Jumat, 12 Juni 2015

Arah Politik Turki Pascapemilu

Arah Politik Turki Pascapemilu

M Sya’roni Rofii  ;  Kandidat Doktor Ilmu Politik dan Hubungan Internasional Marmara University Istanbul Turki
REPUBLIKA, 11 Juni 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Hasil pemilu Turki telah diketahui. Berdasarkan hasil hitungan yang dihimpun media lokal A Haber dan TRT Channel, raihan suara masing-masing partai: AKP 41 persen, CHP 25 persen, MHP 16 persen, HDP 12 persen, dan sisanya 4 persen. Hasil resmi akan diumumkan YSK (Komisi Pemilihan Umum) satu bulan kemudian (A Haber, 07/06/2015).

Analisis sebelum pemungutan suara secara umum tentang kemungkinan jika AKP meraih suara mayoritas melebihi 330 kursi di parlemen, maka ada kemungkinan untuk mengubah sistem parlementer menjadi presidensial sekaligus mengamendemen sejumlah poin konstitusi Turki yang dianggap tidak relevan dengan semangat zaman karena dibuat era 1980 yang kental nuansa militerisme. Analisis lainnya tentang peluang partai HDP menembus ambang batas parlemen (parliamentary threshold) di angka 10 persen yang terlihat sangat sulit dan berdampak signifikan terhadap proses perdamaian antara pihak pemerintah dan komunitas Kurdi (Hurriyet 07/06/2015).

Dua wacana di atas menjadi perhatian utama pengamat dan publik pada umumnya di samping membahas isu yang dilontarkan partai politik dengan janji kampanye seputar perbaikan ekonomi dan penguatan pengaruh Turki di level internasional.

Dengan hasil pemilihan anggota parlemen ini, AKP yang sejak 13 tahun terakhir mampu membentuk pemerintahan sendiri bisa dipastikan harus mencari mitra koalisi jika ingin mengamankan kebijakan pemerintah. Ketua Umum Partai AKP Ahmet Davutoglu menyatakan, semua orang tidak harus khawatir dengan hasil pemilu sebab partainya masih menjadi pemenang dari proses demokrasi Turki.

Pernyataan ini bisa dilihat sebagai pemberian jaminan kepada mitra strategis Turki di level domestik maupun internasional (Hurriyet Daily 07/06/2016). Sekaligus menjadi isyarat bahwa pemerintahan yang akan dibentuk nantinya tetap berpegang pada fondasi kebijakan yang selama ini telah dipancangkan.

Partai-partai lain, seperti MHP, telah melempar sinyalemen membuka diri menjadi mitra koalisi AKP. Koalisi antardua partai ini sangat mungkin terjadi jika melihat pandangan politik dan platform keduanya yang fokus isu pembangunan dan kebangsaan.

Ajakan untuk koalisi datang juga dari partai yang selama ini menjadi motor oposisi atas pemerintah, yakni CHP. Namun, peluang koalisi sangat kecil karena figur pimpinan mereka memiliki arah pemikiran yang sangat kontras dalam berbagai isu ketika berada di parlemen maupun kampanye sepanjang Mei hingga awal Juni 2015. Adapun skenario lain AKP menggandeng HDP juga menjadi prospek yang tak banyak dibahas analis dan elite politik kedua partai, tapi dalam politik semua probabilitas ditentukan pada detik-detik akhir.

Dengan berpegang pada hasil pemilu, ada beberapa poin menarik yang perlu dianalisis secara utuh dan mendalam. Pertama, AKP yang sejak 2002, 2007, dan 2011 sangat digdaya karena meraih suara meningkat, menjadikan mereka bebas membentuk pemerintahan sendiri sekaligus mengamankan setiap kebijakan pemerintahan yang sarat prestasi.

Ini sebagai dampak dukungan penuh publik Turki terhadap aktor baru yang kala itu dimotori Recep Tayyip Erdogan dengan agenda pembangunan berorientasi pada penguatan ekonomi dan keanggotaan Uni Eropa. Namun, setelah ekonomi membaik, kini perdebatan bergeser pada bagaimana idealnya membangun ulang karakter kebangsaan Turki untuk dekade mendatang, diskursus yang memecah massa mengambang penentu hasil pemilu.

Kedua, penurunan hasil AKP pada pemilu tahun ini tak lepas dari kemampuan HDP menembus ambang batas parlemen. Pada tahun-tahun sebelumnya, mereka kerap gagal menembus ambang batas ini. Kendati berjuang dengan spirit komunitas Kurdi, mereka mampu mengemasnya dengan wajah berbeda di bawah komando Selahettin Demirtas yang pada pilpres tahun lalu menjadi kontestan.

Partai ini mencoba mengincar sebanyak mungkin massa mengambang, terutama pemilih pemula yang sangat signifikan, 1,5 juta pemilih pemula ikut berpartisipasi dalam pemilu tahun ini. Faktor ini sangat menentukan raihan suara HDP.

Secara umum, Turki telah melewati fase penting politik konsolidasi demokrasi karena mampu menyelenggarakan pemilu secara bebas dan jujur, memberi ruang kompetisi yang sehat bagi seluruh kontestan politik kendati insiden kecil di bagian timur masih terlihat. Namun, hal itu tak mengganggu pesta demokrasi secara keseluruhan, peristiwa yang tampaknya menjadi barang istimewa nan sulit di negara-negara tetangga terdekat Turki di kawasan Timur Tengah.

Pesta para pendukung HDP di jalanan sebagai ekspresi kemenangan juga menjadi pemandangan tersendiri dalam politik Turki terkini. Sebab, berhasilnya HDP masuk parlemen boleh jadi upaya rekonsiliasi yang diupayakan pemerintah selama ini membuahkan hasil. Perlawanan bersenjata tak pernah mendatangkan pemenang, hanya meninggalkan luka.

Sisi lain pemilu kali ini bisa jadi pintu awal mengupayakan perdamaian dalam bentuk paling nyata sebagai kelanjutan inisiatif Presiden Erdogan ketika menjabat perdana menteri yang membentuk kelompok wiseman sebagai pembuka jalan perdamaian dan rekonsiliasi nasional publik Turki.

Idealnya, pemenang setiap kontestasi politik adalah publik. Mereka punya hak menentukan sikap setiap empat atau lima tahun sekali, termasuk Indonesia. Penilaian terhadap kinerja sebuah rezim bisa dilihat dari sikap politik pemilih di balik kotak suara. Demokrasi tidak pernah menjanjikan banyak hal selain menjamin proses politik berlangsung terukur dan prosesnya bisa dilihat dan dipantau setiap orang. Selanjutnya, pemerintahan terpilihlah yang menjadi penentu ke arah mana publik dibawa, menuju sejahtera atau sekadar jargon.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar