Mewaspadai Ancaman Inflasi
Candra Fajri Ananda ;
Dekan dan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya
|
KORAN SINDO, 30 Mei
2016
Perekonomian
Indonesia tahun ini dimulai dengan capaian yang tidak menggembirakan, meski
masih ada optimisme capaian lebih tinggi di periode berikutnya. Ekonomi
Indonesia pada kuartal I 2016 hanya tumbuh 4,92%, lebih rendah dibanding
kuartal IV 2015, 5,04%. Walaupun demikian, pemerintah masih optimistis
pertumbuhan ekonomi di akhir tahun mencapai 5,1-5,3%. Hal ini juga didorong
oleh keberhasilan pemerintah untuk mempertahankan tingkat inflasi pada
kisaran 3,6%. Akan sangat tidak berarti pertumbuhan ekonomi yang dicapai,
jika daya beli masyarakat turun drastis lantaran tingkat inflasi tidak
terkendali.
Oleh
karena itu, selain mengeluarkan jurus untuk mendorong produksi melalui
penurunan BI Rate, LVT (loan to value ) yang lebih rendah, paket-paket
kebijakan, di mana lebih berorientasi pada sisi penawaran (produksi), sangat
penting bagi pemerintah mempertahankan daya beli masyarakat melalui
pengendalian inflasi. Gambaran inflasi di Indonesia saat ini, 79,85% sangat
dipengaruhi oleh inflasi di daerah.
Untuk
itu pemerintah bersama Bank Indonesia membentuk TPID (Tim Pengendali Inflasi
Daerah) yang bertugas secara sinergis dengan pemerintah daerah untuk
mengendalikan inflasi. Secara ringkas kenaikan harga tidak selalu merupakan
inflasi. Dapat dikategorikan sebagai inflasi apabila memenuhi tiga syarat
utama, yaitu: 1) terjadi kenaikan harga; 2) terjadi secara umum; dan 3)
berlangsung terus menerus.
Jika
salah satu syarat tersebut tidak terpenuhi, kenaikan harga tidak dapat
dikatakan inflasi. Terjadinya inflasi dapat bersumber dari beberapa hal,
seperti sisi penawaran (cost push
inflation), tingginya permintaan (demand
pull inflation) maupun dua-duanya (mixed
inflation). Dalam praktiknya Bank Indonesia (BI) sebagai lembaga yang
memiliki tugas utama mengendalikan inflasi berpedoman pada IHK (indeks harga
konsumen) yang terdiri atas inflasi administrated
prices, inflasi inti dan inflasi volatile
foods.
Inflasi
administrated price secara umum
adalah inflasi yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah. Selanjutnya inflasi
volatile foods merupakan inflasi
yang disebabkan oleh kenaikan harga di sisi penawaran, semisal tata niaga
atau gagal panen. Yang terakhir, inflasi inti, yaitu inflasi yang disebabkan
oleh output gap dan ekspektasi inflasi. Berdasarkan sumbernya, terdapat
beberapa penelitian yang menyimpulkan, inflasi yang bersumber dari volatile
food sangat besar pengaruhnya pada pembentukan inflasi.
Inflasi
ini lebih banyak disebabkan oleh lemahnya sisi penawaran, yang bisa jadi
disebabkan oleh kegagalan panen, faktor cuaca, distribusi pangan dan lemahnya
koneksitas antardaerah, struktur pasar yang cenderung olipolistik, serta
ekspor impor antardaerah yang kadang tidak tercatat (kecuali yang melalui
pelabuhan). Inflasi yang terjadi seperti ini, sangat sering direspons oleh
pemerintah dengan kebijakan operasi pasar dan memperbaiki distribusi produk
tersebut.
Ramadan dan Meningkatnya
Belanja
Bulan
suci umat Islam segera datang, bulan yang ditunggu-tunggu sebagai waktu bagi
umat Muslim untuk meningkatkan sisi nilai spiritual kehidupannya. Sisi lain,
bulan Ramadan merupakan puncak bagi para produsen dan konsumen untuk
memproduksi serta memasarkan semua produk yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Fenomena
meningkatnya belanja masyarakat ini memang tidak hanya terjadi di Indonesia.
Di negara-negara Jazirah Arab, konsumsi rumah tangga meningkat hampir 30%
selama Ramadan. Di Indonesia, inflasi pada Ramadan tahun ini bisa lebih
tinggi karena momentumnya berdekatan dengan persiapan anak sekolah serta
masuk perguruan tinggi.
Kalau
dilihat dari sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia, penyumbang utama masih
dari sektor konsumsi, baik konsumsi masyarakat maupun pemerintah. Karena itu,
peranan pemerintah untuk menjaga inflasi tetap rendah dan stabil demi menjaga
daya beli sangat krusial. Jika inflasi lebih tinggi daripada kuartal I 2016,
pertumbuhan ekonomi tidak akan mampu menyejahterakan masyarakat.
Budaya
masyarakat Indonesia, seperti menyediakan menu tambahan selama Ramadan,
memborong baju dan sarung baru, bejibun hadiah bagi sanaksaudara, kegiatan
buka bersama dan sebagainya, mendorong kenaikan belanja masyarakat dan
munculnya aktivitas ekonomi baru. Tentu ini positif bagi perekonomian dan
pertumbuhan ekonomi.
Tetapi
kenikmatan ini akan lenyap jika inflasi tidak terkontrol. Dari tiga komponen,
inflasi dari volatile food yang paling dominan menentukan inflasi secara
umum. Secara umum dan yang terjadi selama ini, inflasi jenis ini disebabkan
oleh kendala produksi (dipengaruhi oleh cuaca, desakan alih fungsi lahan,
infrastruktur dan irigasi) serta inefisiensi struktur pasar, mekanisme buffer
(selain beras) yang belum optimal, dan lemahnya kelembagaan petani.
Dengan
demikian, kebijakan operasi pasar oleh pemerintah bisa jadi tidak efektif
jika terlalu fokus kepada pengoptimalan keberadaan barang di pasar. Kebijakan
tersebut perlu diimbangi oleh penertiban pasar yang cenderung oligopolistik,
di mana penguasa pasar didominasi oleh beberapa pengusaha saja.
Untuk
itu, kebijakan operasi pasar perlu dibarengi dengan operasi tertib, yang
dilakukan bersama-sama antara pemerintah, kepolisian, kejaksaan dan KPPU,
yang secara langsung terjun ke pasar. Dari penelitian TPID Jawa Timur,
perubahan harga di tingkat petani diperkirakan hanya 4% saja, sedangkan di
tingkat distributor dan pengepul bisa jauh di atas angka tersebut.
Melalui
operasi bersama ini, diharapkan pasar komoditi pangan semakin efisien. Selain
itu, sangat penting bagi pemerintah untuk mengantisipasi kenaikan permintaan
selama Ramadan dengan menjaga daya beli masyarakat. Presiden dan Menteri
Keuangan sudah menjanjikan bahwa akan ada gaji ke-13 dan 14 bagi PNS. Tentu
ini bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat tetap stabil.
Di
luar itu, belanja modal pemerintah terus membaik untuk tahun ini, meningkat
dari kisaran 3,5% tahun 2015 menjadi 8,5%. Membaiknya belanja modal ini,
termasuk dengan beroperasinya Dana Desa, yang difokuskan pada infrastruktur
perdesaan, akan mendorong pencapaian inflasi yang terkendali dan stabil,
lebih mudah. Dari uraian di atas, pemerintah pusat dan BI tidak bisa bekerja
sendiri, perlu kerja sama yang erat dengan pemerintah daerah.
Selama
ini, gangguan produksi misalnya oleh perubahan cuaca tidak terlalu dramatis
dibanding beberapa tahun lalu. Efisiensi pasar yang seharusnya terus dijaga
dan diciptakan melalui regulasi yang baik. Selain permasalahan struktur
pasar, petani juga memiliki hambatan di bidang aliran informasi. Sangat sering
petani tidak tahu sama sekali informasi tentang harga pasar.
Mereka
menanam pangan lebih banyak disetir oleh lingkungannya atau ikut-ikutan saja.
Jika petani tahu tentang harga pasar secara real time, bahkan salah satu BUMN
nasional sudah menyiapkan applikasi di mobile phone yang bisa dioperasikan
oleh petani, efisiensi pasar lebih mudah dicapai.
Untuk
inflasi inti, saat ini lebih banyak didorong oleh kandungan impor barang yang
diproduksi di dalam negeri. Pada kurtal pertama, sumbangan inflasi inti ini
sekitar 3,41% dan ini lebih rendah dari capaian tahun 2015. Untuk itu, BI
sebagai penguasa kebijakan moneter akan sangat menentukan untuk menjaga
stabilitas rupiah agar inflasi inti ini bisa dikendalikan.
Koordinasi dan Tukar
Informasi
Uraian
di atas menjelaskan betapa penanganan inflasi tidak bisa dilakukan oleh satu
pihak saja. Pemerintah, BI serta komponen bangsa yang lain seperti
kepolisian, kejaksaan, KPPU serta asosiasi, perlu bekerja sama untuk
membangun perekonomian Indonesia. Sering sekali terjadi, potret pertumbuhan
ekonomi yang terus meningkat, tetapi jumlah pengangguran dan kemiskinan masih
tinggi.
Salah
satu sebab potret itu akibat terjadinya inflasi yang tinggi. Pertukaran
informasi baik secara horisontal sesama kementerian/ lembaga dengan BI serta
vertikal antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/ kota, termasuk
antarpetani dan pasar, perlu terus ditingkatkan frekuensi dan kualitasnya.
Semakin
transparan, cepat dan tepat informasi harga yang diterima oleh petani dan pelaku
pasar, kualitas pasar akan semakin efisien. Petani dan para pelaku pasar
tentu akan tersenyum riang menyambut Ramadan karena semua produknya laku dan
terjangkau. ●
|
Harusnya ancaman inflasi sekarang bisa kita minimalisir ya dengan berinvestasi.. tentunya ya profitnya harus lebih besar ketimbang inflasinya hehe.. btw thank you artikel inflasinya sgt membantu..
BalasHapusinvestasi yang aman dari inflasi