Tantangan
Panglima TNI Baru
Al Araf ; Direktur Program Imparsial;
Pegiat Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi
Sektor Keamanan
|
KOMPAS, 12 Juni 2015
Presiden Joko Widodo
akhirnya mengajukan nama Jenderal Gatot Nurmantyo sebagai calon tunggal
Panglima TNI ke DPR. Menurut rencana, dalam pekan ini DPR akan membahas calon
tunggal Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo, yang sebelumnya menduduki
jabatan Kepala Staf TNI AD.
Dipilihnya Jenderal
Gatot Nurmantyo sebagai calon tunggal Panglima TNI tentu mengejutkan sebagian
kalangan mengingat Panglima TNI saat ini, Jenderal Moeldoko, juga berasal
dari Angkatan Darat. Dugaan publik selama ini kemungkinan Presiden akan
memilih calon Panglima TNI yang berasal dari Angkatan Udara atau Angkatan Laut,
mengingat sejak masa Presiden Abdurrahman Wahid ada kebiasaan dalam proses
pergantian Panglima TNI yang dilakukan secara bergantian antarangkatan.
Tantangan
Meski tidak ada aturan
yang mengharuskan agar pergantian Panglima TNI dilakukan secara bergantian,
ada sebuah anjuran dalam undang-undang TNI agar posisi Panglima TNI dapat
dipilih secara bergantian. Pasal 13 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004
tentang TNI menyebutkan bahwa jabatan panglima dapat dijabat secara
bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap-tiap angkatan yang sedang atau
pernah menjabat sebagai kepala staf angkatan.
Meski demikian,
kebijakan Presiden memilih Gatot Nurmantyo sebagai calon tunggal Panglima TNI
ini agak menarik. Biasanya presiden yang baru terpilih tidak mau mengangkat
calon Panglima TNI yang terkait dengan rezim pemerintahan sebelumnya. Gatot
Nurmantyo adalah Kepala Staf TNI AD yang diangkat Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono, tetapi dipilih Presiden Jokowi menjadi calon tunggal Panglima TNI.
Pergantian Panglima TNI
merupakan agenda yang bersifat rutin. Namun, pergantian kali ini memiliki
makna penting bukan hanya bagi TNI, melainkan juga bagi publik sebab agenda
ini akan memiliki pengaruh terhadap dinamika TNI ke depan. Apalagi TNI dewasa
ini masih menghadapi berbagai tantangan baik internal maupun eksternal.
Posisi Panglima TNI
memiliki nilai yang strategis sehingga pergantian ini bukan semata-mata
sebagai pergantian sosok, melainkan juga perlu dibarengi oleh kerangka untuk
mendorong munculnya sosok Panglima TNI yang bisa mendorong TNI semakin
profesional. Lebih dari itu, Panglima TNI baru harus tunduk terhadap otoritas
sipil dan patuh terhadap semua aturan hukum.
Dalam perspektif
publik tentu kita sangat berharap agar Panglima TNI yang akan terpilih nanti
memiliki komitmen untuk mendukung dan tidak resistensi terhadap agenda
reformasi TNI yang perlu segera diselesaikan oleh otoritas sipil. Salah
satunya adalah agenda reformasi peradilan militer melalui revisi UU No
31/1997. Di sisi lain, otoritas sipil juga perlu merealisasikan agenda
peningkatan kesejahteraan prajurit sehingga sedikit banyak hal itu dapat
memengaruhi profesionalisme prajurit.
Belakangan ini
kebijakan TNI mendapatkan sorotan dari masyarakat, yakni terkait maraknya
pelibatan TNI dalam ranah sipil melalui berbagai MOU TNI dengan kementerian
dan instansi sipil lainnya. Dalam konteks itu, Panglima TNI baru perlu
mengevaluasi berbagai MOU tersebut.
Secara normatif, tugas
TNI dalam menjalankan operasi militer selain perang hanya bisa dilakukan jika
itu memang merupakan bagian dari tugas TNI sebagaimana dimaksud UU TNI, yang
didasarkan kepada keputusan politik negara (Pasal 7 Ayat 2 juncto Pasal 7
Ayat 3 UU TNI) dan bukan didasarkan kepada MOU. Dengan demikian, bila MOU TNI
yang telah dibuat ternyata tidak sejalan dengan UU TNI, Panglima TNI baru
perlu mengevaluasinya.
Selain itu, persoalan
konflik oknum anggota TNI dengan masyarakat, oknum anggota TNI dengan anggota
Polri, oknum anggota TNI dengan anggota TNI menjadi pekerjaan rumah yang
harus dibenahi Panglima TNI baru. Untuk pembenahan itu, secara internal
Panglima TNI baru perlu membenahi dan meningkatkan kedisiplinan prajurit dan
secara eksternal perlu membuka diri untuk mendukung agenda reformasi
peradilan militer yang perlu segera dilakukan otoritas sipil.
Visi maritim
Sebagai sebuah visi,
Presiden Jokowi memang memiliki visi yang jelas terkait dengan pembangunan
poros maritim. Visi politik Presiden, yang menyatakan kita sudah terlalu lama
memunggungi laut dan pentingnya pembangunan maritim, merupakan visi politik
yang baik dan diharapkan akan memengaruhi cara pandang serta kebijakan
politik negara pada era Jokowi ini.
Di sektor pertahanan,
pembangunan maritim tentunya perlu diikuti dengan upaya membangun kekuatan
pertahanan maritim. Dengan demikian, visi politik Presiden itu perlu
diterjemahkan dan diformulasikan dalam kebijakan pertahanan negara. Mengacu
kepada UU pertahanan negara, maka Presiden membuat kebijakan umum pertahanan
negara dan Menteri Pertahanan membuat kebijakan penyelenggaraan pertahanan
negara (Pasal 13 Ayat 2 UU No 3/2002 juncto Pasal 16 Ayat 3 UU No 3/2002).
Dalam pelaksanaannya,
Panglima TNI harus melaksanakan dan menjalankan kebijakan pertahanan negara
tersebut, mengingat hal itu merupakan salah satu tugas dan kewajiban Panglima
TNI yang diatur dalam Pasal 15 Ayat 2 UU TNI. Dalam konteks itu, siapa pun
yang menduduki jabatan Panglima TNI perlu memperhatikan visi maritim
Presiden.
Gagasan maritime security dalam konteks
pertahanan tentunya perlu memperhatikan dan memprioritaskan pentingnya
pembangunan kekuatan angkatan laut dan angkatan udara, mengingat orientasi
pertahanan maritim membutuhkan bangunan kekuatan laut dan udara secara
bersamaan. Meski demikian, pembangunan kekuatan darat tidak boleh
ditinggalkan karena konsep trimatra terpadu dan strategi pertahanan yang
berlapis. Prioritas kebijakan pertahanan itu bisa meliputi kebijakan tentang
postur TNI, procurement, anggaran,
dan lainnya. Konsekuensi dari hal ini adalah pentingnya melakukan agenda
restrukturisasi komando teritorial sebagai bagian dari gelar kekuatan postur
TNI dan mengubahnya menjadi kesatuan gelar kekuatan yang terintegrasi.
Pada akhirnya, siapa
pun yang nantinya akan menduduki jabatan Panglima TNI, maka semua prajurit
harus tunduk dan patuh atas pilihan Panglima TNI yang dipilih Presiden dan
disetujui DPR. Tak boleh ada prajurit TNI dari angkatan mana pun yang bisa
dan boleh menolak atas pilihan Presiden tersebut. Saya yakin semua prajurit
memiliki jiwa yang besar dan lapang untuk tunduk dan patuh atas Panglima TNI
yang dipilih Presiden dan disetujui DPR. Terakhir, selamat kepada Jenderal
Gatot Nurmantyo jika akhirnya DPR menyetujui sebagai Panglima TNI dan semoga
tetap tunduk dan patuh kepada otoritas sipil. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar