Arab
Saudi Melihat ke Timur
M Hamdan Basyar ; Peneliti Utama Pusat Penelitian Politik
LIPI
|
KOMPAS, 04 Maret 2017
Akhir
Februari sampai Maret ini, Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud
mengunjungi beberapa negara di wilayah Asia. Negara yang dituju, antara lain
Malaysia, Indonesia, China, dan Jepang. Bagi Indonesia, ini kunjungan yang
bersejarah dan fenomenal, mengingat kunjungan terakhir penguasa Saudi ke
Indonesia terjadi pada 1970. Sementara bagi Malaysia yang mempunyai hubungan
diplomatik dengan Saudi sejak 1961, kunjungan akan menambah persahabatan
kedua negara. Kunjungan terakhir Raja Saudi ke Malaysia terjadi pada masa
Raja Abdullah pada 2006.
Sementara
itu, Raja Salman ke Jepang dan China dalam rangka menjalin hubungan ekonomi
yang lebih erat. Terlihat ada suatu hal yang cukup penting dalam kunjungan
Raja Salman kali ini. Apalagi ke Indonesia, Raja Salman membawa rombongan
yang banyak: 1.500 orang dengan 14 menteri, dan 25 pangeran.
Visi
Saudi 2030
Ketika
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump cenderung anti global dan menganut
ideologi protektif, kunjungan Raja Salman ke wilayah Asia akan memberikan
peluang emas untuk mewujudkan apa yang disebut sebagai Visi Saudi 2030.
Dalam
dokumen yang diluncurkan pada 25 April 2016 itu, disebutkan bahwa Arab Saudi
pada 15 tahun mendatang akan mengalami perubahan besar-besaran. Ada ambisi
dan rencana besar untuk mengubah Arab Saudi. Visi itu tidak terlepas dari
adanya defisit anggaran Arab Saudi setelah harga minyak dunia mengalami
penurunan yang cukup signifikan.
Sebagaimana
diketahui, minyak menjadi sumber utama pembiayaan kehidupan di Saudi. Visi
Saudi 2030 diyakini akan berdampak besar bagi perubahan masyarakat Arab Saudi
dalam era modern, tak terkecuali perubahan sosial, politik, dan militer.
Garis
besar Visi Saudi 2030 meliputi efisiensi dalam pemerintahan, peran lebih
besar untuk sektor swasta nonmigas dan manajemen yang lebih agresif atas aset
kerajaan. Imbasnya, kebijakan ini akan mengurangi pengeluaran pemerintah
kerajaan yang selama ini dinilai boros.
Tampak
jelas Saudi mencanangkan visinya berdasarkan pada tiga pilar. Pertama, Saudi
akan tetap memegang status sebagai ”jantung” dunia Arab dan Islam. Penguasa
Saudi menyadari di wilayah mereka ada tempat suci bagi umat Islam di mana ada
Kabah sebagai arah kiblat shalat Muslim sedunia. Saudi tidak dapat terlepas
dari masyarakat Muslim dunia. Dalam kaitan ibadah umrah, Saudi ingin
meningkatkan jumlah jemaah yang menjalankannya. Saat ini, sekitar 8 juta jemaah
per tahun yang berumrah. Pada masa mendatang akan ditingkatkan menjadi
sekitar 30 juta jemaah per tahun.
Pilar
kedua, Saudi telah menetapkan diri sebagai pusat investasi global. Investasi
itu akan dapat menstimulasi pertumbuhan ekonomi dan mendiversifikasi
pendapatan.
Pilar
ketiga, Saudi ingin mentransformasikan posisi strategisnya menjadi suatu
pusat yang menghubungkan tiga wilayah Asia, Eropa, dan Afrika. Saudi ingin
memanfaatkan posisi geografisnya yang dapat menjadi episentrum perdagangan
tiga wilayah dan sekaligus menjadi pintu gerbang perdagangan dunia.
Dengan
pilar tersebut, Saudi ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi mereka yang
dalam jangka panjang dapat menyejahterakan masyarakatnya. Untuk itu, mereka
akan membangun kerja sama dengan saling menguntungkan dengan berbagai pihak.
Saudi menyadari sektor migas masih menjadi tumpuan utama ekonominya, tetapi
mereka juga ingin mengembangkan ekonomi nonmigas. Jatuhnya harga minyak
belakangan ini ikut serta dalam membangun visi Saudi yang baru.
Dalam
25 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Saudi rata-rata lebih dari 4 persen.
Mereka juga termasuk dalam 20 besar ekonomi dunia. Akan tetapi, Saudi ingin
meningkat lebih tinggi. Visi Saudi 2030 diharapkan dapat mendorong
peningkatan tersebut. Karena itu, mereka ingin investasi di berbagai bidang
dalam rangka diversifikasi ekonomi.
”Goes
to the East”
Kunjungan
Raja Salman ke besejumlah negara di Asia itu dalam rangka mencari peluang
investasi pengembangan ekonominya. Kedatangannya di Malaysia dan Indonesia
tentunya tidak lepas dari hubungan keislaman. Raja Salman menambah kuota haji
kedua negara itu. Malaysia mendapatkan kuota 30.000 jemaah, meningkat dari
27.000 jemaah. Sedangkan Indonesia menerima kuota untuk 221.000 jemaah,
meningkat dari 168.000 jemaah.
Hal
itu sesuai dengan pilar pertama dalam Visi Saudi 2030. Selain itu, dalam
rangka menjalankan pilar kedua, Saudi akan berinvestasi di kilang minyak
Cilacap 6 miliar dollar AS. Ini kerja sama Aramco dan Pertamina. Indonesia
sendiri berharap ada investasi dari Saudi sampai 25 miliar dollar AS.
Raja
Salman juga akan berkunjung ke China dan Jepang. Tentunya ini sesuai dengan
pilar kedua Visi Saudi 2030. Sebenarnya pada tahun 2016, Arab Saudi dan China
sudah ada penandatanganan nota kesepahaman (MOU) kerja sama di berbagai
bidang. Pada waktu itu, Pangeran Muhammad bin Salman, Wakil Putra Mahkota
Saudi, berkunjung ke Beijing, Agustus 2016.
Ada
15 kesepakatan antara Arab Saudi dan China. Salah satu kesepakatan yang
dibuat adalah kerja sama antara Kamar Dagang Saudi (CSC) dan Dewan Promosi
Perdagangan Internasional China (CCPIT). Kunjungan Raja Salman kali ini dalam
rangka memperkuat kesepakatan tahun lalu.
Sementara
kunjungan Raja Salman ke Jepang dalam rangka membicarakan kesepakatan
investasi 45 miliar dollar AS dengan SoftBank Group. Tur Raja Salman itu juga
digunakan untuk mencari investor yang mau membeli sebagian saham perusahaan
minyak Arab Saudi, Aramco. Pada 2018, Aramco akan melakukan penawaran umum
perdana (IPO) dengan melepas 5 persen sahamnya. Saudi berharap dengan
kunjungan Raja Salman ke sejumlah negara Asia itu akan ada investor yang akan
membeli saham Aramco.
Visi
Saudi 2030 kurang mengarah ke AS. Kebetulan saat ini yang menjadi Presiden AS
adalah Trump yang cenderung isolatif. Maka, kunjungan Raja Salman ke beberapa
negara Asia dengan jumlah rombongan besar menjadi sangat wajar. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar