Serangan Panik
Agustine Dwiputri ; Penulis Kolom “PSIKOLOGI” Kompas Sabtu
|
KOMPAS, 11 Juni
2016
Seorang pembaca
menanyakan kepada saya mengenai kondisi rekannya, seorang wanita muda, di
kantornya yang menurut psikolog mengalami panic attack dan menjadi sangat
takut mati. Benarkah gejala serangan panik serupa dengan serangan jantung,
begitu salah satu pertanyaannya.
Edmund J Bourne, PhD
(2010) mengartikan serangan panik sebagai suatu sentakan mendadak dari
peningkatan keadaan fisiologis seseorang yang dapat terjadi secara tidak
disangka-sangka atau sebagai respons menghadapi (atau hanya berpikir tentang)
situasi fobia.
Gejala-gejala fisik
yang terjadi dapat berupa meningkatnya debaran jantung, ketegangan di dada
atau memendeknya napas, sensasi tersedak atau tercekik, pusing, berkeringat,
gemetar, dan atau kesemutan di area tangan dan kaki.
Reaksi psikologis yang
sering menyertai perubahan tubuh ini termasuk berbagai perasaan tak nyata,
keinginan kuat untuk melarikan diri, dan ketakutan akan menjadi gila, mati,
atau melakukan sesuatu secara tidak terkendali.
Siapa pun yang pernah
mengalami serangan panik paham bahwa hal ini merupakan kondisi tidak nyaman
yang paling intens yang dialami manusia. Serangan panik pertama dapat
berdampak traumatis, meninggalkan rasa ketakutan dan tak berdaya, dengan
kecemasan antisipatif yang kuat tentang kemungkinan kekambuhan kembali gejala
tersebut. Pada beberapa kasus, serangan panik memang tidak muncul kembali,
tetapi pada kasus lainnya dapat terulang lagi. Mengapa hal ini terjadi secara
berbeda pada tiap individu masih belum dipahami sepenuhnya oleh para peneliti
di bidang ini.
Reaksi ketubuhan alami
Sebuah serangan panik
bisa menjadi pengalaman yang sangat menakutkan dan tidak nyaman, tetapi
sesungguhnya hal ini benar-benar tidak berbahaya. Anda mungkin akan terkejut
mengetahui bahwa panik merupakan suatu reaksi ketubuhan alami sepenuhnya yang
hanya terjadi di luar konteks. Hal ini terkait dengan reaksi melarikan diri
atau melawan (fight-or-flight reaction), suatu respons instingtual pada semua
mamalia (tidak hanya manusia) untuk secara fisiologis mempersiapkan diri
untuk melawan atau melarikan diri ketika kelangsungan hidup mereka terancam.
Reaksi spontan ini diperlukan untuk menjamin kelangsungan hidup spesies dalam
situasi yang mengancam jiwa. Hal ini berfungsi untuk melindungi hidup dengan
menginformasikan dan memobilisasi dorongan/impuls Anda agar lari dari bahaya.
Dalam serangan panik
yang spontan, tubuh Anda berlaku sama persis dengan reaksi melarikan diri
secara fisiologis ketika terjadi suatu situasi yang benar-benar mengancam
jiwa. Serangan panik yang membangunkan Anda di malam hari atau terjadi tanpa
disangka-sangka secara fisiologis tidak berbeda dengan respons Anda terhadap
pengalaman ketika mobil Anda mogok di atas rel kereta api atau ketika Anda
terbangun karena mendengar ada perampok akan memasuki rumah Anda.
Begitu Anda merasakan
salah satu bahaya di atas, Anda akan menggandakan intensitas rasa takut Anda.
Ketakutan yang intens ini membuat reaksi tubuh Anda bahkan lebih buruk, yang
pada gilirannya menghasilkan rasa takut yang lebih banyak lagi, dan Anda
terjebak dalam alur spiral ke atas bukit panik. Spiral ke atas ini dapat
dihindari jika Anda memahami bahwa hal yang terjadi/dilalui oleh tubuh Anda
tidaklah berbahaya. Semua bahaya di atas adalah ilusi, produk dari imajinasi
Anda ketika Anda menjalani reaksi intens yang merupakan panik.
Fakta serangan panik
Lebih lanjut Edmund J
Bourne dalam bukunya, The Anxiety & Phobia Workbook (2010), menguraikan
berbagai fakta untuk menangkal mitos-mitos mengenai serangan panik.
*Serangan panik tidak
dapat menyebabkan gagal jantung atau serangan jantung.
Selama serangan panik,
jantung Anda mungkin meningkat debarannya dan beberapa kali kehilangan atau berlebihan
denyutnya. Beberapa orang bahkan melaporkan adanya nyeri dada yang terjadi
sebentar di bagian kiri atas dada. Hanya tak satu pun dari gejala ini
diperburuk oleh meningkatnya gerakan atau aktivitas fisik yang dilakukan.
Sementara pada kondisi
serangan jantung yang sesungguhnya gejala yang paling umum adalah rasa sakit
dan rasa tertekan secara terus-menerus, bahkan ada sensasi seperti remuk di
tengah dada. Meningkatnya debaran jantung dapat terjadi, tetapi merupakan hal
yang sekunder untuk rasa sakit. Selain itu, rasa sakit dan tertekan akan
memburuk apabila individu beraktivitas dan mungkin agak berkurang dengan
beristirahat. Ini sangat berbeda dari serangan panik, yaitu peningkatan
debaran mungkin lebih buruk jika Anda berdiam diri dan akan berkurang jika
Anda bergerak atau berjalan. Dapat dipastikan bahwa serangan panik tidak
berbahaya bagi jantung Anda.
*Serangan panik tidak
akan menyebabkan Anda berhenti bernapas atau tercekik.
Dalam kondisi stres,
otot-otot leher dan dada akan menegang dan mengurangi kapasitas pernapasan
Anda. Yakinlah bahwa tidak ada yang salah dengan saluran pernapasan atau
paru-paru dan bahwa sensasi tegang akan berakhir. Otak Anda memiliki
mekanisme refleks yang memang sudah tersedia, yang pada akhirnya akan memaksa
Anda untuk bernapas jika Anda tidak mendapatkan pasokan oksigen yang
mencukupi.
*Serangan panik tidak
menyebabkan Anda pingsan.
Karena jantung Anda
memompa lebih keras dan benar-benar meningkatkan sirkulasi darah, Anda sangat
tidak mungkin menjadi pingsan. Hal yang dapat membantu adalah pada kesempatan
pertama Anda perlu sedikit bergerak atau berjalan-jalan di sekitar. Biarkan
perasaan agak pusing muncul dan mereda, tanpa perlu melawan perasaan
tersebut.
*Anda tidak menjadi
”gila” selama serangan panik.
Jika Anda merasakan
sensasi disorientasi dan perasaan tidak nyata, ingatkan diri sendiri bahwa
hal ini hanya disebabkan adanya sedikit penurunan yang bersifat sementara
dari sirkulasi arteri di otak Anda dan tidak ada hubungannya dengan menjadi
gila, tidak peduli betapa anehnya mungkin perasaan Anda saat ini.
*Serangan panik tidak
menyebabkan Anda kehilangan kontrol diri.
Langkah pertama dalam
belajar mengatasi reaksi panik adalah dengan mengakui bahwa hal ini tidak
berbahaya. Karena reaksi tubuh yang menyertai panik terasa begitu kuat, mudah
untuk membayangkan hal tersebut akan menjadi berbahaya. Reaksi fisiologis
yang mendasari panik adalah alamiah dan bersifat protektif. Kenyataannya,
tubuh Anda dirancang untuk panik sehingga Anda dapat dengan cepat bermobilisasi
agar melarikan diri dari situasi yang benar-benar mengancam kelangsungan
hidup Anda.
Semoga informasi ini
membantu untuk menenangkan mereka yang mengalaminya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar