Menggurui,
Mempolisikan, Menyopir dan Memiloti
Holy Adib
; Wartawan HALUAN dan Pemerhati Bahasa
Indonesia
|
HALUAN,
05 Januari 2016
Ketika seseorang yang
mengajarkan sesuatu bermaksud untuk bersikap rendah hati, ia akan mengatakan
kepada orang yang diajarkannya bahwa ia tidak menggurui, tapi hanya berbagi
pengetahuan atau pengalaman.
Kata menggurui lazim digunakan
oleh masyarakat kita dalam petuturan sehari-hari. Walau menggurui terdapat
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), namun lema tersebut perlu ditinjau
ulang.
Seperti yang kita ketahui, menggurui berasal
dari kata dasar guru. Dalam KBBI Pusat Bahasa Edisi Keempat, menggurui berarti menjadikan
dirinya sebagai guru (dengan mengajari, menasihati, dan sebagainya).
Contoh kalimat yang dituliskan KBBI terkait kata tersebut: saudara
tidak perlu menggurui kami.
Apabila kita melihat sepintas lalu, tidak ada
yang salah dengan kata menggurui. Namun, ada yang terasa janggal
jika kita memandang menggurui dari unsur kata
pembentuknya. Guru merupakan kata benda, sementara menggurui adalah
kata kerja. Dalam KBBI, guru berarti orang yang
pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar. Dari definisi
itu, guru berarti suatu profesi, lebih dari sekadar pekerjaan. Dalam konteks
profesi atau pekerjaan ini, janggal rasanya jika kata benda menjadi kata
kerja.
Kejanggalan itu terlihat apabila guru diganti
dengan dosen. Meski guru dan dosen memiliki tugas yang sama,
yakni mengajar, (bedanya guru mengajar di sekolah, sementara dosen mengajar
di perguruan tinggi), namun selama ini belum ada orang yang mengatakan mendoseni.
Memang, pengguna kata menggurui mungkin
tidak merujuk kata itu dari definisi guru sebagai profesi,
tapi diambil dari pengertian guru secara luas. Namun demikian,
tetap saja terasa keliru apabilamenggurui dijadikan kata kerja.
Padahal, banyak kata yang bisa menggatikannya, antara lain, mengajari,
menasihati, mendidik, dan memberikan ilmu.
Mari kita uji keanehan kata menggurui. Bisakah
semua profesi atau pekerjaan menjadi kata kerja jika diberi imbuhan? Bisakah dokter menjadi mendokteri, polisi menjadi mempolisikan,
dan wartawan menjadi mewartawani? Jika pola
perubahan kata benda tadi bisa diterima menjadi kata kerja seperti yang
terjadi pada kasus menggurui, maka seharusnya mendokteri bisa
diartikan sebagai mengobati, karena pekerjaan dokter adalah
mengobati. Lalu, mempolisikan dapat
dimaknai sebagai menangkap, sebab salah satu tugas polisi
adalah menangkap pelanggar undang-undang. Begitu juga dengan mewartawankan,
yang seharusnya bisa didefinisikan sebagai memberitakan. Akan
tetapi, kenyataannya tidak begitu. Mendokteri, mempolisikan,
dan mewartawankan adalah bentuk salah kaprah berbahasa, seperti
halnya menggurui.
Mempolisikan
Kata Mempolisikan jamak
dipakai oleh penutur bahasa Indonesia, termasuk wartawan. Di media massa,
kata mempolisikan (kata kerja aktif) atau dipolisikan (kata
kerja pasif), biasanya dipakai dalam berita yang berkaitan dengan masalah
hukum. Apabila seseorang melaporkan lawannya ke polisi, maka wartawan yang
meliput bidang hukum dan kriminal memilih diksi mempolisikan saat
menulis berita pelaporan itu.
Saya tidak tahu apakah kata mempolisikan adalah
bahasa wartawan atau bahasa polisi. Jika mempolisikan adalah
bahasa polisi, lalu wartawan mengutipnya, maka kacaulah bahasa dalam berita
surat kabar, sebab berbahasa yang benar memang bukan bidang polisi,
sedangkan wartawan adalah pihak yang seharusnya memahami bahasa, setidaknya
daripada polisi. Sebaliknya, apabila mempolisikan adalah
bahasa wartawan, itu menunjukkan kacaunya pengetahuan wartawan yang
bersangkutan terhadap bahasa sehingga menggunakan saja kata yang sudah umum
dipakai, tanpa merasa perlu mencari tahu apakah kata tersebut benar atau
salah, terdapat dalam kamus atau tidak. Mengenai penggunaan kata-kata yang
berbau bahasa polisi, kebanyakan wartawan menggunakan istilah dari polisi
“bulat-bulat” tanpa mesti berpikir, apalagi mengkritiknya sebelum
menggunakannya, walau bahasa itu menabrak logika bahasa.
Kembali ke persoalan makna mempolisikan.
Jika kita mengurai kata mempolisikan, maka arti yang kita
temukan adalah menjadikan polisi. Makna itu saya simpulkan dari pengertian menggurui dalam
KBBI, bahwa menggurui berarti
menjadikan dirinya sebagai guru. Kalau akhiran –i itu
diganti dengan –kan, maka menggurukan orang
lain berarti menjadikan orang tersebut sebagai guru. Jadi, apabila
seseorang mempolisikan lawannya kepada polisi, itu berarti ia
tidak melaporkan atau mengadukan lawannya kepada polisi, tapi membuat lawannya
menjadi polisi.
Menyopir
Contoh kasus yang sama dengan kata menggurui dan mempolisikan adalah
kata menyopir. Semua orang sudah tahu bahwa menyopir yang
berasal dari kata sopir, berarti mengendarai atau mengemudikan mobil.
Menyopir diakui oleh KBBI sebagai kata kerja. Ada
dua kata kerja yang diambil oleh KBBI dari kata sopir,
yakni menyopir yang berarti mengemudikan mobil,
dan menyopiri yang berarti menjadi sopir pada
(mobil dan sebagainya); mengendarai; mengemudikan; menjalankan. Pada
dua kata kerja tersebut, KBBI mengkhususkan kata kerja menyopir hanya
untuk mobil. Padahal, pada kata dasarnya, KBBI menyebutkan bahwa sopir
tidak hanya pengemudi mobil. Menurut KBBI, sopir adalah juga pengemudi mobil
(bemo dan sebagainya). KBBI mencontohkan pemakaian kata sopir juga untuk
becak, yakni pengemudi becak atau tukang becak.
Saya tidak ingin mengomentari perihal tidak
konsistennya KBBI dalam memberikan arti sopir pada kata
dasar sopir dan menyopir dan menyopiri.
Saya ingin mengomentari perihal kata dasar sopir yang dijadikan menyopir
dan menyopiri oleh KBBI. Hal yang terjadi pada kata menyopir,
juga terjadi pada kata memiloti. Pilot, yang dalam KBBI
berarti pengemudi pesawat terbang; penerbang, menjadi memiloti
sebagai kata turunan dari pilot. Menurut KBBI, memiloti berarti menjadi
pilot pada (dari); mengemudikan (pesawat terbang).
Kalau sopir bisa
menjadi menyopir dan pilot menjadi memiloti,
seharusnya masinis (pengemudi lokomotif) juga bisa
menjadi memasinis atau memasinisi, kusir (orang
yang menjalankan kereta kuda seperti andong dan dokar) menjadi mengandong atau mendokar, nahkoda (pengemudi
kapal laut) menjadi menahkodai dan setiap pekerjaan bisa
menjadi kata kerja yang kata dasarnya diambil berdasarkan penyebutan
pekerjaan tersebut. Akan tetapi, dalam KBBI tidak ada kata memasinis, mengandong atau mendokar
dan menahkodai.
Jadi, menggurui, mempolisikan, menyopir,
dan memiloti adalah kata benda yang dipaksa menjadi kata
kerja sehingga menimbulkan tabrakan logika bahasa. Padahal kita mengetahui
bahwa sesuatu yang dipaksakan biasanya menghasilkan sesuatu yang tidak
baik.
Khusus untuk mempolisikan,
seandainya mempolisikan benar sebagai kata kerja,
seharusnya mempolisikan ditulis memolisikan seperti
yang terjadi pada menyopir dan memiloti, karena
di sana berlaku hukum peluluhan terhadap konsonan K, P, S dan T.
Jadi, meski menggurui, menyopir dan memiloti terdapat
dalam KBBI, kita tidak harus menerima kata tersebut begitu saja. Segala sesuatu
yang terasa janggal atau menyimpang dari aturan, mesti kita tinjau ulang
dengan semangat mencari kebenaran, termasuk kebenaran bahasa. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar