Pancasila Hebat, Dipuji Orang
Moh Mahfud MD ;
Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara
(APHTN-HAN): Ketua MK-RI 2008-2013
|
KORAN SINDO, 04 Juni
2016
”Sekarang
kami undang Ketua Mahkamah Konstitusi Indonesia, Tuan Mahfud MD, untuk
menyampaikan pidato,” kata moderator tua itu. Saya pun maju ke podium untuk
menyampaikan pidato sekitar 15 menit di Cassablanca, Maroko.
Pada
12 Juni 2012 itu saya diundang untuk berbicara di depan konferensi
internasional yang dihadiri oleh pimpinan MK dari berbagai negara yang pernah
dijajah Prancis dan menjadikan bahasa Prancis sebagai bahasa nasional mereka.
Saya agak terkesima dan terharu ketika pimpinan sidang yang merupakan ketua
MK itu memberi pengantar untuk pidato saya.
Dia
bilang, Mr Mahfud adalah ketua MK Indonesia yang dicatat baik oleh dunia
internasional. MK Indonesia, saat itu, memang masuk 10 MK paling efektif di
dunia sesuai dengan catatan di dalam Harvard Handbook. Tetapi yang
membanggakan dan mengharukan saya bukan soal MK Indonesia masuk 10 besar
dunia, melainkan ketika dia menyebut Pancasila, Dasa Sila Bandung, dan Bung
Karno.
Dia
tidak tahu banyak tentang Mr Mahfud kecuali yang dibacanya di Google dan
Youtube. Tetapi dia mengenal Bung Karno yang berhasil membangkitkan harga
diri dan kesadaran nasional bangsa-bangsa di Asia dan Afrika untuk menjadi
negara yang benar-benar merdeka, terlepas dari jeratan kolonialisme dan
neokolonialisme.
Rupanya
waktu masih remaja dia ikut ayahnya hadir pada Konferensi Asia-Afrika di
Bandung pada 1955 dan dia mengetahui Pancasila sebagai ideologi negara
Indonesia serta ikut meneriakkan Dasa Sila Bandung. Untuk meyakinkan
penjelasannya itu, dia mengajak saya berdiri dan menyanyikan lagu Halo-Halo
Bandung. Kami pun menyanyikan Halo-Halo
Bandung sambil berdiri.
Dia
hafal lagu itu. Pancasila itu hebat karena bisa mempersatukan kita sebagai
bangsa yang sangat majemuk. Pada 27 Oktober 2015 yang lalu saya diundang
untuk memberi kuliah umum di American University of Beirut. Pertanyaan utama
yang diajukan di dalam term of
refference kuliah dan dialog yang bertajuk ”Democratic System of Indonesia in a Pluralistic Setting” itu
adalah bagaimana Indonesia membangun bangsa sehingga menjadi begitu kuat
kebersatuannya.
Saya
kemukakan, Indonesia membangun kebersatuan dengan ideologi Pancasila dengan
semboyan Bhinneka Tunggal Ika (unity in
diversity). Pancasila, sebagai dasar ideologi negara, tumbuh dari bawah
sebagai kesadaran yang hidup berabad-abad, bukan dipaksakan dari atas melalui
kebijakan represif. Itulah sebabnya Bung Karno sebagai pencetus Pancasila
menyatakan dirinya bukan membuat Pancasila, melainkan menggali dari akar
budaya bangsa yang sudah menjadi kesadaran hidup bersama selama berabad-abad.
Saya
kemukakan juga, dengan Pancasila bangsa Indonesia bersatu kokoh meskipun
wilayahnya sangat besar dan beragam pula ikatan primordialnya. Indonesia
memiliki 17.504 pulau, mempunyai 1.340 suku bangsa, mempunyai 736 bahasa
daerah, dan mempunyai, minimal, 6 agama yang disebut di dalam peraturan
perundang-undangan di samping berbagai agama dan keyakinan yang tidak
disebutkan secara resmi.
Dengan
pluralitas itu Indonesia bisa bersatu melalui sistem demokrasi yang
dibangunnya sendiri. Ini jauh berbeda dengan India, misalnya, yang ketika
Mahatma Gandhi menyatakan India yang majemuk akan menjadi negara bersatu
melalui sistem demokrasi ternyata terpecah secara tragis. Pada 1947 Ali
Jinnah mendirikan negara Pakistan, menyatakan lepas dari India, dengan alasan
orang-orang Pakistan memeluk agama Islam sedangkan orang Hindustan (India)
memeluk agama Hindu.
Setelah
memisahkan diri dari India dengan alasan perbedaan agama, Pakistan pun pecah
juga. Orang-orang Pakistan yang ada di belahan barat, berkulit agak terang,
tampak lebih intelek, dan berbahasa Urdu, dianggap tidak ramah dan tidak adil
terhadap orang-orang Bangladesh yang ada di belahan timur, berkulit agak
gelap, dan berbahasa Bengali. Pada 1971 Bangladesh pun melepaskan diri dari
Pakistan untuk menjadi negara merdeka.
Kawasan
itu sampai sekarang masih menghadapi gerakan disintegrasi dari Kashmir.
Indonesia selamat dari tragedi seperti yang dialami di India karena Pancasila
bisa menjadi pengikat kebangsaan yang kokoh. Pada 8 Februari 2012 Rashad
Husein, utusan Presiden AS Barack Obama dalam urusan penegakan HAM untuk
negara-negara OKI, berkunjung ke Kantor MK di Jakarta.
Kepada
saya dia menyoal tentang munculnya gejala intoleransi dan diskriminasi,
pengusiran, dan perusakan rumah ibadah oleh sekelompok orang atas nama agama.
”Apakah konstitusi di Indonesia masih efektif?” tanya Husein. Saya
menjelaskan, konstitusi di Indonesia bekerja efektif karena Indonesia
mempunyai Pancasila.”
Kasus-kasus
yang Anda sebutkan sangatlah kecil dan hanya merupakan problem penegakan
hukum dan keamanan yang reguler saja. Indonesia yang terdiri dari lebih dari
17.000 pulau dengan penduduk sekitar 248 juta jauh lebih besar dari 20 negara
yang besar-besar di Eropa. Di Eropa yang negaranya kecil-kecil saja masih ada
kekerasan-kekerasan dan intoleransi seperti itu,” jawab saya, tentu dengan
membela Indonesia.
Alhasil,
secara konseptual Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara sudah sangat
kokoh, berhasil melumat setiap gerakan disintegrasi. Tantangan kita sekarang
bukanlah Pancasila sebagai ide atau cita (cita negara, cita hukum, cita
budaya, dan sebagainya), melainkan realitas ketidakadilan, melemahnya
supremasi hukum, merajalelanya korupsi, dan melebarnya kesenjangan sosial dan
ekonomi.
Hal-hal
itulah yang mengancam keutuhan Indonesia kini. Itu saya sampaikan di depan
putri Bung Karno, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, dan ribuan hadirin
pada syukuran hari lahirnya Pancasila di Tugu Proklamasi Rabu kemarin.
Tiga
hari yang lalu, 1 Juni 2016, Presiden sudah mengeluarkan Kepres Nomor 24/2016
tentang Hari Lahir Pancasila. Mudah-mudahan kita tetap ingat, tantangan bagi
Indonesia sekarang ini bukanlah soal cita-ideologis Pancasila, melainkan
penerapan Pancasila tersebut dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar