Pendidikan
Ganda demi Bonus Demografi
Djoko Santoso ; Guru Besar FK dan Wakil
Rektor I Universitas Airlangga
|
KOMPAS,
23 Januari
2018
Daripada tidak, Indonesia lebih baik
sedikit terlambat untuk memulai sistem pendidikan ganda dalam pendidikan
tinggi. Sistem ini sukses diterapkan Jerman dan ditiru banyak negara Eropa,
termasuk menjadi pendo- rong kemajuan Korea Selatan. Maka, wajar jika
Presiden Joko Widodo meminta agar hal tersebut segera serius dilaksanakan.
Presiden memang berkali-kali menekankan relasi antara pendidikan dan
kebutuhan nyata sesuai perkembangan cepat zaman. Lantas apa pentingnya dan
bagaimana sebenarnya cara kerja dari sistem pendidikan ganda? Bagaimana
perguruan tinggi bersama perusahaan industri bisa menerapkan pendidikan
kejuruan dan pelatihannya tersebut dengan sukses?
Jerman menerapkan sistem pendidikan ganda
dalam upaya mempercepat penyejahteraan penduduknya. Sistem ini menghasilkan
kontribusi besar dari sejumlah besar kaum muda yang berketerampilan khusus.
Model pendidikan praktis ini dapat melatih kaum muda dalam keterampilan yang
relevan sehingga dapat menurunkan pengangguran angkatan kerjanya.
Dengan dikoordinasikan antara perusahaan
dan perguruan tinggi khusus, sistem ini semakin digandrungi sebagai solusi
untuk mengatasi pengangguran kaum muda dan cara yang baik untuk menyesuaikan
orang-orang terlatih dengan pekerjaan teknis. Austria, Swiss, Luksemburg, dan
Denmark adalah contoh negara yang mengadopsi sistem ini. Bahkan Korea Selatan
pun sejak 1990 menerapkannya. Hasilnya? Seperti bisa kita lihat sendiri.
Sistem ala Jerman ini merupakan evolusi
dari tradisi magang sinergis. Sistem ini berawal dari pelatihan kejuruan
tahun 1969, suatu usaha bersama oleh pemerintah, serikat pekerja, dan
asosiasi pengusaha. Tujuannya, mewadahi sebagian besar anak muda yang
memutuskan untuk tak melanjutkan karier akademis, karena ingin cepat bekerja.
Saat itu, kalangan mudanya lebih suka
memilih satu dari sekian banyak daftar profesi praktis (356 jenis). Artinya,
pekerjaan yang ditawarkan sangat khusus dan sering bersifat teknis. Mulai
dari pembuat atau penjual manisan hingga tukang las pesawat terbang. Sangat
spesifik. Di Indonesia ini diterapkan di level SMK meskipun varian pilihan
pekerjaannya tak sebanyak itu.
Prosesnya, selama dua atau tiga tahun,
anak-anak muda tersebut membagi waktunya antara mengikuti kuliah kejuruan dan
belajar di tempat kerja. Rinciannya, mereka menghabiskan tiga hari seminggu
di tempat perusahaan industri tertentu dan dua hari seminggu di perguruan
tinggi untuk ajaran teoretis.
Setelah menyelesaikan kursus dan ujiannya,
mahasiswa tersebut disertifikasi oleh sebuah asosiasi lokal. Selain memberi
bekal portofolio untuk tenaga kerja baru yang punya berpengalaman ini,
sertifikasi juga untuk mempromosikan dan melindungi kepentingan komunitas
bisnis.
Kelebihan
Mengapa banyak negara maju dan ingin maju
meniru sistem ini? Ternyata sistem ini lebih banyak keuntungannya daripada
kelemahannya.
Pertama, dengan belajar berlatih langsung
di perusahaan, program magang memberikan wawasan seperti apa pekerjaan
tersebut nantinya dan mencari tahu apakah itu sesuai untuk mereka, di samping
juga mereka akan terbiasa membentuk hubungan di perusahaan. Kedua, dari sisi
perusahaan, para manajer bisa mengamatinya. Hal ini membuat mereka lebih
mudah mempekerjakan secara permanen setelah pelatihan mereka selesai. Tak
perlu meraba-raba kualitas tenaga kerja yang direkrut dari pasar kerja umum.
Ketiga, mahasiswa sekaligus sebagai
pemagang yang menjadi karyawan, tak seperti kebanyakan karyawan baru lainnya,
sudah memiliki keterampilan praktis yang diperoleh lebih dahulu. Ini tentunya
sangat berguna bagi atasan mereka. Keempat, ketika selesai dari sistem
pendidikan ganda, mereka telah menyerap budaya perusahaan selama magang
berlangsung sebelumnya, dan hanya membutuhkan lebih sedikit pelatihan
tambahan.
Kelemahan
Namun, bukan berarti sistem ini lepas dari
kritik. Kelancaran pendidikan kejuruan dan pelatihannya membutuhkan persyaratan
standar pendidikan SMA berkualitas tinggi. Dengan demikian, meski magang
difokuskan sejak awal, mereka setidaknya masih mengingat dengan baik (saat di
SMA) bekal pendidikan dasar. Ini diperlukan untuk basis bereaksi fleksibel di
masa depan.
Hal ini menyiratkan bahwa bagi
negara-negara yang ingin mengimpor sistem Jerman ini, tak terkecuali
Indonesia, sebaiknya harus memiliki sekolah yang baik. Dalam hal ini contoh
baik yang sudah terbukti adalah Korea Selatan. Tahun 1990, dengan bantuan
Jerman, negara ini berhasil membentuk sistem pendidikan ganda dan sekarang
luar biasa perkembangannya.
Kelemahan berikutnya, spesialisasi yang
lebih awal ini bagaikan pedang bermata dua. Magang lebih baik di awal karier
mereka karena memang mereka menjadi karyawan sebelumnya. Namun, dalam total
waktu perjalanannya, umumnya mereka sering lebih tertinggal nantinya karena
mereka kurang memiliki keterampilan umum dan tak terbiasa belajar seumur
hidup dalam pekerjaan baru, perusahaan baru, dan peran baru.
Umumnya, begitu orang berusia lima puluhan,
dengan pendidikan umum di masa muda, besar kemungkinan lebih eksis dan akan
menghasilkan tingkat penyesuaian/adaptasi yang lebih tinggi di pasar tenaga
kerja daripada kelompok orang berpendidikan yang khusus. Karena itu, seiring
perubahan pekerjaan dan industri, pertanyaan tentang fleksibilitas ini adalah
salah satu masalah terbesar dalam sistem pendidikan ganda.
Walaupun pekerjaan yang tersedia di sistem
ini diperbarui setiap tahun agar sesuai dengan perubahan kebutuhan pelanggan
dan perkembangan teknologi, tetapi seiring dengan perubahan yang terjadi di
banyak industri, keterampilan setiap magang individu cenderung menjadi usang
dengan lebih cepat. Seberapa mudahnya magang tersebut bisa mentransfer
keahlian mereka ke situasi ekonomi baru sering masih menjadi pertanyaan yang
harus dikaji lebih dalam.
Meski begitu, belajar dari negara-negara
yang menerapkannya, kelemahan itu pasti sudah ditemukan solusinya. Dorongan
untuk belajar terus-menerus di perusahaan, serta iming-iming karier, bisa
memicu para alumnus pendidikan ganda beradaptasi dengan perubahan. Buktinya,
peminat pendidikan ganda sebagai salah satu kunci kemajuan ini tak pernah
surut.
Untuk menerapkannya secara masif, kita bisa
memperkuat keunggulannya dan mengatasi kelemahannya. Di tengah perubahan
cepat, dan bakal munculnya ”bonus demografi”, ketika angkatan kerja muda
begitu besar, sistem ini layak segera diterapkan.
Pihak industri selayaknya gembira karena
bakal mendapat tenaga kerja yang lebih bermutu lewat sistem ganda ini.
Lembaga pendidikan juga makin dipercaya. Pemerintah sendiri bisa memperkuat
mutu SDM secara masif sehingga kelas tenaga kerja kita juga naik dan
kelebihan jumlah anak muda pada 2030 benar-benar menjadi ”bonus” (bukan
”kutukan”) demografi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar