Supremasi
Hukum dan Arus Investasi
Bambang Soesatyo ; Ketua Komisi III
DPR RI;
Wakil Ketua Umum
Kadin Indonesia
|
SUARA
MERDEKA, 01 Maret 2017
“Kehadiran Raja Arab Saudi Salman
bin Abdulaziz Al Saud dan rombongan plus rencana investasi mencerminkan masih
adanya kepercayaan kepada Indonesia”
SUPREMASI hukum yang belum terwujud akan menghambat
akselerasi pembangunan dan arus masuk modal asing. Tantangannya terpulang
pada iktikad semua institusi penegak hukum, karena cita-cita mewujudkan supremasi
hukum itu sudah terpatri dalam agenda reformasi, yakni reformasi hukum.
Momentum mengakselerasi pembangunan sekarang ini jangan sampai berujung
sia-sia hanya karena kegagalan mewujudkan supremasi hukum.
Supremasi hukum menjadi bagian tak terpisahkan dari semua
aspek penyelenggaraan pembangunan nasional. Sebab, supremasi hukum otomatis
akan mewujudkan tertib pembangunan nasional itu sendiri. Pemanfaatan anggaran
pembangunan akan bebas dari korupsi karena kuasa anggaran dan mitra kerja
taat hukum.
Arus masuk modal asing pun tidak lagi terganjal oleh
keharusan menyediakan dana lebih untuk menyuap pejabat atau mengurus
perizinan. Segala sesuatunya berproses dan dikerjakan seturut peraturan perundang-perundangan
yang berlaku.
Baru-baru ini, Presiden Joko Widodo mendorong para menteri
mempromosikan Indonesia kepada komunitas investor di berbagai negara. Memberi
sambutan pada Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Badan Koordinasi Penanaman
Modal dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Tahun 2017
di Bali, Presiden meminta agar para investor tahu dan mendapatkan informasi
yang akurat tentang kinerja positif perekonomian Indonesia per 2016. Menurut
Presiden, pertumbuhan ekonomi tahun 2016 yang mencapai 5,02% dan inflasi
3,02% menjadi modal yang baik untuk menarik minat investor berinvestasi di
Indonesia. ”Kondisi yang baik seperti ini yang harus disampaikan ke
investor,” kata Presiden Jokowi di forum itu.
Apakah dengan dua data atau indikator ini sudah cukup
untuk bisa meyakinkan investor dari mancanegara? Jawabannya, belum tentu,
atau bahkan sama sekali tidak cukup. Persepsi orang luar terhadap keseluruhan
aspek tentang Indonesia juga patut disimak pemerintah.
Maka, adalah relevan untuk menyimak dan memahami persepsi
sebagian investor Jepang misalnya. Ternyata, tingginya data tentang kasus
korupsi di Indonesia terus menjadi perhatian investor di Jepang.
Kecenderungan ini terungkap dalam regulasi training ‘Study for the Amendment
to the Law’di Osaka, pada 12- 22 Februari 2017, yang juga dihadiri sejumlah
pakar hukum dari Indonesia.
Mereka sempat berkunjung ke kantor firma hukum Oh-Ebashi
LPC & Partners yang cukup dikenal karena sering menangani kepentingan
para investor Jepang di berbagai negara. Dalam diskusi dengan advokat senior
Kobayashi Kazuhiro, para pakar hukum dari Indonesia menerima sejumlah catatan
kritis. Kobayashi, misalnya, mengemukakan bahwa para investor Jepang sangat
mengkhawatirkan maraknya praktik korupsi, yang membuat para pemilik modal
ragu berinvestasi di Indonesia. ”Bahkan ada hakim yang menerima suap,” kata
Kobayashi.
Memang, fakta menunjukkan bahwa sudah puluhan hakim
dijerat penegak hukum karena terlibat korupsi, termasuk panitera dan pejabat
lain di bidang peradilan. Selain itu, investor jepang juga prihatin karena data
Corruption Perceptions Index (CPI) 2016 yang dipublikasikan oleh Transparency
International (TI) memperlihatkan nilai Indonesia hanya naik satu poin dari
tahun sebelumnya dan turun dua peringkat. Tahun lalu 2016, Indonesia meraih
poin 37 dan menempati urutan ke-90 dari 176 negara. Persepsi sebagian
investor Jepang tadi tentu layak diterima sebagai masukan kepada pemerintah.
Selain informasi dan data tentang pertumbuhan ekonomi, calon investor asing
juga peduli tentang aspek supremasi hukum.
Artinya, jika pemerintah ingin menggencarkan promosi
tentang potensi investasi di Indonesia, pemerintah juga harus memberi
gambaran yang komprehensif tentang supremasi hukum di Indonesia. Sebab,
supremasi hukum menjadi penentu tertib proses investasi dan tertib biaya.
Momentum Akselerasi
Persepsi negatif sebagian investor Jepang tentang
Indonesia itu sudah ditanggapi sejumlah pakar hukum di dalam negeri. Para
pakar hukum umumnya sepakat bahwa sekaranglah waktunya untuk
bersungguh-sungguh dan konsisten melakukan pembenahan untuk mewujudkan
supremasi hukum. Kesan darurat pengadilan atau darurat hukum harus
dihilangkan. Perekrutan hakim tidak boleh lagi asal-asalan.
Momentumnya tepat. Faktor pertama adalah fakta bahwa
pemerintah sedang mencoba mengakselerasi pembangunan infrastruktur pada
hampir semua daerah. Faktor kedua, pemerintah telah memprakarsai program
percepatan reformasi hukum yang akan diaktualisasikan melalui tujuh agenda
pembenahan. Meliputi pelayanan publik, penataan regulasi, pembenahan
manajemen perkara, penguatan SDM penegak hukum, penguatan kelembagaan,
pembangunan budaya hukum di masyarakat, dan pembenahan lembaga
pemasyarakatan.
Kalau semua agenda pembenahan ini bisa dituntaskan,
Indonesia memiliki modal yang kuat untuk mewujudkan supremasi hukum.
Kebetulan, dari sisi yudikatif, ada faktor yang serba baru di Mahkamah Agung
(MA). Ketua MAyang baru, Hatta Ali, terpilih belum lama ini. Sekretaris MA,
Achmad Setyo Pudjoharsoyo, juga baru ditunjuk Presiden pada pekan pertama
Februari 2017. Maka, tidak mengada-ada jika masyarakat berharap banyak dari
kepemimpinan baru di MA itu.
Sebab, sama seperti persepsi sebagian investor di Jepang,
masyarakat Indonesia juga punya persepsi buruk tentang praktik penegakan
hukum yang sarat penyimpangan, termasuk yang dilakukan oknum hakim hingga
panitera. Kini, masyarakat menunggu dan ingin mendengar program kerja Ketua
MA dan Sekretaris MAyang baru.
Kalau MA tidak segera melakukan pembenahan dan beradaptasi
dengan langkah-langkah pemerintah membenahi sektor hukum, supremasi hukum di
negara ini akan sulit diwujudkan. Untuk mewujudkan supremasi hukum,
kontribusi MA seharusnya signifikan. Kegagalan mewujudkan supremasi hukum
akan menjadi sumber kerusakan pada semua sektor dan aspek kehidupan
masyarakat.
Karena itu, sumbang saran atau usulan program dari
MAsangat diperlukan dalam upaya mewujudkan supremasi hukum itu. Kehadiran
Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud dari Arab Saudi di Indonesia yang relatif
lama adalah sebuah momentum khusus bagi Indonesia. Akan ada penandatanganan
investasi oleh Aramco untuk pembangunan kilang minyak di Cilacap dan sejumlah
proyek lain bernilai Rp 94,5 triliun.
Kehadiran Raja Arab Saudi dan rombongan plus rencana
investasi tersebut mencerminkan masih adanya kepercayaan kepada Indonesia.
Komunitas investor di berbagai negara tentu saja akan menyimak berbagai
kesepakatan kedua negara di bidang ekonomi. Rangkaian kesepakatan itu
mencerminkan kepercayaan para investor Arab terhadap sistem hukum di
Indonesia. ●
|
ayo bergabung dengan bolavita khusus new member lgsg di berikan 10%
BalasHapustanpa ribet dan masih banyak bonus2 lain nya situs sabung ayam
semua di berikan tanpa ribet pelayanan terbaik 24 jam
depo wd secepat kilat ^^
info lbh lanjut :
whatup : +628122222995
BBM: BOLAVITA