatnya negara dirundung prahara
yang menyedot habis energi anak bangsa.
Tentu saja bukan hanya
NasDem yang memiliki akademi pendidikan politik, parpol lainnya pun memiliki
sekolah politik serupa. Sebab itu, mari mulai tanamkan budaya politik beradab
bagi setiap kader parpol guna menanam bibit demokrasi yang sehat. Kemajuan
demokrasi bangsa ini menjadi tanggung jawab bersama semua parpol konstestan
pemilu. Oleh karena itu, ABN NasDem merupakan contoh ikhtiar yang berupaya
melahirkan kader militan melalui kesadaran kolektif, pengetahuan mendasar,
dan kemahiran membumikan fatsun politik yang berdab di level akar rumput,
terutama menghadapi tahun politik yang tensinya kian memanas.
Sosialisasi
politik
Pragmatisme parpol
mereduksi politik semata soal merebut kekuasaan. Tidak mengherankan jika
sekolah politik yang menjadi bagian penting agenda sosialisasi politik sulit
dilakukan. Di negara maju, sosialisasi politik termanifestasi sejak usia dini
melalui ragam kanal mulai dari keluarga, sekolah, hingga lingkungan sosial
yang lebih luas. Mereka terbiasa menjadikan politik sebagai sesuatu yang
inheren dalam keseharian hidup.
Sosialisasi politik
melahirkan masyarakat yang peduli terhadap persoalan politik kekinian (public
attentive). Di Indonesia, sosialisasi politik sukar terwujud karena kesadaran
politik yang rendah. Sebaliknya, publik hanya dijejali dengan praktik politik
‘jalan pintas’ zaman kegelapan seperti politik uang, intimidasi, dan
mobilisasi isu SARA. Sebab itu, parpol menjadi satu-satunya institusi yang
diharapkan mampu melakukan sosialisasi politik melalui serangkaian akademi
pendidikan politik formal maupun nonformal. Itu pun tak semua parpol bersedia
melakukan karena cenderung ‘bermain pendek’ yang menentukan kemenangan
kontestasi elektoral dengan menghalalkan segala macam cara.
Sekolah politik NasDem
mesti dimaknai sebagai ikhtiar menyosialisasikan politik guna mencetak
politisi dan kader parpol jempolan yang mampu melawan gurita politik SARA,
menghindari ujaran kebencian, serta menolak politik uang. Pada level ini,
politik mesti dimaknai bukan panggung gelap tempat gladiator saling berkelahi
berebut kemenangan, melainkan politik adalah media mewujudkan kebaikan
bersama.
Ilmuwan politik
mendefinisikan sosialisasi politik sebagai proses bagaimana individu
sepanjang hidupnya belajar, membiasakan diri, menyerap nilai kebaikan,
menyadap informasi, serta merekam opini masyarakat sehingga dapat membentuk
pendapat, keyakinan, sikap, dan perilaku berpolitik.
Bagaimana seorang individu
punya perhatian, tertarik atau tidak terhadap politik, sangat ditentukan
sejauh mana individu mengalami sosialisasi politik. Jika individu terisolasi
dari kehidupan sosial politik, bisa dipastikan hanya akan menjadi buih dalam
politik. Sepanjang hidupnya ia akan terus teralienasi.
Di internal parpol,
sosialisasi politik biasanya difokuskan untuk membentuk identitas partai
(party ID), yakni perasaan dan eratan kohesitivitas untuk menjadi bagian
penting dari parpol tertentu. Karena itu, baluran warna ideologi dan falsafah
dasar perjuangan parpol cukup melekat pada setiap sanubari kader yang mesti
dirawat integritasnya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar