Tentang
Perdagangan Daring
J Soedradjat Djiwandono ; Guru Besar Ekonomi Emeritus Universitas
Indonesia; Profesor Ekonomi Internasional, RSIS, Nanyang Technological
University, Singapore
|
KOMPAS,
08 Januari
2018
Pada November lalu terjadi
berbagai peristiwa yang menarik dalam perdagangan eceran. Di China, pada
tanggal 11 ada Singles Day Sales,yang konon berasal dari acara pesta pora
mahasiswa yang tidak punya pacar di Universitas Nanjing, yang
mengompensasikan status mereka dengan bersenang-senang bersama. Mereka
memilih tanggal penyelenggaraan pada 11 November (11-11) sebagai tanda status
mereka yang masih single.
Pertama dilaksanakan pada
1993 dan hari tersebut diberi nama Singles-day atau Bachelors-day. Kemudian
pada 2011 tradisi tersebut oleh pedagang eceran dimanfaatkan sebagai kampanye
penjualan barang jualan mereka secara besar-besaran dengan diskon yang
menarik dan lahirlah Singles Day Sales (SDS).
Pada 24 November di Amerika
Serikat (AS) dan Inggris serta negara-negara lain, ada Black Friday,
penjualan dengan diskon besar-besaran setelah Thanksgiving Day. Di sekitar Natal dan tahun baru, ada
kegiatan serupa yang di Inggris dikenal sebagai Boxing Day.
Yang menarik perhatian adalah kesempatan itu
di era sekarang telah dimanfaatkan sangat bagus oleh perdagangan daring atau
perdagangan lewat elektronik (online),atau e-commerce. Dalam SDS dipergunakan
selebritas untuk meramaikannya.Namun, perdagangan konvensional melalui pertokoan
di pusat-pusat perbelanjaan (shopping malls) atau dikenal sebagai bricks and
mortars, juga tetap menikmati peningkatan luar biasa penjualan di waktu-waktu
tersebut.
Pada waktu SDS di China,
Alibaba mencatat nilai penjualan dalam satu hari sebesar 25,3 miliar dollar
AS, meningkat dari tahun sebelumnya 18 miliar dollar AS. Sementara dalam
Black Friday disebutkan nilai penjualan yang terjadi di AS dan Inggris
mencapai 682 miliar dollar AS dengan
Amazon untuk online dan Wallmart untuk jaringan pertokoan merajai
penjualan.
Hal ini menyebabkan harga
saham Amazon naik tajam dan membuat Jeff Bezos, CEO-nya, menjadi orang
terkaya di dunia dengan nilai kekayaan mendekati 100 miliar dollar AS, di
atas Bill Gates, Warren Buffets, ataupun Mark Zuckerberg.
Transaksi
daring di Indonesia
Mulai akhir Oktober lalu,
pemerintah melancarkan program wajib e-toll untuk penggunaan jalan tol yang
menimbulkan banyak pembahasan pro dan kontra. Sebelum itu, juga sudah banyak
kita lihat dan bahas tentang semakin maraknya transaksi daring,salah satu
perkembangan dari penggunaan teknologi digital dalam perdagangan, pembelian
melalui elektronik atau online.
Go-jek—yang muncul pada 2010 sebagai usaha rintisan (start up) dengan
menggunakan aplikasi telepon pintar untuk pemesanan jasa angkutan memakai
sepeda motor, serupa Uber dan Grab— telah menjadi simbol tumbuhnya wirausaha
(entrepreneur) milenial di Indonesia. Go-jektelah melebar ke jasa pembayaran
dengan memunculkan Go-pay.Selain itu, penggunaan teknologi digital dalam
berbagai usaha ekonomi-perdagangan dan keuangan banyak berkembang di
Indonesia. Mereka menjadi sumber-sumber kekuatan baru dalam kegiatan usaha
yang menyumbang kemajuan dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Menurut catatan Asosiasi
E-Commerce Indonesia, perdagangan dengan digital dewasa ini bernilai sekitar
7 miliar dollar AS dan dengan perkembangannya yang pesat akan menjadi dua
kali lipat dalam empat tahun lagi. Ini disebabkan oleh marak dan pesatnya
pertumbuhan penggunaan telepon pintar (smart phone) di Indonesia dan
perkembangan kelas menengah, terutama kelompok milenial.
Di Indonesia dan di
negara-negara berkembang lain, e-commerce, e-pay, e-game dan kegiatan usaha
lain dengan elektronik sangat subur perkembangannya, terutama yang melayani
kegiatan konsumsi. Hal itu karena peningkatan luar biasa dari penggunaan
telepon pintar dan perkembangan komunikasi digital. Besarnya penduduk dengan
strukturnya yang berat kepada golongan milenial merupakan pasar yang subur
dalam kegiatan usaha yang memanfaatkan teknologi digital dalam komunikasi
untuk melayani tingkat konsumsi yang tinggi terhadap barang dan jasa. Dengan
sendirinya, sektor ini dan penunjangnya merupakan ladang yang subur buat
penanaman modal asing dan domestik.
Kebanyakan studi memang
menunjukkan bahwa perkembangan transaksi daring ini luar biasa di negara maju
karena generasi milenial mendominasi belanja masyarakat untuk konsumsi.
Sementara di negara berkembang, termasuk Indonesia, selain faktor tersebut,
perkembangan transaksi daring juga disebabkan penggunaan telepon pintar yang
pertumbuhannya luar biasa pesat.
Berdasarkan catatan ekonom
UOB, Henrico Tanudjaya, dari 262 juta penduduk Indonesia tahun lalu, 51
persen atau 132,7 juta adalah pengguna internet dan sebanyak 106 juta
merupakan pengguna media sosial.
Pemerintah juga menyebutkan bahwa peningkatan penanaman modal asing
akhir-akhir ini sangat didorong oleh potensi perdagangan daring yang luar
biasa karena hal-hal tersebut.
Pesatnya perkembangan
bisnis digital sudah banyak dibahas. Yang menyangkut perekonomian di
negara-negara maju, seperti di AS, terutama mengenai besarnya dampak
perdagangan daring sebagai saingan keras perdagangan eceran melalui
pertokoan. Di sejumlah kota di AS banyak pusat belanjaan yang harus tutup
karena beralihnya perdagangan eceran yang melayani penjualan melalui
pemesanan online.
Semula yang menjadi berita
besar hanya toko buku yang banyak tutup karena semakin banyaknya pembelian
buku online yang dikembangkan Amazon.
Akan tetapi, kemudian semakin banyak barang dan jasa yang penjualannya
dilakukan melalui pemesanan online. Sekarang rasanya tidak ada barang yang
tidak bisa dibeli dengan pemesanan online. Bahkan, yang menyangkut pembelian
barang-barang untuk keperluan sehari-hari, termasuk bahan makanan, Amazon
melayaninya setelah membeli perusahaan grosirWhole Foods. Di negara-negara
berkembang, termasuk Indonesia, orang mengenal pelayanan pembelian makanan
online dari Panda, Deliveroo, Uber-eat, Go-food,dan sebagainya.
Jeff Bezos mengatakan,
pihaknya akan terus melakukan ekspansi dengan berinvestasi untuk kepentingan
konsumen. Mungkin hanya dalam barang-barang untuk bangunan konsentrasi
perusahaan seperti Home Depot dan Ace orang masih lebih senang berbelanja di
toko, sedangkan untuk yang lain semua online. Toko-toko seperti Sears and
Roebuck, bahkan toko mainan Toys R Us gulung tikar karena pembelian online
lewat Amazon.
Pembelian lewat online di
Amazon tidak seperti waktu dulu orang membeli melalui mail order dengan
mempelajari buku yang menyajikan daftar barang (katalog), tetapi orang dapat
melihat streaming dalam video seperti window shopping di pertokoan melihat
barang-barang yang dapat dibeli, tetapi melalui video. Pemesanan makanan
online semakin canggih, menjadi restaurant online,saat orang bisa memesan
berbagai macam makanan dari berbagai restoran dengan penyajiannya di rumah
pemesan, seperti layaknya orang makan di restoran.
Revolusi
industri keempat
Di AS dan negara maju lain
sudah menjadi kenyataan bahwa banyak pusat perbelanjaan dan pertokoan gulung
tikar. Di Indonesia sudah berjalan agak lama pemerintah daerah berlomba
membangun pusat-pusat perbelanjaan di kota-kota mereka. Akankah mereka mengalami
nasib yang sama? Partai Gerindra meminta pemerintah meninjau kembali program
e-toll karena dampaknya pada jumlah tenaga kerja yang dirumahkan dan
penyelenggaraannya yang rawan korupsi. Pertumbuhan usaha Go-jek sebagian
dengan akibat berkurang atau hilangnya ojek, pengemudi ojek hanya punya
pilihan ikut Go-jek atau mati.
Secara anecdotal sebagai
orang yang selama belasan tahun setiap hari menggunakan taksi berangkat dan
pulang kerja, saya semakin biasa mendengar keluhan pengemudi taksi yang
tersaingi oleh Uber dan Grab. Karena itu, saya mengikuti perkembangan yang
menggembirakan dari ekonomi-perdagangan dan keuangan digital; e-commerce,
e-economy, e-pay,dan banyak lagi ”E” lain tersebut dengan mengingat pada
implikasi yang kurang menyenangkan dan menuntut penyelesaiannya. Kalau
ditarik secara keseluruhannya, perkembangan transaksi daring dan usaha
digital yang lain ini bermuara pada implikasi dari apa yang sedang berjalan,
yaitu apa yang dikenal sebagai revolusi industri keempat.
Menurut perkiraan Forum
Ekonomi Dunia, dalam industrialisasi keempat, 35-50 persen tenaga kerja akan
digantikan robot dan komputer. Segala kegiatan baru ini akan menciptakan
kesempatan kerja baru, tetapi pada umumnya penciptaan kesempatan kerja ini
tidak sebesar yang hilang karena digantikan komputer dan robot. Ini di luar
masalah struktural bahwa kesempatan kerja baru menuntut kemampuan dan
keterampilan yang berbeda dengan yang
digantikan.
Jadi, implikasi dari
perdagangan daring dan ekonomi digital, seperti dalam hal mematikan pesaing
dan menghilangkan lapangan kerja, tidak boleh dikesampingkan, apalagi
dianggap tidak ada. Pergantian memerlukan proses transformasi. Hanya mengatakan bahwa yang tidak bisa
mengikuti perubahan itu keliru, salah sendiri, jelas bukan suatu opsi. Ini
perlu pembahasan di kesempatan lain.
Revolusi industri keempat
tidak bisa dihalangi, malahan sebaliknya harus disambut dengan baik. Apa yang
berkembang dalam e-commerce dan e-economy pada umumnya—baik dari sisi
kegiatan usaha, tumbuhnya kewirausahaan baru dengan kaitannya dalam peluang
investasi, kesempatan kerja dan pertumbuhan, maupun kemudahan yang dinikmati
konsumen atau pengguna jasa-jasa tersebut—jelas sangat bagus dan tidak hanya
perlu kita sambut, tetapi harus kita dukung agar terus berkembang.
Dalam ekonomi digital
seperti yang kita lihat dari proses berkembangnya dua megaperusahaan, Amazon
dan Alibaba, tampaknya berlaku adagium big is beautiful.Kegiatan usaha
digital atau elektronik ini banyak dimulai oleh usaha rintisan seperti
Go-jekberawal. Akan tetapi, ada kecenderungan bahwa usaha rintisan yang
bermunculan dalam bidang ini kemudian menjual usaha mereka kepada atau dibeli
oleh perusahaan besar sehingga akhirnya di dunia sekarang usaha digital
merupakan konglomerasi dengan kekuatannya sebagai monopoli atau oligopoli
yang tak selalu sejalan dengan kepentingan umum.
Perusahaan raksasa kelas
dunia dewasa ini dirajai oleh Apple, Alphabet, Microsoft, Amazon, Facebook
(perusahaan AS); Alibaba, Tencent (China); dan Samsung (Korea Selatan). Revolusi
dot-com di tahun 2000 juga diawali dengan menjamurnya usaha-usaha rintisan,
tetapi kemudian terjadi akuisisi atau merger yang berakhir dengan lahirnya
beberapa perusahaan raksasa.
Perusahaan raksasa tidak harus buruk, tetapi mudah-mudahan kita masih
tetap mempertahankan adagium small is beautiful yang dikumandangkan di
seluruh dunia setelah terbitnya buku dengan judul tersebut serta subjudul A Study of Economics as if People Mattered
oleh EF Schumacher pada 1973.
Menghadapi semua ini,
pemerintah dan politisi serta kita semua tak boleh mengesampingkan dampak
negatif yang ditimbulkannya. Semua harus ikut menyumbang upaya mencari jalan
keluar, meminimalkan implikasi yang tidak kita inginkan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar