Dakwah yang Mengubah Dunia
Mohamad
Sobary ; Esais,
Anggota Pengurus Masyarakat Bangga Produk Indonesia, untuk Advokasi, Mediasi,
dan Promosi
|
KORAN SINDO, 07 Juli 2015
Ada kearifan klasik yang menyentak
kesadaran kita setiap kali kita membicarakan kembali makna surah al-Maun.
Kiai Ahmad Dahlan bertanya pada para santrinya, apakah mereka mengerti surat
tersebut dan serentak para santri menjawab mengerti.
Kiai kecewa karena para santri
ternyata hanya menghafal ayat-ayat dalam surat pendek tersebut dan sama
sekali tak menyentuh makna hakikinya. ”Hafal dan paham itu tidak sama. kata
kiai dengan sikap arif, dan para santri yang terkejut itu saling memandang.
Tanda kita mengerti pesan penting surat itu bukan ditampakkan pada kemampuan
kita melafalkan ayat demi ayat di dalamnya.
Mengerti di situ bukan lagi bagian
dari dimensi kognitif di dalam hidup kita, melainkan tampilnya dimensi
evaluatif dalam kesadaran kita menjadi suatu tindakan. Perintah suci yang
hanya dipahami sebagai hafalan, menjadi sekedar bacaan tetapi tidak
dikerjakan, jelas tidak akan mengubah tata kehidupan dunia ini. Pemahaman
kiai Dahlan yang diwujudkan di dalam tindakan pernah menggemparkan ”jagat”.
Ada yang mengerutkan kening. Ada yang bertanya apa maksudnya. Ada yang
mencemooh.
Bagi orang yang menyaksikan film
bagus, ”Sang Pencerah” niscaya ingat betapa revolusioner pemikiran Kiai Ahmad
Dahlan, pendiri organisasi dakwah Islamiah yang bernama Muhammadiyah itu.
Sang kiai mengumpulkan anak-anak telantar, anakanak yatim-piatu yang tak
terurus, dan gelandangan yang tak punya orang tua. Mereka dimandikan sendiri
oleh sang kiai. Sesudah itu pakaian mereka diganti yang lebih bersih, lebih
baik.
Kemudian dibawa masuk ke dalam
suatu ruangan, dan diajari membaca dan menulis oleh sang kiai. Kritik, celaan
dan sikap sinis yang muncul di dalam masyarakat Yogyakarta pada saat itu tak
digubris sama sekali oleh sang kiai. Bagi beliau, inilah terjemahan terbaik
surah al- Maun tadi.
Terjemahan bukan dalam bahasa,
dari bahasa Arab ke dalam bahasa kita. Terjemahan seperti itu penting sekali
bagi umat. Tetapi terjemahan dalam bentuk tindakan konkret memandikan
anak-anak telantar, miskin dan yatim piatu, dan memberi mereka pendidikan
jelas lebih penting. Ini wujud tindakan revolusioner yang pada waktu itu
belum dilakukan oleh siapa pun.
Mungkinbolehjugadikatakan bahwa
tindakan itu merupakan sebuah ”temuan” dalam bentuk yang lain. Ini juga
merupakan sikap seorang pionir di dalam bidang sosial dan kemanusiaan. Temuan
ini tidak dipatenkan, dan tak dianggap karya pribadi. Makin banyak orang
meniru makin baik. Makin banyak orang merasa ikut memilikinya akan menjadi
semakin baik bagi usaha dakwah Islam yang ditempuh sang kiai.
Dakwah itu memiliki makna yang
luas. Syiar Islam yang dilakukan sekelompok besar pemuda-pemudi yang
menyerukan keluhuran Allah yang maha tinggi, dan menyebutkan kemuliaan
Rasulullah yang merupakan teladan agung bagi manusia yang mengikutinya, itu
termasuk dakwah. Mengajak orang lain untuk mengikuti ajaran agama, itu juga
termasuk dakwah. Pada tahap permulaan gerakan Islam, dakwah berarti mengajak
banyak kalangan menjadi pengikut Rasulullah.
Dakwah memang berarti menyeru,
mengajak dan menyampaikan ajakan. Mereka yang didakwahi pada mulanya golongan
orang-orang yang belum beragama dan diajak untuk masuk Islam. Dalam tahapan
sejarah Islam selanjutnya, dakwah bisa berarti menyeru atau mengajak berbuat
baik. Mengajak berbuat baik itu sudah dakwah. Seruan iniditujukan pada sesama
orang Islam.
Seruan seperti itu merupakan
bagian dari amar makruf (mengajak berbuat baik) dan nahi mungkar (mencegah
dengan berbagai cara) apa pun yang merupakan tindakan buruk yang merugikan
orang banyak. Di sini lama-lama dakwah tidak dimaksudkan mencari
sebanyak-banyaknya pengikut, melainkan merupakan usaha pendalaman dan
menawarkan pemahaman agama secara mendalam dan hakiki.
Berbuka puasa bersama di
hotel-hotel mewah, didahului ceramah, yang berupa ajakan atau imbauan, dan
usaha mempersegar iman, juga dakwah. Kita tidak tahu bagaimana pengaruh
sosialnya di masyarakat. Kita tahu bahwa semangat berbuka bersama itu sudah
terbentuk sebagai sebuah tradisi mewah di kalangan muslim kelas menengah,
atau kelas atas di kota-kota besar di negeri kita.
Alangkah bagusnya, dan betapa
besar dampak sosialnya di dalam masyarakat bila kelompok berbuka bersama itu
juga berubah menjadi suatu gerakan. Kita sebut saja gerakan rohani politik.
Isinya membangun rohani politik yang bersih, jujur dan transparan di dalam
segenap perilaku seharihari. Dengan begitu, akan menjadi sifat baik dan
melembaga.
Mereka akan dengan sendirinya
menjauhi sifat korup, menentang korupsi dan pelan-pelan membangun suatu tata
kehidupan yang memesona. Kelompok ini akan menjadi kekuatan besar melawan
korupsi. Jika ada anggota kelompok yang ternyata korup, dia harus
dikeluarkan. Yang korup bukan lagi anggota. Dia menjadi orang lain, karena
tindakannya telah merusak tatanan moral dan nilai yang dimuliakan bersama.
Dia tidak ada lagi di dalam
kebersamaan itu. Kemuliaan seperti ini kita tunggu. Kita mengharapkan
munculnya suatu tindakan yang memesona orang banyak. Kelas menengah kota,
atau kelas atas, yang giat berbuka bersama, tarawih bersama, dan murah hati
menyantuni kaum lemah yang dibikin makin lemah oleh tatanan politik dan
ekonomi kita, bisa menjadi pelopor. Kelas menengah macam ini memiliki potensi
sangat besar.
Duit ada, pemikiran ada, kemurahan
hati ada. Inilah kekuatan yang seyogianya mulai mengubah tradisi buka bersama,
menjadi tindakan lebih revolusioner lagi. Buka bersama itu mulia, Tapi buka
bersama disertai amal-amal saleh yang monumental, jelas jauh lebih mulia,
lebih memesona. Kalau Kiai Dahlan sendirian bisa melakukannya, kelas menengah
yang hebat ini pasti lebih mampu lagi.
Kecuali itu, kita menanti
munculnya suara-suara di berbagai masjid kita, yang melakukan dakwahnya
dengan lembut, dan menyentuh. Masjid tak usah bersaing dengan suara keras dan
berlomba menjadi yang paling keras. Suara keras, hiruk-pikuk di masjid memang
suara syiar Islam yang baik. Tapi berlomba menyuarakan keluhuran agama secara
lembut, membaca ayatayat suci secara lembut, kelihatannya akan lebih
menyentuh hati manusia.
Tak peduli penganut agama apa pun
mereka akan lebih tersentuh kelembutan. Kaum muslimin/muslimat atau para
penganut agama lain,akan lebih terpesona mendengar suara lembut dan segenap
ekspresi kelembutan. Suatu ayat yang dibaca dengan sekeras-kerasnya, yang
mengagetkan penduduk di sekitar masjid, atau dibaca secara fasih, tartil,
tertib dan lembut, beda pengaruhnya.
Kefasihan dan kelembutan lebih
memesona. Ini dakwah yang menyentuh dunia dalam kita. Dan mengubah kesadaran
kita dari dalam. Sentuhan kelembutan ini wujud pesona yang agung, yang
dibutuhkan setiap telinga, setiap hati. Dakwah Islam yang memesona seperti
ini makin lama makin menjauh dari kita.
Padahal, ini harta kekayaan umat
yang sangat berharga. Harta kekayaan tak boleh dibiarkan hilang begitu saja.
Dakwah yang memesona, biarpun hanya kata-kata, bisa mengubah dunia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar