Berzikirlah
agar Dunia Tenteram
Abdul Mu'ti ;
Sekretaris Umum PP
Muhammadiyah;
Dosen UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
|
KORAN SINDO, 01 Desember
2016
”(ORANG-orang yang bertaubat) adalah mereka yang beriman kepada
Allah dan hati mereka tenteram dengan mengingat-Nya (zikir). Ingatlah hanya
dengan berzikir kepada Allah hati menjadi terbenam.” (Qs al-Ra’d, 13:28).
Zikir adalah salah satu ibadah di dalam Islam yang bertujuan
untuk memohon ampunan (taubat), ketenangan, dan kedamaian hidup. Manusia
senantiasa berzikir kepada Allah agar terjaga dari segala perbuatan dosa,
nista, dan kejahatan. Zikir memberikan keyakinan, kekuatan, dan harapan bagi
manusia dalam menghadapi dan menyelesaikan berbagai masalah kehidupan yang
kompleks.
Dalam syariat Islam, zikir diamalkan dengan membaca takbir,
tahmid, taqdis, dan kalimat thayyibah
lainnya. Membaca Alquran juga merupakan bagian dari zikir. Dalam
pelaksanaannya zikir merupakan rangkaian ibadah yang melekat dengan ibadah
mahdlah seperti salat, puasa, dan
haji.
Karena bertujuan untuk menempatkan ketenangan, banyak orang
berzikir di tempat, waktu, dan bacaan yang khusus. Sebagian bahkan
mengasingkan diri (uzlah) dari hiruk-pikuk duniawi. Mereka berkontemplasi
(tahannus), menyendiri, beritikaf, dan bermuhasabah agar bisa sedekat
mungkin berhubungan langsung,
bermesraan, mengadu, dan mengaduh kepada Allah dengan doa-doa khusus.
Zikir dilakukan di tempat sunyi, tersembunyi, dan–
terkadang–terisolasi dari keramaian. Zikir seperti ini sering dikaitkan
dengan amaliah para sufi, ahli tasawuf, atau ahli tarekat.
Dalam diskursus teologi, zikir terkadang dinisbatkan pada amalan
rohani yang cenderung fatalistik, altruistik, dan pesimistik. Zikir dianggap
sebagai perbuatan yang antirasionalitas (fikr). Ahli zikir dianggap figur
mistis dan klenik yang berpakaian kumal, kusut, dan kumuh.
Kaum rasionalis mengkritik keras praktik zikir sebagai sikap
negatif yang membuat umat kalah, miskin, bodoh, dan terbelakang. Padahal,
dalam Alquran zikir berkaitan erat dengan ilmu, kearifan, dan kesalehan.
Alquran memerintahkan kepada manusia untuk berguru kepada kaum cendekiawan
(ahl al-dzikr) untuk menimba ilmu. Zikir seperti ini merupakan spiritualitas
yang sangat damai dan menenteramkan.
Zikir
Progresif
Di dunia Islam pemahaman dan praktik zikir terus mengalami
perkembangan. Zikir lebih dimaknai sebagai usaha untuk manusia
ber-taqarrub kepada Allah dengan tetap
aktif dalam berbagai bidang kehidupan.
Seseorang bisa terus melafazkan zikir sambil mengendarai mobil.
Zikir adalah aktivitas di mana seseorang memberikan respons
spiritual-konstruktif terhadap masalah-masalah sosial. Misalnya, melihat
kesenjangan ekonomi dan kemiskinan seseorang langsung memberikan uluran
tangan dan mengembangkan program pemberdayaan atau advokasi.
Menyadari pentingnya hidup sehat, seseorang berusaha membangun
budaya hidup sehat dan menyediakan sarana pelayanan kesehatan. Di tengah
dunia kapitalistik yang korup dan materialistik, seseorang dengan penuh
percaya diri bekerja di sektor profesional dengan tetap memegang teguh
prinsip kejujuran, ketekunan, dan kesabaran. Demikianlah kurang lebih
gambaran kaum sufi modern atau, dalam istilah Buya Hamka, disebut Tasawuf
Modern.
Untuk berzikir seseorang tidak harus bersila di masjid. Banyak
kalangan kelas menengah muslim menggelar zikir di hotel berbintang. Mereka
kalangan profesional yang tidak canggung dengan pernak-pernik dunia modern,
tetapi tetap saleh menunaikan salat dan gemar bersedekah. Inilah yang oleh
Julia Howel disebut urban sufism. Sampai pada batas ini zikir masih bernuansa
ibadah dan tidak menimbulkan masalah.
Zikir Politik
Yang menjadi kontroversi adalah zikir yang akan digelar oleh
Gerakan Nasional Pendukung Fatwa (GNPF) MUI 2 Desember (212). Zikir yang
merupakan kelanjutan aksi 4 November dimaksudkan sebagai bagian dari
perjuangan membela Islam atas penistaan yang dilakukan oleh Ahok. Massa
pengunjuk rasa menuntut Ahok dijadikan tersangka.
Sekarang Ahok sudah berstatus tersangka. Tuntutan selanjutnya
adalah Ahok ditahan. Zikir yang dikatakan sebagai Aksi Superdamai itu
dilakukan sebagai perjuangan spiritual untuk memastikan proses hukum
berjalan. Peserta aksi menengarai polisi dan aparatur kejaksaan main mata,
tidak bersungguh-sungguh. Zikir ini oleh sebagian kalangan dinilai sarat muatan
politis.
Karena niat yang politis itulah, banyak pihak yang khawatir
zikir 212 berpotensi anarkistis. Memang agak ironis. Bagaimana masyarakat
khawatir dengan kegiatan zikir. Mungkin karena niatnya bernuansa politis dan
pengalaman aksi sebelumnya yang sempat diwarnai kekerasan.
Kalau zikir diselenggarakan di Monas, juga tidak masalah. Itu
hanya soal tempat. Di mana pun manusia harus senantiasa berzikir, mengingat,
dan beribadah kepada Allah.
Zikir adalah ibadah yang bertujuan untuk menggapai hidup yang
damai. Karena itu, damai harus mewujud di bumi Indonesia setelah Zikir 212.
Jika setelah zikir Indonesia justru semakin tidak menentu, kesejahteraan
semakin jauh, dan masyarakat terpecah belah, zikir semua pihak harus kembali
meluruskan niat.
Waktunya bangsa Indonesia berzikir. Zikir bisa dilaksanakan di
rumah, musala, masjid, hotel, kantor, Monas, dan tempat-tempat suci lainnya.
Di mana pun dan dari mana pun Allah mendengar doa yang dipanjatkan oleh
hamba-hamba-Nya yang ikhlas meminta kepada-Nya.
Banyak sekali masalah di negeri ini. Jika bangsa ini berzikir
dengan tulus, damailah bumi pertiwi. Berzikirlah agar dunia tenang dan
tenteram. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar