Kerja Sama Indonesia-AS untuk Iklim
Rachmat Witoelar ;
Utusan Khusus Presiden untuk
Pengendalian Perubahan Iklim
|
KOMPAS,
05 Desember 2015
Agenda Presiden Joko
Widodo berkunjung ke Amerika Serikat sudah berlangsung Oktober lalu. Dalam dialognya
dengan Presiden AS Barack Obama, dibahas permasalahan seputar ASEAN,
terorisme, dan perubahan iklim.
Seperti halnya Amerika
Serikat, perubahan iklim merupakan isu penting bagi Indonesia. Peran
Indonesia sejak pelaksanaan pertemuan Konferensi Para Pihak (COP 13/CMP 3) di
Bali pada 2007 telah diakui dunia sejalan dengan kebijakan nasional Indonesia
untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Saat ini, Indonesia telah pula
menunjukkan peran penting dan kepemimpinannya dengan menyampaikan dokumen Intended Nationally Determined
Contribution (INDC) sebagai bentuk partisipasi Indonesia dalam upaya
global pengendalian perubahan iklim.
Dalam periode
keduanya, Presiden Obama telah menyampaikan komitmen untuk memastikan
partisipasi Amerika Serikat dalam upaya global yang sama. Komitmen ini
mendapatkan sambutan baik dari berbagai pihak. Maka, berbagai inisiatif dan
kerja sama baru telah dilakukan Pemerintah AS.
Kerja sama terkait
penanganan dan pengendalian perubahan iklim antara Indonesia dan AS telah
berjalan cukup lama di berbagai sektor. Sudah selayaknya kerja sama ini
semakin ditingkatkan di masa datang.
Dialog di antara kedua
kepala negara yang dilaksanakan menjelang pertemuan COP 21 di Paris itu
merupakan momen historis yang tidak hanya memperkuat kerja sama bilateral
kedua negara, tetapi juga memperkuat komitmen global dalam penanganan
perubahan iklim melalui kepemimpinan masing-masing.
Pertemuan di AS itu
juga akan meningkatkan momentum Agenda 2030, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
telah disepakati para pemimpin dunia untuk menghapus kemiskinan, melawan
ketidakadilan, dan mengatasi perubahan iklim.
Tanggung jawab bersama
Sebelumnya, September
lalu, telah dilaksanakan pertemuan tingkat Menteri untuk Energi dan Perubahan
Iklim atau Major Economies Forum on
Energy and Climate (MEF) di New York. Sebagai salah satu negara anggota
MEF, Indonesia secara aktif terlibat dalam diskusi tersebut.
Saya sebagai Utusan
Khusus Presiden untuk Pengendalian Perubahan Iklim memimpin Delegasi
Indonesia dalam pembahasan yang mengangkat beberapa tema kunci, yaitu
transparansi, tujuan jangka panjang, diferensiasi, dan pendanaan.
Dalam forum tersebut,
mewakili Indonesia, saya mengemukakan pandangan Indonesia bahwa semua negara
harus melakukan aksi untuk mengatasi perubahan iklim sesuai kondisi nasional
dan prioritas pembangunan masing-masing.
Saya juga menyampaikan
bahwa transparansi merupakan hal yang harus diterapkan, baik dari sisi
pemberi dukungan maupun penerima dukungan, untuk pelaksanaan aksi. Hal ini
penting dan mendasar karena itu perlu satu sistem transparansi yang tetap
mengakomodasi fleksibilitas berdasarkan prinsip Common but Differentiated Responsibilties and Respective Capabilities
(CBDR-RC).
Sebagai bagian dari
pertemuan MEF, juga dilaksanakan sesi khusus Menteri Luar Negeri yang
dipimpin Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry. Dalam kesempatan
itu, saya menyampaikan pernyataan Menteri Luar Negeri RI Retno P Marsudi yang
menekankan bahwa upaya penanganan dan pengendalian perubahan iklim ini harus
dilihat bukan hanya dari pembedaan kewajiban semata, melainkan juga
menekankan pentingnya tanggung jawab semua negara untuk melakukan aksi nyata.
Dengan demikian,
CBDR-RC akan menjadi peluang bagi negara berkembang untuk berkontribusi
secara signifikan, sementara negara maju tetap harus memimpin untuk melakukan
aksi nyata yang lebih ambisius.
Hal ini sebetulnya
telah terbukti, berbagai pemangku kepentingan di Indonesia, baik dari sisi
pemerintah, pelaku usaha, maupun masyarakat, telah melakukan berbagai upaya
berdasarkan kemampuannya. Tanpa disadari, semua pihak turut bertanggung jawab
untuk mengatasi permasalahan perubahan iklim dan memanfaatkan peluang yang
ada.
nerasi saat ini
Sekretaris Jenderal
PBB Ban Ki-moon dan juga Presiden Obama pernah menyampaikan pernyataan yang
menekankan bahwa generasi kita saat ini merupakan generasi pertama yang
merasakan dampak perubahan iklim, dan kita pulalah generasi terakhir yang
dapat melakukan sesuatu untuk mengatasinya.
Di sini Indonesia
dapat mengambil peran penting dengan bekerja sama dengan AS. Inilah
kesempatan bagi kedua negara sebagai bagian dari masyarakat dunia mencegah
kerusakan sebagai dampak perubahan iklim.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar