Sadiq Khan dan Islam di Dunia Barat
Amidhan Shaberah ;
Ketua MUI (1995-2015);
Dirjen Bimas Islam dan Urusan
Haji Departemen Agama RI (1991-1996)
|
KORAN SINDO, 10 Mei
2016
”You’re going to be sworn
in before the Queen, what sort of bible would you like? I said: ”I swear on
the Koran, I’m a Muslim”. They said: ”We haven’t got a Koran, can you bring
your own?”. So I went to Buckingham Palace with my Koran and afterwards they
returned it and I said: ”No, can I leave it here for the next person.”
Petikan
kalimat di atas diucapkan Sadiq Khan ketika Gordon Brown, PM Inggris dari
Partai Buruh, mengangkatnya sebagai menteri transportasi Inggris pada 2009.
Dalam sebuah wawancara, Khan bercerita bahwa dirinya ditanya, ”Kau akan
disumpah di depan Ratu, Injil apa yang kaupilih?” Dia menjawab, ”Saya muslim,
saya bersumpah dengan Alquran.” Mereka berkata, ”Tapi, kami tidak punya
Alquran. Bisakah kamu membawa Alquran sendiri?” Setelah disumpah Ratu, mereka
mengembalikan Alquran itu kepada Khan dan dia berkata: ”Tidak usah
dikembalikan. Bisakah saya meninggalkan Alquran itu disini untuk dipakai
orang lain kelak?” (Evening Standard,
13 May 2015).
Mengomentari
pernyataan Khan, seorang netizen menyatakan, ”Biarkan Alquran itu berada di
Istana Buckingham untuk melantik muslim lain yang akan jadi perdana menteri
Inggris). Luar biasa. Itulah ”Islam” di Inggris— sebuah negeri kiblat Dunia
Barat.
Hari-hari
ini dunia masih heboh ketika Sadiq Khan, 45, Sabtu (7/5) terpilih menjadi
wali Kota (Major) London, ibu kota Inggris. Khan, putra imigran asal
Pakistan, yang ayahnya bekerja sebagai sopir bus, dalam pemilihan wali Kota
London tersebut menang 57% dari rivalnya, Zac Goldsmith, 41, dari Partai Konservatif,
putra keluarga konglomerat Yahudi Inggris.
Terpilihnya
Sadiq Khan sebagai wali Kota London ini benar-benar mengejutkan dunia.
Mengejutkan karena kampanye rasis yang diluncurkan kubu Goldsmith ternyata
tak memengaruhi pilihan warga Inggris. Bayangkan, kampanye Goldsmith yang
sangat rasis ini: ”Apakah kita akan
menyerahkan kota terhebat di dunia ini pada Partai Buruh yang menganggap
teroris sebagai teman?” Sadiq Khan memang dari Partai Buruh.
Dan,
setiap warga London pasti tahu Sadiq Khan juga beragama Islam – agama yang
diidentikkan (sebagian besar media massa Barat) dengan agama terorisme.
Apalagi, sekarang dunia tengah diramaikan isu kebiadaban tentara ISIS— Negara
Islam Irak-Suria—yang telah membunuh ratusan ribu orang di berbagai belahan dunia.
Kenapa
Sadiq Khan bisa terpilih sebagai wali kota di ibu kota negeri kiblat
peradaban Barat tersebut? Jawabnya mungkin panjang sekali. Tapi, satu hal
sangat jelas: Islam di Barat meski babak belur citranya (oleh isu terorisme
yang dilakukan sebagian kecil umat Islam), tetaplah menarik bagi orang Barat
yang berpikir objektif dan rasional. Orang Barat yang berpikir kritis niscaya
tahu, Islam mengajarkan perdamaian dan kasih sayang, bukan terorisme.
Banyak
sekali ayat Alquran yang menjelaskan bahwa Islam sangat menghormati nyawa
manusia. Dalam Alquran dinyatakan bahwa dosa orang yang membunuh satu manusia
tidak bersalah sama dengan dosa membunuh seluruh umat manusia. Sebaliknya,
orang yang menyelamatkan hidup satu manusia, seakan-akan ia menyelamatkan
seluruh umat manusia (QS 5:32).
Ayat
ini menunjukkan penghargaan Alquran terhadap nyawa manusia yang luar biasa.
Sejarah penaklukan Yerusalem (yang dikuasai Byzantium) oleh Salahuddin
Al-Ayyubi pada abad ke-12 yang berlangsung ”damai” misalnya sampai sekarang
masih menjadi kisah paling mengharukan di Barat.
Betapa
tidak, ketika Panglima Tentara Salib Richard The Lion Heart sakit, dengan menyamar, Salahuddin justru
mengobatinya. Dalam Perang Salib tersebut, meski pasukan Kristen kalah,
Salahuddin tetap menghormati Richard dan pasukannya. Karen Armstrong dalam
bukunya, Holy War, menggambarkan, saat Salahuddin dan pasukan Islam
membebaskan Yerusalem, tak ada satu orang Kristen pun yang dibunuh.
Tapi,
bagaimana kini? ISIS, Al-Qaedah, dan Al-Shabab— untuk menyebut tiga contoh
organisasi teroris yang memakai baju Islam—adalah pembantai-pembantai manusia
tak bersalah. Mereka bertiga adalah contoh dari radikalisme, ekstremisme, dan
terorisme yang ”menempel” pada Islam.
Barat
juga tidak akan pernah melupakan peristiwa pemboman WTC di New York
(11/9/2001), pembantaian Paris (13/11/2015) dan kantor redaksi majalah
Charlie Hebdo (7/1/2015), peledakan kereta api di London (7/7/2005), dan
pemboman Paddy’s Club, Bali (12/10/2002) yang pelakunya ”para teroris” berbaju
Islam itu.
Tapi,
masyarakat Barat terdidik yang berpikir kritis dan objektif juga tak
terpengaruh dengan ”embel-embel” terorisme pada Islam. Justru sebaliknya yang
terjadi: pascatragedi WTC ketika media massa Barat menghujat Islam, banyak
orang Barat yang intelek penasaran ingin mempelajari Islam dan Alquran.
Betulkah
Islam itu identik dengan terorisme? Hasilnya di luar dugaan: alih-alih
membenci Islam, mereka justru tertarik dan simpati kepada Islam. Bahkan
banyak di antara mereka kemudian masuk Islam. Pascatragedi 11/9/2001 tercatat
rata-rata 20.000 warga AS masuk Islam per tahun.
Penelitian
terbaru di AS makin mengejutkan: saat ini hampir 47% kaum muda AS justru
simpati kepada perjuangan rakyat Palestina. Padahal, 10 tahun lalu jumlah
mereka yang simpati hanya 15%. Jika simpati kepada perjuangan rakyat
Palestina ini identik dengan simpati kepada Islam dan kebencian kepada
Israel, data ini jelas sangat mengejutkan.
Cepat
atau lambat, umat Islam akan menjadi warga masyarakat AS yang jumlahnya signifikan
dan bisa memengaruhi kebijakan White House dan Capitol Hill. Kondisi yang
sama terjadi di Eropa. Jumlah umat Islam terus bertambah, baik di Eropa
Barat, Eropa Tengah, maupun Eropa Timur.
Pertumbuhan
jumlah kaum muslimin di Eropa ini bukan hanya terjadi karena faktor kaum
imigran muslim yang berasal dari Timur Tengah, Asia Selatan (India, Pakistan,
Bangladesh), dan Afrika, tapi juga berasal dari warga setempat yang berdarah
asli Eropa. Di Inggris misalnya, menurut CNN, jumlah umat Islam sekarang sudah
mencapai 4,7% dari populasi atau sekitar 3 juta jiwa.
Iniartinya,
dalam 10 tahun terakhir, populasi kaum muslim di Inggris naik 100%. Yang
menarik, kata CNN, jumlah umat Islam di Inggris ini tiap tahun terus
meningkat. Hal yang hampir sama terjadi di Prancis, Belgia, dan Spanyol.
Jumlah umat Islam terus meningkat. Ironinya, peningkatan tersebut justru
terjadi ketika citra Islam terpuruk akibat isu-isu terorisme.
Saat
ini memang citra Islam masih terpuruk di Inggris akibat isu-isu terorisme,
tapi orang-orang Inggris percaya, para pelaku terorisme adalah orang-orang
biadab yang ”menggunakan Islam” sebagai topeng. Sedangkan Islam adalah agama
yang dalam sejarah terbukti pernah memberikan teladan hidup yang damai,
toleran, dan cinta pengetahuan kepada umat manusia.
Sejarah
juga membuktikan revolusi industri di Inggris pun terpicu oleh penyebaran dan
perkembangan ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh umat Islam. Akhirnya,
terpilihnya Sadiq Khan sebagai wali Kota London menyadarkan Barat, terutama
Inggris, bahwa kampanye hitam terhadap Islam sudah bukan zamannya lagi.
Yang
sekarang dibutuhkan dunia adalah kerja sama antaragama untuk membangun
peradaban yang cinta damai dan membangun kesejahteraan umat manusia. Dalam
Alquran disebutkan, Allah menciptakan manusia, laki-laki dan perempuan dan
menjadikan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya saling
kenal-mengenal (Al-Hujarat 13).
Ayat
ini menyuruh manusia agar berpikir universal, humanis, dan saling menghargai.
Nabi Muhammad sendiri menyatakan bahwa sebaik-baiknya manusia adalah manusia
yang paling bermanfaat bagi manusia lain. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar