Minggu, 09 Agustus 2015

Wasiat Pendiri Muhammadiyah

Wasiat Pendiri Muhammadiyah

Muhbib Abdul Wahab ; Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
(FITK) UIN Jakarta
                                                  KORAN SINDO, 06 Agustus 2015 

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

“Muhammadiyah pada masa sekarang ini berbeda dengan Muhammadiyah pada masa mendatang. Karena itu, warga mudamudi Muhammadiyah hendaklah terus menjalani dan menempuh pendidikan serta menuntut ilmu pengetahuan (dan teknologi) di mana dan ke mana saja.

Menjadilah dokter sesudah itu kembalilah kepada Muhammadiyah. Jadilah master, insinyur, dan profesional lalu kembalilah kepada Muhammadiyah sesudah itu.” (KH Ahmad Dahlan).

Wasiat visioner pendiri Muhammadiyah tersebut menginspirasi kita semua dan menarik direnungkan bersama, terutama oleh warga Muhammadiyah. Pertama, Muhammadiyah didirikan bukan untuk satu atau dua generasi, melainkan lintas generasi dan sepanjang masa.

Muhammadiyah didirikan juga bukan untuk etnis atau komunitas tertentu, melainkan sebagai wadah perjuangan umat untuk mewujudkan visi Islam rahmatan lil rahmatan lil alamin. Muhammadiyah kini telah berusia lebih dari satu abad (didirikan pada 18 November 1912). Karena itu, sebelum meninggal, KH Ahmad Dahlan pernah berwasiat: “Aku titipkan Muhammadiyah ini kepadamu”.

Tentu saja, wasiat tersebut dimaksudkan agar cita-cita mulia Muhammadiyah untuk mewujudkan Islam dan Indonesia Berkemajuan tetap dijaga, Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) dikembangkan dan didedikasikan untuk kemajuan bangsa, bukan untuk kelompok orang atau pihak-pihak tertentu.

Sebab itu, spirit perjuangan untuk mewujudkan visi mulia “Islam dan Indonesia Berkemajuan” adalah spirit keikhlasan dan kebersamaan, etos menanam dan merawat gerakan, bukan memanfaatkan Persyarikatan untuk kendaraan kepentingan politik, ekonomi, sosial budaya, dan sebagainya.

Spirit inilah yang mendorong pendiri Muhammadiyah itu “berwasiat” kepada warga Persyarikatan agar secara tulus ikhlas mengaktualisasikan “Hiduphidupilah Muhammadiyah, tetapi jangan mencari hidup dalam Muhammadiyah”.

Kedua, tantangan Muhammadiyah itu selalu berbeda antara satu generasi dan lainnya. Pada masa lalu Muhammadiyah banyak dihadapkan pada tantangan kolonialisme dan tantangan internal umat berupa kebodohan, kemiskinan, kemunduran, dan kejumudan.

Saat ini tantangan terbesar Muhammadiyah adalah bagaimana mewujudkan Islam dan Indonesia Berkemajuan itu dapat terealisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara damai, rukun, adil, dan makmur dalam bingkai NKRI?

Ketiga, saat ini bangsa Indonesia yang mayoritas muslim juga masih dihadapkan kepada masalah-masalah warisan kolonialisme masa lalu seperti: kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, dan kemunduran peradaban di satu segi, dan di segi lain juga dihadapkan pada neokolonialisme (kapitalisme global), liberalisme, permisivisme, dan sebagainya.

Untuk itu, dalam kesempatan lain, pendiri Muhammadiyah juga berwasiat: “Tidak mungkin Islam lenyap dari seluruh dunia, tapi tidak mustahil Islam hapus dari bumi Indonesia. Siapakah yang bertanggung jawab?” Wasiat ini mengingatkan kita semua bahwa Islam di Indonesia boleh jadi akan tergradasi jika umatnya tidak bertanggung jawab dalam memajukan Islam.

Sebaliknya, Islam di Indonesia bisa menjadi “kiblat dunia Islam” jika mampu mengatasi berbagai tantangan zaman. Kata kuncinya adalah spirit reformasi dan dakwah amar makruf nahi munkar dalam segala aspek kehidupan melalui kerja visioner-kolektif yang terorganisasi rapi dan modern.

Karena itu, berislam dengan “kendaraan Muhammadiyah” merupakan salah satu peta jalan (roadmap) atau wadah (institusi) untuk mengawal dan mengaktualisasikan nilai-nilai Islam menuju Indonesia Berkemajuan.

Karena itu, masa depan Muhammadiyah sangat bergantung pada generasi dan suksesi kepemimpinan Muhammadiyah saat ini. Akan dibawa ke manakah Muhammadiyah masa depan? Arah itulah yang dibahas di Muktamar Ke-47 Muhammadiyah yang sedang berlangsung di Makassar.

Visi, misi, dan cita-cita Muhammadiyah untuk mewujudkan Islam Berkemajuan dalam bingkai NKRI merupakan spirit gerakan dan perjuangan yang perlu diapresiasi dan diaktualisasikan. Dalam konteks ini, masa depan Muhammadiyah tidak dapat dipisahkan dari spirit dan kontekstualisasi “metodologi al-Maun” yang diteladankan dan diwasiatkan KH Ahmad Dahlan kepada para muridnya.

Metodologi ini sebuah kerangka pemahaman dan keyakinan kuat untuk menjadikan Islam Berkemajuan itu membumi dan menginspirasi semua, bukan sekadar menampilkan “Islam wacana” tanpa kerja dan karya nyata.

Metodologi al- Maun yang diajarkan oleh KH Ahmad Dahlan kepada para muridnya tidak hanya berupa pemahaman kognitif, tetapi bagaimana pemahaman akal-rasional itu diaktualisasikan menjadi perbuatan nyata dan karya kemanusiaan kontekstual dan berwawasan peradaban.

Bangsa Indonesia masa depan bisa semakin maju dan menjadi peradaban besar jika spirit Islam Berkemajuan dipahami, dididikkan, dan disosialisasikan secara transformatifkultural. Nilai-nilai Islam Berkemajuan tidak ditransmisikan melalui pemahaman dogmatis melainkan pemahaman kritistransformatif yang kontekstual.

Dengan begitu, Islam Berkemajuan secara teologis menghendaki integrasi dua model kritik sekaligus yaitu kritik teks dan kritik konteks (realitas sosial) dengan senantiasa merespons perkembangan ilmu pengetahuan dan relevansi sosial keumatan.

Pada saat yang sama, umat Islam, khususnya warga Muhammadiyah, harus mampu menampilkan citra diri pada masa depan sebagai ummatan wasathan (umat moderat, Islam moderat, Islam jalan tengah), tidak ekstrem kanan, apalagi ekstrem kiri, tidak anarkistis dan tidak pula teroris, toleran, namun tetap tegas dan teguh pendirian.

Islam Berkemajuan akan menusantara melalui proses sivilisasi (pemeradaban) dengan gerakan pencerdasan dan pemberdayaan umat, pemajuan sistem pendidikan, ekonomi, sosial, hukum, politik, budaya, dan sebagainya.

Sudah saatnya dalam rangka menuju masa depan yang lebih prospektif dan konstruktif, Muhammadiyah mereformasi sistem pendidikan dari sistem yang berorientasi “market oriented“ menuju “civilization oriented“.

Sistem pendidikan Muhammadiyah yang menjamur dari TK hingga perguruan tinggi di seluruh Nusantara perlu berinovasi baik dari segi substansi kurikulumnya maupun metodologi pembelajarannya, dari sekadar memenuhi “pangsa pasar dan dunia kerja” menuju pendidikan yang bervisi peradaban modern.

Muhammadiyah juga telah memberi pelayanan kesehatan dan pendidikan bagi umat. Karena itu, semua warga Muhammadiyah perlu meningkatkan kinerja layanan berbasis ihsan dan terus mengembangkan amal usaha agar tujuan Muhammadiyah tercapai.

Selain itu, Muhammadiyah juga telah memberikan warisan peradaban dan karya-karya kemanusiaan yang dinamis dan kreatif. Generasi muda Muhammadiyah harus lebih proaktif dalam mendalami dan mengaktualisasikan Islam Berkemajuan yang bervisi “rahmatan lil alamin“.

Masa depan Muhammadiyah dan Islam Berkemajuan juga dapat diaktualisasikan melalui dakwah pencerahan (dawah tanwiriyyah) yaitu dakwah yang membebaskan (tahrir), memberdayakan (taqwiyah), dan memajukan (taqdim).

Islam Berkemajuan yang rahmatan li al-rahmatan li al-alamin harus dijadikan sebagai komitmen moral dan teladan terbaik bagi semua. Jika hal ini dapat dilakukan melalui sistem dakwah pencerahan yang efektif dan konstruktif, niscaya Muhammadiyah masa mendatang dapat berkontribusi positif dalam mewujudkan Indonesia Berkemajuan masa depan.

Sesuai wasiat pendiri Muhammadiyah tersebut, Islam Berkemajuan ala Muhammadiyah juga harus menampilkan wajah humanis: ramah, penuh perdamaian, toleran, kasih sayang, antikorupsi, antikekerasan, antiterorisme, anti-illegal logging, anti-trafficking, antiketidakadilan, antiliberisme, dan sebagainya, di samping terus menggerakkan jihad multidimensi, termasuk jihad konstitusi untuk menganulir dan membatalkan aneka produk hukum yang tidak memihak kepada kepentingan rakyat.

Jadi, Islam Berkemajuan yang diwasiatkan sang pendiri Muhammadiyah harus menjadi visi-misi bersama untuk menjadikan Islam sebagai agama teladan yang sukses membangun peradaban umat dan bangsa yang berkeadaban, berperikemanusiaan, berkemajuan, dan berkeadilan.

Wasiat pendiri Muhammadiyah tersebut masih relevan direnungkan kembali oleh para muktamirin (peserta muktamar), khususnya calon pimpinan masa depan Muhammadiyah, agar jangan sampai Muhammadiyah “larut dan dibawa” ke arus kepentingan tertentu yang justru merugikan Muhammadiyah.

Kearifan dan kedewasaan para muktamirin dalam memilih pemimpin baru, menyusun program strategis, dan menyatupadukan langkah menuju Indonesia Berkemajuan sangat dibutuhkan. Selamat bermuktamar, Nusantara Indonesia membutuhkan kontribusi positif Muhammadiyah! ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar