Ramadan yang Suram di Yaman
Smith Alhadar ; Penasihat
ISMES; Staf Ahli Institute for Democracy Education (IDe)
|
MEDIA INDONESIA, 17 Juni 2015
PERTEMUAN di Jenewa, 15-17 Juni, di antara
kekuatan kekuatan politik yang bertikai di Yaman, berlangsung di tengah
serangan al-Houthi dan sekutunya ke Kota al-Hazm (ibu kota Provinsi al-Jawf)
di satu pihak dan gempuran koalisi Arab pimpinan Arab Saudi ke sejumlah
sasaran di Yaman di lain pihak. Dengan demikian, pertemuan untuk menemukan
solusi damai yang disponsori PBB itu tidak membuahkan hasil yang diharapkan. Ini
merupakan pertemuan kedua sejak koalisi Arab menyerang target-target Houthi
dan tentara yang loyal kepada mantan Presiden Ali Abdullah Saleh. Pertemuan
pertama juga berlangsung tiga hari, 11-13 Mei, di Riyadh, Arab Saudi.
Pertemuan itu pun sia-sia karena Houthi tidak hadir. Sudah sejak awal Houthi
dan sekutunya menyatakan tak akan hadir bila konferensi itu dilangsungkan di
Saudi yang tidak netral.
Kegagalan pada pertemuan Jenewa itu juga
disebabkan Mansour Hadi menolak berbicara dengan Houthi kecuali milisi Syiah
itu terlebih dahulu tunduk pada Resolusi DK PBB No 2216 yang menyerukannya
mundur dari ibu kota Sana'a dan kota-kota yang diduduki sejak Februari.
Milisi Houthi pun diminta menyerahkan senjata mereka. Syarat Mansour Hadi
tersebut tidak realistis.
Memang bila Mansour Hadi `berunding' dengan mereka
berarti ia melegitimasi pemberontakan Houthi sekaligus mengakui status quo,
yang hanya menguntungkan Houthi. Toh, milisi Houthi sebenarnya tidak berniat
mengua sai seluruh Yaman. Kota-kota yang diduduki saat ini hanya dimaksudkan
memperkuat posisi tawarnya vis a vis Mansour Hadi yang mewakili sebagian
masyara kat Yaman Selatan. Houthi ingin mendirikan negara sendiri yang
berbasis di Yaman Utara seperti di masa lalu (1968-1990).
Mansour Hadi telah menyia-nyiakan peluang.
Tampaknya ia mengira posisinya kuat, sedangkan posisi Houthi yang telah
diserang lebih dari sebulan ini melemah. Dia keliru. Resolusi itu tidak
memberi mandat bagi serangan militer. Koalisi Arab yang ditopang AS
membombardir Houthi dan seku tunya berdasarkan permintaan Mansour Hadi dalam
kapasitas sebagai presiden Yaman. Permintaan agar menyerang Houthi dan sekutunya
justru melemahkan posisinya. Sebaliknya, posisi Houthi dan sekutunya justru
menguat. Rakyat Yaman bagian utara khususnya, tempat hunian warga Syiah,
justru makin bersimpati pada Houthi yang semazhab dengan mereka. Bombardir
yang dilakukan koalisi Arab yang menghancurkan infrastruktur menewaskan
sekitar 2.500 rakyat sipil, membuat ratusan ribu orang kehilangan tempat
tinggal, dan memblokade laut dan udara bagi masuknya bantuan kemanusiaan bagi
jutaan rakyat Yaman yang miskin dan sengsara, juga telah menciptakan
frustrasi rakyat di selatan.
Komunitas internasional tidak sejalan dengan
koalisi Arab, AS, Inggris, dan Prancis. Sementara itu, Iran, Rusia, dan
Tiongkok meng kritik jalan kekerasan yang dipilih koalisi. Krisis Yaman,
yakni konflik antara Mansour Hadi dan Houthi, dapat diselesaikan melalui
jalan politik. Jalan militer yang dipilih Mansour Hadi yang mengundang
intervensi negara-negara Arab inilah yang membuat utusan PBB Jamal Benomar
sebagai mediator mengundurkan diri pada Februari lalu, yang digantikan Ismail
Ould Cheikh Ahmaed.
Saat itu, Houthi menyelenggarakan pertemuan di
antara faksi-faksi politik Yaman di Sana'a untuk mencari jalan keluar bagi
situasi politik yang memburuk. Jamal optimistis penyelesaian politik dapat
dicapai. Sayang, Mansour Hadi--yang melihat peluangnya untuk menjadi presiden
mengecil - kabur ke Arab Saudi. Koalisi Arab pun melancarkan serangan, yang
menutup peluang bagi tercapai nya kesepakatan politik di antara pihak-pihak
yang berseteru.
Sekali lagi, tindakan Mansour Hadi itu membuat
ia kehilangan legitimasi, baik bagi Yaman Utara maupun Yaman Selatan. Warga
selatan yang beraliran Sunni terbagi ke dalam tiga kelompok besar. Pertama,
mereka yang mendukung status quo, yakni teritorium dan politik Yaman sebelum
krisis. Kedua, kelompok yang menginginkan Yaman berbentuk federasi. Ketiga,
kelompok yang menginginkan pemisahan total Yaman Selatan dari Yaman
Utara.Al-Qaeda di Jazirah Arab pun telah menguasai Provinsi Shabwa dan
Provinsi Abyan di selatan. Maka, tidak banyak rakyat Yaman secara keseluruhan
yang mendukung Mansour Hadi.
Sekiranya Mansour Hadi realistis demi bangsa
dan negaranya, seharusnya ia mau berunding dengan Houthi dan sekutunya tanpa
syarat.
Penolakannya hanya memperpanjang serangan
koalisi. Berharap Houthi dan sekutunya akan menyerah merupakan
ketidakpahamannya pada realitas budaya, agama, dan politik Yaman secara
keseluruhan. Syiah Zaidiyah tidak dapat hidup tanpa imam (pemimpin autentik)
dari kalangannya dan militerisme merupakan sesuatu yang dipuja dalam mazhab
itu. Salah satu syarat bagi legitimasi imam ialah kecakapan dan ketangguhannya
dalam bertempur. Dengan demikian, jangan berharap Houthi dan loyalis Ali
Abdullah Saleh (nasionalis Syiah) akan menyerah. Apalagi, Wahabi merupakan
musuh bebuyutan kaum Syiah. Maka, Ramadan akan dijalani rakyat Yaman dengan
getir dan suram. Jangan berharap Houthi dan loyalis Ali Abdullah Saleh
(nasionalis Syiah) akan menyerah. Apalagi, Wahabi merupakan musuh bebuyutan
kaum Syiah.
Maka, Ramadan akan dijalani rakyat Yaman
dengan getir dan suram. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar