Jumat, 21 Agustus 2015

Tragedi Badan yang Memendek

Tragedi Badan yang Memendek

Agus Pakpahan  ;   Ekonom Kelembagaan
                                                 KORAN TEMPO, 19 Agustus 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Rata-rata tinggi badan pria dan wanita di Tiongkok 174,7 sentimeter (161,3 cm pada 2010). Tinggi badan rata-rata orang Belanda: pria 183,8 cm dan wanita 170,7 cm. Sementara itu, pada 1997 tinggi badan rata-rata pria Indonesia adalah 158 cm dan kaum wanitanya 147 cm (https://en.wikipedia.org/wiki/Human_height).  Kompas, 15 Juli 2011, memberitakan bahwa anak-anak Indonesia makin pendek dan gemuk. Ini sebuah tragedi.

Profesor Soekirman, Deputi Sumber Daya Manusia di Bappenas, pada awal 1990-an sangat memberikan perhatian terhadap masalah tinggi badan manusia Indonesia ini.  Tinggi badan merupakan cermin kesejahteraan rakyat yang dapat diamati langsung oleh mata telanjang, tidak memerlukan penghitungan dan pengukuran yang rumit. Tinggi badan merupakan resultante dari segala faktor yang menentukan kualitas manusia.  Di sini kita bicara umum, bukan kasus per kasus.

Mengapa rerata tinggi badan kita memendek? Secara umum, bangsa dan rakyat Indonesia telah mengalami kesulitan hidup sangat lama. Dewasa ini, dapat dibayangkan kualitas hidup yang dialami rakyat dengan konsumsi protein hewani hanya sekitar 13,5 gram per kapita per tahun apabila disandingkan dengan kualitas hidup bangsa Eropa yang mengkonsumsi protein hewani rata-rata per kapita per hari sekitar 70 gram. Artinya, diukur tingkat konsumsi protein hewani, bangsa Indonesia tertinggal sekitar 2.000 kali dibanding bangsa Eropa.

Adakah pelajaran yang bisa kita petik dari negara-negara yang mencapai kemajuan melalui pertumbuhan ekonomi, sebagaimana tergambar dalam pendapatan per kapitanya yang makin tinggi dan sekaligus pula tinggi badannya meningkat?

Hasil riset Drukker dan Tassenaar menunjukkan bahwa bangsa Belanda pernah mengalami pemendekan tinggi badannya bersamaan dengan terjadinya pertumbuhan ekonomi yang tinggi di negara ini. Proses pemendekan tinggi badan bangsa Belanda terjadi pada paruh pertama abad ke-19.

Belanda dijadikan kasus studi sangat menarik, mengingat dewasa ini penduduknya secara rata-rata memiliki tinggi badan tertinggi di dunia. Dalam studinya, Drukker dan Tassenaar mencoba melihat kembali hasil studi Komlos yang menyatakan bahwa proses pemendekan tinggi badan penduduk ini disebabkan oleh bekerjanya sembilan faktor: ketimpangan pendapatan, peningkatan harga pangan secara relatif terhadap harga barang industri, meningkatnya variasi fluktuasi pendapatan masyarakat pada umumnya dari tahun ke tahun, semakin banyak penduduk yang tergantung pada ekonomi pasar yang tidak stabil, sehingga semakin rentan terhadap peningkatan harga pangan, peningkatan populasi bersamaan dengan menurunnya keekonomian tenaga kerja pertanian, meningkatnya urbanisasi, dan industrialisasi yang menyebabkan penurunan produksi pangan, penyerapan tenaga kerja kanak-kanak, peningkatan kepadatan penduduk, serta urbanisasi dan perdagangan yang menciptakan lingkungan yang subur untuk penyebaran penyakit.  Hasil riset Joerg Baten dalam "Global Height Trends in Industrial and Developing Countries, 1810-1984: An Overview" memperkuat penemuan bahwa produksi protein dan kesenjangan pendapatan merupakan faktor penentu pemendekan tinggi tubuh.

Bagaimana kita memaknai hari Kemerdekaan RI ke-70? Mungkin kita perlu kembali ke hal yang mendasar pembangunan demi pemerdekaan manusia Indonesia. Merdeka!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar