Zugzwang dan Topografi Politik
Seno Gumira Ajidarma ;
Wartawan panajournal.com
|
KORAN
TEMPO, 19 Agustus 2015
Disebutkan, sulit menerjemahkan
kata zugzwang dalam bahasa Jerman ke dalam bahasa Inggris. Dalam kamus Webster's New World German Dictionary
[1992 (1987): 501] terjemahannya "zugzwang" juga, yang
dinyatakan pula sebagai istilah permainan catur. Dalam buku taktik catur 1001 Winning Chess Sacrifices and
Combinations penjelasannya adalah "compelled
to move" atawa "dipaksa untuk bergerak". Adapun
penjabarannya: suatu posisi ketika seorang pemain tidak terancam, tetapi
hasilnya adalah kerugian baginya pada saat bergerak.
Dalam permainan catur, itu
merupakan kedudukan salah satu pihak yang tampaknya sangat aman, tapi
pengamatan sekilas atas kedudukan menunjukkan bahwa setiap geraknya akan
berakibat kehilangan. Itulah gagasan dasar zugzwang: keharusan bergerak, yang seharusnya merupakan modal
sekaligus berkah, menjadi kelemahan dan kutukan [Reinfeld, 1973 (1955): 172]. Dalam politik praktis, situasi ini
sangat mungkin menimpa seorang politikus yang sulit berkompromi, atau
siapapun yang sedang menghadapi politikus maupun kelompok lain dalam suatu
konflik.
Mereka yang tidak sadar dan begitu
saja berganti posisi tentu langsung mengalami "kematian
politis"-tetapi bagi yang belum melangkah, posisinya akan lebih sulit,
karena ia harus melangkah, seperti seorang pemain catur yang terwajibkan
melangkahkan buah caturnya, sama seperti lawan telah melakukannya. Tentu
langkah-langkah dalam politik praktis tidaklah persis bergilir-gantian
seperti permainan catur, tapi situasi zugzwang
yang sama sangat mungkin memerangkap seorang politikus di tengah adu strategi
dan taktik, baik dalam posisi pemain yang menggerakkan buah-buah catur maupun
dalam posisi sebagai salah satu buah catur itu sendiri!
Situasi zugzwang adalah situasi yang sangat sulit diatasi: harus
bergerak, tetapi ancaman menjadi nyata justru karena pergerakan itu sendiri.
Dapat kita lihat, bahkan buah simalakama pun tidaklah akan sedemikian menyulitkan,
karena masih terdapat pilihan untuk tidak memakannya. Tentu dalam buku-buku
catur terdapat solusi, tapi meskipun permainan catur bisa memberikan
inspirasi strategi dan taktik bagi perang maupun politik, tidak berarti
setiap solusi politik harus dicari dari dunia catur pula. Betapapun, suatu
jawaban tidak langsung dari dunia catur dapat dipertimbangkan, justru karena
sifatnya yang preventif: agar pemain catur tidak terperangkap zugzwang.
Ini dibentangkan pada topik
"Dalam Perang, Topografi Mendikte Operasi" dalam buku catur lain.
Dianjurkan agar pemain catur mempelajari dan menguasai segenap aspek dari
papan caturnya lebih dulu sebelum memasuki permainan, karena bidak-bidak
hitam-putih pada papan catur sesungguhnyalah tidaklah memiliki makna yang sama,
melainkan ditentukan oleh posisinya. Maka bidak-bidak yang berada di tengah
dinyatakan sangat beda derajat kepentingannya dari yang berada di pinggiran.
Alasannya sederhana: dari tengah, buah-buah catur itu dapat menyerang lawan
di segala arah dalam waktu singkat; dari pinggir, tindakan akan sangat
terbatas, dan lebih sulit mencapai tujuan di tepi yang lain.
Perbedaan posisi bidak-bidak
menentukan keberdayaan buah-buah catur, sehubungan dengan posisi penempatan
masing-masing. Ini berarti bobot nilai buah catur berubah-ubah terus,
sehingga penilaian atawa analisis atas keberdayaannya, sangat ditentukan oleh
bidak tempat ia berada. Semakin ke tengah posisi buah catur, bertambah pula
keberdayaannya. Adalah menguntungkan jika buah-buah catur ini berkumpul di
tengah. Maka taktik terbaik dalam pembukaan sudah jelas: memajukan pion-pion
di tengah, dan menguasai, atau mengendalikan bidak-bidak pusat dengan
buah-buah catur satu demi satu [Znosko-Borovsky,
1961 (1959): 34-5].
Tidak terdengar terlalu asing,
melalui penyesuaiannya masing-masing, dengan strategi dan taktik dalam perang
maupun politik bukan? Dalam pencapaian terbaik, seorang pemain (politik)
terhindar dari situasi zugzwang.
Dalam semangat judul bukunya, How Not
to Play Chess: sebelum mengajari orang-orang menjadi suci dan sufi,
adalah lebih baik menunjukkannya bagaimana menghindari dosa.
Dalam permainan catur, perang,
maupun politik, yang dilebur saja menjadi kebudayaan (tentu mengejutkan bahwa
perang ternyata bagian dari kebudayaan), terdapat posisi-posisi. Sejauh
bahasa telah menyediakannya, setiap kali terdapat posisi-posisi, akan
terdapat pula oposisi-oposisi. Keberhadapan posisi dan oposisi tidak wajib
disadari sebagai ko-eksistensi damai, karena sebaliknya merupakan hierarki
kejam-yakni bahwa salah satunya mengatur yang lain, secara aksiologis maupun
logis [Derrida, 1981 (1972): 41].
Berpolitik secara praktis memang
bukan monopoli politikus dalam keberhadapan posisi dan oposisi antarpartai.
Zugzwang adalah kemungkinan setiap orang. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar