Sebaran Flu Burung Setelah H5N1
Tri Satya Putri Naipospos ;
Center for Indonesian
Veterinary Analytical Studies
|
KOMPAS, 09 April
2016
Belakangan ini kita
menyaksikan virus flu burung masih berjangkit di beberapa daerah. Kita tidak menyadari
selama dua tahun terakhir di seluruh dunia telah muncul subtipe-subtipe baru
selain H5N1.
Masalahnya ada 18 tipe
H dan 11 tipe N yang berbeda. Kombinasi apa pun mungkin saja terjadi, dan ada
galur berbeda dalam setiap subtipe virus, seperti H5N2, H5N3, H5N6, H5N8,
H7N2, H7N3, H7N6, H7N8, H7N9, H9N2, dan H10N8. Di antaranya wabah H5N2 dan
H7N9 jadi berita utama media internasional.
Para ahli masih
mengkhawatirkan virus-virus ini berpotensi menular secara mudah ke manusia
dan mengarah pada munculnya pandemi. Adaptasi virus-virus AI dimungkinkan
karena perubahan gen virus secara konstan, baik lewat mutasi gen atau
pertukaran gen dengan virus influenza yang lain.
Perubahan genetik bisa
memodifikasi karakteristik biologis virus, sehingga meningkatkan
patogenisitasnya terhadap unggas atau meningkatkan daya penularannya ke
manusia. Dengan cara ini terbentuk virus-virus H5N2, H5N6, dan H5N8 yang
berasal dari pertukaran gen dengan virus H5N1 yang zoonotik.
Setelah H5N1 deteksi
pertama pada 2003 di Tiongkok, virus ini seakan hampir lenyap pada 2004.
Begitu kembali, gerakan virus ini tidak terkendali, menyebar ke seluruh Asia
di akhir 2004, Eropa Timur (2005), dan bergerak ke Timur Tengah, Afrika, dan
merebak hampir ke seluruh Eropa pada 2006.
Kenyataannya, virus
H5N1 telah menyebar pada populasi unggas di 55 negara. Wabah di sejumlah
negara, termasuk Indonesia, dalam skala rendah masih terus berlangsung hingga
kini. Sampai Maret 2016, ada 846 kasus manusia tertular, separuhnya meninggal
dunia. Di Indonesia sendiri, ada 199 kasus manusia tertular, tetapi yang
meninggal dunia lebih tinggi (84 persen).
Wabah unggas
Sebanyak 309 wabah AI
pada unggas dilaporkan ke Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) pada 2015,
147 persen lebih tinggi daripada 2014. Sampai musim panas 2014, wabah AI
mereda di wilayah Asia Timur. Namun, pada September 2014, selain H5N1, wabah
H5N2, H5N3, H5N6, dan H5N8 pada unggas mulai terdeteksi di Tiongkok. Wabah
H5N6 dilaporkan di Laos, Vietnam, dan Hongkong.
Wabah yang disebabkan
virus H5N8 berpatogenisitas tinggi terjadi Januari-April 2014 di Korea
Selatan dan Jepang. Setelah lima bulan tidak dilaporkan, virus H5N8
terdeteksi lagi pada September di Korea Selatan dan November di Jepang. Wabah
H5N2, H5N3, dan H5N8 dilaporkan di Taiwan awal 2015.
Virus H5N8 yang
dimulai di Korea Selatan dan Jepang diasumsikan bergerak ke Eropa akhir 2014
melalui invasi burung migran. Sejak itu, terjadi sejumlah wabah di sejumlah
negara di Eropa dari subtipe virus H5N8 dan H5N2 yang bertukar gen.
Wabah H5N8 pada unggas
komersial pertama kali terdeteksi di Jerman pada November 2014, diikuti
Belanda, Inggris, dan Italia. Akibat wabah ini, Indonesia menutup impor bibit
ayam dari Jerman, Belanda, dan Inggris.
Virus H5N8 di AS
pertama kali diisolasi dari burung-burung liar hasil tangkapan, kemudian dari
ayam belakang rumah pada Desember 2015. Virus ini kemudian ditemukan juga
pada peternakan kalkun komersial pada Januari 2015. Wabah H5N2 terburuk yang
menyerang peternakan unggas komersial secara luas terjadi di AS pada Maret
2015. Akibat wabah ini, 50 juta ekor unggas telah dimusnahkan dengan
penyebaran di 20 negara bagian. Dampaknya lebih dari 40 negara (termasuk
Indonesia) melarang impor unggas dari AS.
Begitu juga wabah yang
disebabkan subtipe H7 muncul dalam dua tahun terakhir. Wabah H7N3 dilaporkan
di Meksiko, wabah H7N7 di Inggris dan di awal 2016 wabah H7N8 di AS.
Sejumlah virus AI,
selain H5N1, yang dapat menular ke manusia, meliputi H7N3, H7N7 H7N9, H9N2,
dan H10N8. Beberapa dari infeksi bisa sangat hebat dan bisa menimbulkan
kematian, tetapi banyak juga yang ringan atau bahkan tidak menunjukkan gejala
pada orang.
Virus baru hasil
pertukaran gen yang muncul pada 2013 di Tiongkok adalah H7N9. Sampai Maret
2016, 791 kasus manusia dilaporkan dan 38 persen di antaranya meninggal
dunia. Sifat patogenisitas virus H7N9 pada unggas rendah dan tidak
menunjukkan gejala klinis, sehingga sulit mendeteksinya pada populasi unggas.
Infeksi sporadis pada
manusia dengan virus-virus H5N6, H9N2, dan H10N8 juga dilaporkan. Kasus H5N6
pertama kali menular ke manusia terjadi di Tiongkok pada Mei 2014,
menyebabkan tiga orang terinfeksi dan dua meninggal dunia.
Virus H9N2 perlu
diamati secara cermat karena jadi pendonor gen bagi virus H5N1 dan H7N9.
Mesir juga melaporkan kasus H9N2 pada manusia.
Virus H10N8 pertama
kali dilaporkan pada November 2013 juga di Tiongkok, menyebabkan tiga orang
terinfeksi dan dua meninggal dunia. Hasil penelitian menunjukkan, pasar
unggas hidup merupakan sumber infeksi virus H10N8 tersebut.
Dinamika global
Virus AI menyebar
melalui kotoran dan cairan hidung dari burung-burung liar. Sebagian besar
burung-burung ini tidak menunjukkan gejala klinis terinfeksi. Burung-burung
yang sehat ini terus terbang mengikuti jalur terbang masing-masing.
Secara kasar di dunia
ini ada sembilan pola jalur terbang burung yang berbeda satu sama lain.
Selain jalur terbang Amerika Utara yang terpisah, kebanyakan saling tumpang
tindih di Kutub Utara. Kemungkinan hal ini yang menyebabkan burung-burung
liar dari Asia menyebarkan virus ke burung-burung liar lainnya, yang kemudian
membawa virus tersebut ke berbagai negara.
Meski tidak diketahui
pasti ke mana arah dinamika global virus AI, tetapi dunia harus tetap
waspada. WHO telah mengingatkan tentang diversitas dan distribusi geografis
virus-virus AI yang bersirkulasi pada unggas domestik dan liar yang memang
belum pernah terjadi sebelumnya.
Sinyal yang
mengindikasikan virus influenza, terutama milik unggas, saling menukarkan
material genetik memicu munculnya virus baru. Untuk itu, para ahli harus
menggunakan surveilans modern dan alat analisis genetika secara
berkelanjutan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar