Kamis, 17 Desember 2015

Investasi dan Stagnasi

Investasi dan Stagnasi

Benny D Koestanto  ;  Wartawan Kompas
                                                      KOMPAS, 16 Desember 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Investor dan pelaku pasar keuangan global terperanjat Desember ini. Harga kontrak minyak West Texas Intermediate dan Brent anjlok, masing-masing turun 5 dan 12 persen selama sepekan. Keduanya berada di bawah 40 dollar AS per barrel.

Badan Energi Internasional pun mengingatkan suplai minyak yang sudah berlebih saat ini bisa membuat harga minyak semakin turun tahun depan.

Kecemasan atas masa kini dan masa depan-khususnya sepanjang 2016-menggelayut di pasar. Semua belum jelas.

Apakah Federal Open Market Committee Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed), pertengahan pekan ini yang juga pertengahan Desember akan memberi kejelasan arah normalisasi moneter di AS?

Bagaimana dengan kondisi dan prospek perekonomian Tiongkok, termasuk kebijakan devaluasi atas mata uang yuan? Bagaimana efeknya atas perekonomian Uni Eropa dan Jepang?

Dugaan terjadinya stagnasi pertumbuhan ekonomi secara sekuler membayang di depan mata. Sebuah stagnasi secara sekuler, yakni terjadinya suatu kemerosotan ekonomi yang bukan disebabkan oleh siklus bisnis, tetapi lebih merupakan kondisi permanen.

Perkembangan kondisi perekonomian di Amerika, Eropa, dan Asia tersebut diperkirakan masih akan membayangi perkembangan perekonomian global. Apakah kondisi stagnasi pertumbuhan layaknya di Jepang, Uni Eropa, akan merembet ke benua lain termasuk Asia pada umumnya dan Indonesia?

Prospek Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah memperoleh aneka sentimen yang mengiringi. Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini masih lebih baik dibandingkan negara-negara berkembang lainnya, IHSG tahun ini telah turun sekitar 15 persen hingga akhir pekan kedua Desember 2015. Nilai tukar rupiah juga melemah sekitar 12 persen di pasar spot. Dengan posisi IHSG di akhir tahun ini di level 4.500, misalnya, maka indeks rawan kembali ke level 3.500-3.700 tahun depan. Mata uang garuda pun diperkirakan berada di atas level Rp 14.000 per dollar AS sebagaimana pada September lalu sempat menembus Rp 14.700 per dollar AS.

Kondisi finansial dan ekonomi internasional yang turun dalam beberapa bulan terakhir, sebagaimana dinyatakan Bank Dunia pada Oktober 2015, telah meningkatkan tantangan pengelolaan ekonomi makro di Indonesia dan risiko penurunan terhadap prospek jangka pendek.

Penghindaran risiko global meningkat karena kekhawatiran perlemahan pertumbuhan Tiongkok dan volatilitas pasar keuangan, serta prospek jangka pendek kebijakan moneter AS.

Selain itu, prospek bagi pasar berkembang dan perdagangan dunia semakin melemah, dengan kelebihan pasokan mendorong penurunan harga komoditas.

Pertumbuhan

Di tengah berbagai tantangan yang telah dan masih akan dihadapi pada tahun 2016, Otoritas Jasa Keuangan memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan bergerak lebih baik dibandingkan 2015.

Berbagai organisasi internasional memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di kisaran 5,1 persen (IMF) hingga 5,4 persen (ADB), dengan tingkat inflasi akan berkisar 5,1 persen (ADB) hingga 6,3 persen (OECD).

Riset Mandiri Sekuritas memproyeksikan perekonomian Indonesia pada 2016 dan 2017 masih berpeluang membaik dengan tingkat pertumbuhan produk domestik bruto sekitar 5 persen dan 5,4 persen secara tahunan. Harapan perekonomian global yang membaik harus didukung inisiatif dan kemampuan pemerintah menggunakan dan mempromosikan investasi swasta.

Ruang bagi BI

Inflasi yang diperkirakan naik secara tahunan pada 2016 terutama bakal didorong oleh kenaikan tarif listrik dan dampak El Nino. Namun, inflasi tahun depan itu masih sejalan dengan kisaran atas target Bank Indonesia (BI).

Berkurangnya volatilitas rupiah dan inflasi yang lebih terukur memberikan ruang bagi BI untuk memangkas suku bunga acuan BI hingga 50 basis poin menjadi 7 persen tahun depan.

Aktivitas intermediari antarlembaga keuangan domestik juga diperkirakan meningkat. Pertumbuhan kredit perbankan diproyeksikan akan naik 12,7 persen secara tahunan pada 2016.

Sementara itu, tekanan keluarnya dana investor asing di pasar modal Indonesia diperkirakan menurun, seiring antisipasi yang telah dilakukan investor terhadap ketidakpastian kenaikan suku bunga The Fed. Tahun ini jual bersih investor asing dari pasar saham Indonesia menembus Rp 22 triliun.

Risiko kredit dan risiko pasar yang dihadapi lembaga keuangan domestik juga diperkirakan akan tetap stabil, seiring dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi domestik dan volatilitas yang terkendali di pasar keuangan domestik.

Dengan kondisi itu, di pasar keuangan saham-saham perbankan, infrastruktur, dan konsumer tetap diproyeksikan. Tentu saja fundamental perusahaan-perusahaan menjadi hal yang patut diperhatikan untuk menjadi dasar pilihan investor.

Namun, sebagaimana ditegaskan Bank Dunia, penurunan yang lebih cepat dari perkiraan di Tiongkok dan harga komoditas global yang lebih rendah dari proyeksi merupakan risiko penurunan utama terhadap prospek-prospek itu.

Risiko

Risiko-risiko yang timbul dari volatilitas pasar keuangan yang terkait dengan ketidakpastian dari laju dan besarnya normalisasi kebijakan moneter AS dan prospek Tiongkok telah meningkat sejak Agustus lalu.

Depresiasi rupiah yang signifikan, kenaikan biaya pendanaan kembali, tidak cukupnya perlindungan nilai (hedging) dari utang dalam valuta asing, dan penurunan margin keuntungan telah melemahkan neraca dunia usaha, terutama di perusahaan berbasis sumber daya alam.

Akan tetapi, APBN 2016 memberi isyarat akan semakin membaiknya komposisi belanja dengan penguatan program-program sosial dan dengan mengarahkan kembali belanja dari subsidi energi ke pembangunan infrastruktur.

Implementasi yang efektif dan tepat waktu terhadap reformasi kebijakan yang dilakukan pemerintah diharapkan berkontribusi bagi upaya memacu laju pertumbuhan yang lebih tinggi dan berkelanjutan pada tahun depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar