Momentum Krusial Golkar
Bambang Soesatyo ;
Bendahara Umum DPP Partai
Golkar;
Ketua Komisi III DPR RI
|
KORAN SINDO, 11 Mei
2016
Produk
Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar 2016 menjadi potret
yang akan menggambarkan profil masa depan partai; tetap besar dan makin kuat
atau sebaliknya, menjadi semakin kecil dan lemah. Inilah tantangan sekaligus
persoalan yang patut dipertimbangkan semua DPD, DPD I, dan DPD II Partai
Golkar saat memasuki forum Munaslub yang mulai digelar 15 Mei 2016.
Benar
bahwa Partai Golkar sekarang ini masih tercatat sebagai kekuatan politik
besar. Tetapi, harus diakui pula bahwa kebesaran Golkar saat ini adalah
sisa-sisa kejayaan masa lalu. Kebesaran Golkar masa lalu telah direduksi oleh
beberapa partai politik (parpol) baru yang justru didirikan dan dibesarkan
oleh mantan kader unggulan Partai Golkar. Parpol-parpol baru itu kini bahkan
mampu menghadirkan perwakilan mereka di DPR RI.
Kalau
saja kedigdayaan masalaluitutakdireduksi, Partai Golkar saat ini pastilah
masih sangat powerful. Setidaknya bisa ikut mengendalikan dan memengaruhi
jalannya pemerintahan. Sebagai kekuatan politik yang besar, apakah Golkar
masih punya daya atau posisi tawar yang kuat? Semua kader Partai Golkar pasti
bisa menjawab pertanyaan ini.
Tentu
saja jawaban itu harus realistis dan mengacu pada fakta. Faktanya, alih-alih
punya posisi tawar, Partai Golkar justru menghadapi masalah serius karena
belasan bulan terperangkap dalam kepengurusan ganda. Lalu, jika awalnya
berani mengambil posisi sebagai oposisi yang kritis, Partai Golkar kemudian
justru mengubah sikapnya menjadi partai pendukung pemerintahan Presiden Joko
Widodo-Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Inkonsistensi
sikap dan posisi politik yang demikian memudahkan publik untuk mengukur
kuat-lemahnya daya tawar Partai Golkar. Sekadar diketahui saja, beberapa jam
setelah penetapan jadwal final Munaslub yang diumumkan pada Selasa (3/5) lalu
beredar isu di kalangan elite bahwa pemerintah mendukung penuh seorang calon
ketua umum (caketum) Partai Golkar yang akan bertarung di forum Munaslub.
Isu
ini menjadi aneh dan cenderung menyesatkan karena inisial sosok caketum yang
konon dijagokan pemerintah itu bermasalah dari aspek latar belakangnya. Sosok
ini dijagokan pemerintah karena asumsi dan kalkulasi politiknya praktis saja.
Jika yang bersangkutan menjadi ketua umum, Partai Golkar akan mudah
dikendalikan karena sang ketua umum punya masalah yang setiap saat bisa
dibuka kembali.
Namanya
juga isu, tentu saja tidak layak untuk dipercayai. Tetapi, isu seperti ini
patut digarisbawahi oleh semua peserta Munaslub Golkar. Pertama, pasti selalu
saja ada kekuatan politik lain yang ingin melihat Golkar tetap lemah. Golkar
yang rapuh hanya akan menguntungkan parpol lain. Dalam jangka dekat, semua
parpol harus melakukan persiapan maksimal untuk menghadapi agenda Pilkada
2017.
Kalau
Golkar gagal mewujudkan soliditasnya sepanjang sisa tahun ini, parpol lain
yang akan memetik kemenangan di ajang pesta demokrasi pada tahun mendatang
itu. Kedua, menuju pe-laksanaan Munaslub, semua kader harus bertekad untuk
menjadikan Golkar sebagai sarana bersama untuk pengabdian dan perjuangan demi
kepentingan rakyat dan negara.
Golkar
harus dibangun kembali agar menjadi kekuatan politik besar yang kuat dan powerful. Semua peserta Munaslub harus
gigih menjaga marwah kekaryaan partai agar Golkar jangan sampai dijadikan
alat oleh segelintir orang untuk berlindung atau sekadar tameng. Selama
belasan bulan belakangan ini, kader dan simpatisan Golkar sudah merasakan
pahit akibat rapuhnya organisasi partai ini.
Karena
itu, forum Munaslubmenjadi momen yang sangat krusial. Jika peserta Munaslub
keliru atau salah memanfaatkan momentum Munaslub, produk Munaslub itu justru
akan membuat Golkar semakin lemah, minus daya tawar. Golkar mungkin akan
tetap menjadi kekuatan politik yang besar, tapi keropos. Dan, karena keropos,
Golkar berpotensi digunakan sebagai alat saja untuk melegitimasi berbagai
kebijakan politik penguasa, tanpa sedikit pun daya tawar. Tidak ada manfaat sedikit
pun yang bisa didapatkan Partai Golkar dan para kadernya.
Regenerasi dan Pemersatu
Bertempat
di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Sabtu (7/5), Komite
Pemilihan Munaslub telah mengumumkan delapan caketum Partai Golkar, meliputi
Ade Komaruddin, Aziz Syamsuddin, Mahyudin, Setya Novanto, Airlangga Hartarto,
Priyo Budi Santoso, Syahrul Yasin Limpo, dan Indra Bambang Utoyo. Setelah
beberapa kali mengalami perubahan jadwal, Munaslub Golkar akhirnya akan
dilaksanakan pada 15 - 17 Mei 2016 di Nusa Dua, Bali, dan akan dibuka oleh
Presiden Joko Widodo.
Setelah
bebas dari masalah internal yang berkepanjangan, persoalan atau isu utama
bagi internal Partai Golkar adalah konsolidasi untuk mewujudkan soliditas
partai guna menghadapi sejumlah agenda politik, utamanya pilkada serentak
pada awal 2017. Tetapi, publik biasanya tidak terlalu peduli program-program
internal Golkar mewujudkan soliditas partai.
Seperti
forum musyawarah nasional lain, isu tentang pemilihan ketua umum lebih seksi
di mata publik. Karena itu, tidak mengherankan jika pergunjingan tentang
bakal ketua umum Golkar yang baru lebih ramai dibanding program para caketum.
Aspek strategis yang patut digarisbawahi para peserta Munaslub adalah
regenerasi.
Suka
atau tidak suka, regenerasi kepemimpinan Partai Golkar praktis menjadi
kewajiban yang tidak bisa dihindari lagi. Ibarat arus kuat, regenerasi
kepemimpinan pada berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara sudah
tidak bisa dibendung lagi, termasuk kepemimpinan di parpol.
Mantan
Presiden BJ Habibie sudah berulangkali mengingatkan hal ini. Dia menyarankan
agar sosok pemimpin parpol atau pemerintahan berusia di bawah 60 tahun. Beberapa
parpol sudah berani melakukan regenerasi itu dengan menghadirkan orang muda
pada jabatan ketua umum.
Partai
Golkar pun ditantang untuk melakukan hal yang sama, menghadirkan pemimpin
muda yang memenuhi prinsip prestasi, dedikasi, loyalitas, dan tidak tercela
(PDLT). Orang muda yang kepribadian dan latar belakangnya tidak bermasalah,
dengan intelektualitas yang mumpuni, serta rekam aktivitas politik yang
panjang dan teruji.
Munaslub
menjadi pilihan setelah Partai Golkar dirundung masalah internal yang cukup
lama dan menghabiskan banyak energi. Golkar pun nyaris berkeping-keping. Maka
itu, semangat menyatukan kembali semua elemen Golkar harus menjadi arus utama
Munaslub. Sekadar memilih ketua umum saja menjadi tidak bermakna apa-apa jika
tidak mampu merajut persatuan elemen partai.
Tak
bisa ditutup-tutupi lagi bahwa saat ini Partai Golkar sangat membutuhkan
tokoh pemersatu sebagai pemimpin. Kebutuhan akan sosok pemersatu ini sangat
mendasar. Sosok pemersatu yang melekat pada diri ketua umum Golkar dibutuhkan
karena dia harus mampu mengharmonisasi semua faksi di internal Partai Golkar
menjadi kesatuan yang utuh.
Jika
harmonisasi internal terwujud, itulah kekuatan utama untuk membangun Golkar
menjadi partai besar yang kuat dengan daya tawar yang mumpuni. Sudah barang
tentu sosok ketua umum Golkar pun harus bersih dari persoalan etika dan
moral, serta tidak terlibat persoalan hukum.
Faktor
ini sangat penting untuk mendongkrak citra Golkar yang belakangan ini
terpuruk. Perbaikan citra harus terus dilakukan dari waktu ke waktu karena
semua insan Golkar pun akhirnya ingin daya elektoral partai semakin kuat.
Mudah-mudahan, catatan singkat ini dapat menginspirasi peserta Munaslub
Partai Golkar 2016 di Bali. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar