Akta Kelahiran yang Menyelamatkan
Prasetyadji ; Peneliti Senior Institut Kewarganegaraan
Indonesia
|
KOMPAS, 14 Juni
2016
Pemerintah menerbitkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9/2016 tentang Percepatan Peningkatan
Cakupan Kepemilikan Akta Kelahiran, dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri
kepada para gubernur dan bupati/wali kota Nomor 471/1768/SJ tentang
Percepatan Penerbitan KTP-el dan Akta Kelahiran, 12 Mei 2016.
Terbitnya peraturan
ini membuat Nanik Purwoko dan para pengasuh panti asuhan di Indonesia lega
setelah puluhan tahun terus menunggu akta kelahiran untuk anak-anak yatim
piatu yang dirawatnya. Untuk biaya pengobatan anak-anak ini pun mereka harus
mengeluarkan biaya dari kantong sendiri, mengingat anak-anak ini tidak bisa
dibuatkan kartu BPJS Kesehatan, termasuk Maria Virginia yang sejak
kelahirannya memiliki kelainan jantung dan tidak memiliki lubang anus.
Dengan terbitnya kedua
peraturan itu, tidak perlu lagi berita acara pemeriksaan (BAP) kepolisian
untuk mengurus akta kelahiran anak-anak tersebut. Persyaratan BAP cukup
diganti surat pernyataan tanggung jawab mutlak (SPTJM) yang ditandatangani
ketua panti asuhan.
Sebagaimana diketahui,
selama ini untuk mengurus akta kelahiran bagi anak yatim piatu yang tak
diketahui orangtuanya, salah satu syaratnya adalah wajib melampirkan BAP
kepolisian.
Tragisnya, sejak
negara berdiri, belum pernah ada format BAP kepolisian untuk syarat
permohonan akta kelahiran. Format BAP yang ada merupakan turunan dari Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang notabene hanya terkait pada masalah
kriminal atau pidana.
Kedua peraturan
menteri ini memang sangat ditunggu anak- anak yatim piatu untuk mengurus akta
kelahiran di kantor dinas kependudukan dan catatan sipil, dan selanjutnya
untuk membuat kartu BPJS Kesehatan.
Contoh anak yang tidak
diketahui keberadaan orangtuanya adalah Maria Virginia, bayi merah yang
dibuang orangtuanya di pinggir rel kereta api di daerah Kebayoran Lama,
Jakarta Selatan, enam bulan lalu. Kondisi bayi saat itu sungguh memprihatinkan.
Napasnya tersengal-sengal, badannya dikerubungi semut dan lalat, dan
membutuhkan perawatan ekstra.
Ironisnya, ketika
hendak dilakukan operasi untuk membuat lubang pembuangan sementara di
perutnya, terjadi peristiwa memilukan hati. Kebetulan, pada saat berbarengan
ada empat bayi lain yang akan dioperasi. Empat bayi orang mampu itu
menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan alias gratis, sedangkan Maria Virginia
yang anak panti ini harus membayar Rp 50 juta!
Surat pernyataan
Melalui diskusi
panjang dengan pihak Kementerian Dalam Negeri, muncul ide, pemikiran, bahwa
untuk penyelesaian hukum anak-anak yatim piatu yang tidak diketahui
orangtuanya ini dapat dicarikan penyelesaian dengan dibuat semacam surat
pernyataan bertanggung jawab penuh oleh wali anak tersebut.
Pemikiran ini
dilandasi Pasal 4 huruf k UU No 12/2006 tentang Kewarganegaraan RI. Di sana
ditegaskan, "Anak yang lahir di wilayah negara RI apabila ayah dan
ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya
adalah warga negara Indonesia".
Artinya, setiap anak yang lahir di Indonesia adalah warga negara
Indonesia-dan sesuai UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak-harus segera
dibuatkan akta kelahirannya dengan tidak dikenai biaya.
Langkah terobosan ini
sungguh solutif dan manusiawi. Dengan terbitnya Permendagri ini, negara
memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan
status hukum setiap peristiwa kelahiran yang dialami penduduk, termasuk
perlindungan terhadap hak anak-anak.
Dalam surat edarannya,
Mendagri mengakui masih ada 96 juta (38,4 persen) dari 250 juta penduduk
Indonesia belum memiliki akta kelahiran. Apa yang dialami Maria Virginia di
Panti Asuhan Abhimata, Tangerang Selatan, adalah gambaran masalah anak- anak
yang tak diketahui asal-usul dan keberadaan orangtuanya di semua panti asuhan
dan rumah singgah di seluruh Indonesia. Padahal, dalam putusan Mahkamah
Konstitusi No 18/PUU-XI/2013 dikatakan, "Seseorang yang tidak memiliki
akta kelahiran secara de jure keberadaannya tidak dianggap ada oleh negara.
Hal ini mengakibatkan anak yang lahir tersebut tidak tercatat namanya,
silsilah keturunannya, dan kewarganegaraannya, serta tidak terlindungi
keberadaannya".
Penantian panjang itu
kini terjawab. Anak-anak yatim piatu yang tidak diketahui orangtuanya dapat
memperoleh haknya sebagai layaknya manusia. Kini, nyawa anak-anak yatim piatu
itu, termasuk Maria Virginia, bisa diselamatkan melalui akta kelahiran untuk
mengurus BPJS Kesehatan.
Namun, satu hal yang
prinsip adalah jajaran dinas kependudukan dan catatan sipil di kabupaten/kota
harus aktif mencari anak-anak yatim piatu ini untuk diberikan haknya, yaitu
akta kelahiran. Kewajiban itu merupakan amanat dari UU No 24/2013 tentang
Administrasi Kependudukan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar