Apakah "Jatuh Cinta" Itu?
Sawitri Supardi Sadarjoen ; Penulis kolom “Konsultasi Psikologi” Kompas
Minggu
|
KOMPAS,
06 September 2015
Pada dasarnya jatuh cinta secara mutlak tidak memberi penjelasan
apakah hubungan di antara dua orang yang jatuh cinta itu sehat dan baik.
Kabut melingkupi kedua insan, dan emosi yang intens dapat menghambat kadar
obyektivitas, serta mengaburkan kapasitas keduanya untuk berpikir jernih dan
berbicara secara jelas.
Seorang teman bernama O (25 tahun) bercerita bahwa dalam suatu
seminar ia bertemu dengan seseorang dan lalu merasa saling jatuh cinta.
Setelah pertemuan selama hanya satu minggu, kondisi tersebut membuat O
melakukan beberapa hal yang tidak terorganisasi dan tidak rasional sama
sekali. Walaupun demikian, hubungan yang baru terjalin selama tiga minggu
tersebut mendorong O untuk membuang kucing kesayangannya, hanya karena baru
tahu bahwa pacarnya tersebut alergi terhadap bulu kucing.
Sebenarnya pacarnya sudah memperingatkan O untuk bersikap lebih
tenang dan menunda keputusannya membuang kucing kesayangan tersebut. Namun, O
merasa cintanya terhadap pacar tersebut sudah sangat meyakinkan dirinya dan
bahwa dia memang benar-benar telah menemukan cinta sejati.
Mungkin perasaan O tersebut benar, tetapi rasa cinta adalah
sesuatu yang berbeda bagi setiap orang yang menghayatinya, dan memang tidak
ada definisi yang jelas dari penghayatan cinta yang berasal dari Tuhan Yang
Maha Esa. Di atas segalanya, O benar-benar menghayati rasa kasih sayangnya
dan ia benar-benar menghayati cinta secara utuh, dan tidak memedulikan apa
pun penilaian yang disampaikan oleh teman-teman dekatnya.
Memang sementara orang tertentu mengalami penghayatan cintanya
sebagai sesuatu yang spesifik dan serentak mendapat penghayatan ”koneksi”
khusus dengan orang tertentu, yang membuktikan keberadaan penghayatan emosi
yang penuh kesabaran dan kenyamanan tertentu. Penghayatan perasaan tersebut
terasa intens, dan sama sekali tak memperhitungkan seberapa pun penghayatan
perasaan itu menuntut pengorbanan emosi, fisik, dan materi, bahkan keyakinan
akan kedekatan yang terjalin dihayati dengan amat mendalam. Pada dasarnya
kekuatan ikatan dan keintiman yang terjalin saat jatuh cinta sulit dibedakan,
tetapi apa yang sebenarnya dihayati kedua ”asyik masyuk” tersebut justru
sering membuat keduanya merasa ”bingung”, bahkan dapat dikatakan ”agak
linglung”.
Sejauh O merasakan dan menghayati percintaan tersebut,
pertanyaan yang paling penting harus diajukan adalah bukan masalah intensitas
dari penghayatan emosinya, tetapi apakah hubungan yang terjalin antara O dan
pacarnya tersebut adalah baik untuk kedua pasangan itu atau apakah
masing-masing pasangan tersebut mengendalikan bagian diri keduanya dengan
cara yang matang dan mantap. Hanya waktu dan kadar keserasian keduanya dalam
bebincang dan mengutarakan pendapat yang di antaranya yang dapat mengukur
kadar keserasian relasi mereka.
Pertanyaan dan
jawaban
Hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah jawaban dari
beberapa pertanyaan di bawah ini:
• Adakah rasa aman, tenang dan nyaman serta lancar dalam
interelasi yang terjalin membuka peluang bagi keduanya untuk menghayati rasa
cinta yang otentik dan saling terbuka?
• Apakah orang yang O cintai lebih meningkatkan dan tidak
merendahkan penghayatan O sendiri tentang dirinya sendiri serta membuat
keduanya bisa bercerita tentang dirinya dengan jujur?
• Apakah koneksi di antara keduanya menyertakan beberapa aspek
seperti saling mengisi, saling menghormati, saling berempati, dan saling
melayani satu sama lain serta saling memperhatikan satu sama lain?
• Bisakah keduanya menyampaikan perbedaan yang ada di antara
keduanya dan mengungkap konflik secara terbuka serta mendapatkan solusinya
secara berimbang?
Hanya apabila keduanya dapat bertahan dan mampu menilai satu
sama lain melalui pemikiran dan perasaanlah, baru keduanya bisa memperoleh
hasil penilaian yang baik tentang pacarnya. Kondisi tersebut baru akan
diperoleh melalui percakapan yang intens secara terbuka tentang berbagai
masalah penting dalam kehidupan keduanya dari sejak sebelum keduanya terlibat
saling jatuh cinta.
Kemampuan mendiskusikan perbedaan di antara keduanya tersebut
memang bukan jaminan bahwa masalah di masa depan akan selalu mendapat solusi
yang baik, tetapi paling tidak kemampuan itu akan membantu kedua pasangan
tersebut untuk mengukur kemampuan bernegosiasi dengan mempertimbangkan
perasaan masing-masing dan mengambil sikap kompromistis apabila diperlukan.
Mengatasi perbedaan yang ada di antara keduanya akan membuat suara keduanya
jelas dan kemampuan kedua pasangan tersebut untuk saling mendengar satu sama
lain pun terukur dengan hasil yang tepat bagi keduanya.
Jadi, janganlah terlampau cepat memutuskan bahwa pacaran yang
baru terjalin tiga minggu adalah cinta sejati yang dengan serentak membuat O
memutuskan membuang kucing kesayangan yang telah beberapa tahun ia pelihara. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar