Selasa, 16 Juni 2015

Pasar Ukaz dan Laboratorium Sosial Sekolah

Pasar Ukaz dan Laboratorium Sosial Sekolah

Ahmad Baedowi  ;  Direktur Pendidikan Yayasan Sukma, Jakarta
MEDIA INDONESIA, 15 Juni 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

SAYA terpana dengan jawaban lebih dari 100 guru agama yang menghadiri dialog tentang radikalisme di kalangan anak muda, yang semuanya tak paham dan familier dengan Pasar Ukaz. Demikian juga ketika saya bertanya, ada berapa banyak guru yang sudah memanfaatkan pasar sebagai laboratorium sosial bagi proses belajar mengajar di sekolah? Hampir rata-rata guru tak pernah memanfaatkan media belajar pasar sebagai basis aktivitas pembelajaran mereka. Minimnya kreativitas semacam itu jelas sekali berpengaruh terhadap daya tangkap dan kepekaan siswa secara sosial, terutama dalam memahami realitas yang terjadi di sekitar mereka.

Jika guru-guru kita hanya mengenal pasar sebagai tempat transaksi jual beli biasa, berbeda dengan orang-orang Arab klasik yang mengenal fungsi pasar tidak hanya sebatas itu saja. Jika orang-orang abad modern ini memahami bahwa pasar itu dibuka setiap hari, beda lagi dengan orang-orang Arab kuno, pasar itu bisa jadi hanya berlangsung satu tahun sekali. Pasar yang paling terkenal bagi bangsa Arab kuno ialah Pasar Ukaz, tempat para pedagang dan pebisnis mengadakan transaksi jual beli. Para politikus mengadakan lobi-lobi penting. Mereka merundingkan perdamaian, persekutuan, atau bahkan membicarakan rencana peperangan. Di Pasar Ukaz pula para penyair dan orator unjuk kemampuan, membacakan untaian kalimat indah yang mereka susun, sekaligus mengungkapkan isu-isu hangat yang sedang terjadi.

Harap diingat, di Pasar Ukaz inilah Nabi Muhammad belajar nilai-nilai moral sejak kecil sehingga ketika menerima misi kenabian di kemudian hari, Nabi Muhammad dikenal karena keluhuran budi pekertinya. Di pasar ada jutaan niat, motivasi, dan karakter orang. Mulai dari yang culas dan pemalas, rajin dan pandai, jujur dan khianat, serta setia dan bijaksana. Karena itu, sebagai sebuah laboratorium sosial bagi sekolah, posisi pasar adakah krusial bagi seluruh skema belajar mengajar yang akan diterapkan para guru dengan tidak membatasi diri pada ruang kelas. Kekayaan nilai-nilai moral di pasar perlu diperkenalkan kepada para siswa secara langsung karena dengan begitu, siswa dapat memiliki kepekaan jiwa terhadap semua bentuk kecurangan yang terjadi di sekitar mereka.

Kekeringan moral yang terjadi di tengah masyarakat saat ini, menurut saya, karena proses belajar yang membenturkan persoalan keseharian seperti yang terjadi di pasar, jarang diperlihatkan dan dialami secara nyata oleh siswa.Karena itu, pantaslah jika saat ini kita seperti mengalami kelumpuhan moral yang luar biasa, terutama jika dilihat dari konteks proses pendidikan. Risih dan prihatin ialah dua kata yang tepat untuk menggambarkan betapa sumirnya problem moralitas dipahami dan diajarkan di sekolah anak-anak kita.

Ada sekolah yang mencoba menegakkan kejujuran dikatakan sok idealis, karena melanggar kesopanan terhadap atasan dan budaya patuh terhadap yang dituakan. Ada begitu banyak guru dan kepala sekolah yang ke hilangan pegangan moral tentang kejujuran, karena dipaksa sistem pendidikan yang menginginkan kelulusan ialah segalanya bagi mereka.Tak sedikit orangtua yang kalap ketika melihat anaknya tak lulus sambil menyalahkan sekolah yang dianggapnya tak memiliki kepekaan terhadap keinginan orangtua yang telah menghabiskan banyak biaya agar anaknya lulus ujian.

Tak sedikit dari guru dan orangtua saat ini terseret dalam perilaku menyimpang karena menolak kebenaran dan kejujuran yang seharusnya mereka dukung. Berlaku jujur dan tegas saat ini seperti peri laku tercela yang harus bisa ditoleransi semua orang. Karena itu, ada baiknya jika setiap sekolah di Tanah Air mulai mengeksplorasi persoalan moral bukan hanya dari buku teks dan ceramah agama, tetapi juga dengan mengajak para siswa untuk melihat dan mengalami secara langsung apa yang sebenarnya terjadi, misalnya, di dalam sebuah pasar. Caranya?

Ada banyak kreativitas guru di Sekolah Sukma Bangsa (SSB) Aceh yang bisa ditiru.Salah satunya, ketika tiga hingga empat guru bidang studi membentuk team teaching yang terdiri dari guru agama, ekonomi, geografi, dan sosiologi. Dengan bermodalkan Rp800 ribu dari skema class project fund yang dimiliki para guru (setiap orang punya Rp200 ribu), keempat guru kemudian membagi siswa di kelas mereka menjadi 6-8 kelompok dengan tugas yang diskenariokan terlebih dahulu.

Pada pertemuan pertama, setiap kelompok diminta untuk membuat peta buta tentang perjalanan dari sekolah menuju pasar tradisional. Setelah itu, para siswa diminta membuat peta para penjual cabai dan bawang di seluruh area pasar. Ketika anak-anak kembali ke ruang kelas, masing-masing mempresentasikan peta mereka, termasuk titik-titik tempat para pedagang cabai dan bawang berlokasi.

Pada pertemuan kedua, ketiga dan seterusnya, anakanak dengan kelompoknya membeli cabai dan bawang masing-masing 1 ons pada semua pedagang yang ada di pasar tersebut. Setelah mereka kembali ke kelas, cabai dan bawang yang mereka beli kemudian ditimbang ulang dengan menggunakan timbangan standar dari Kementerian Perdagangan yang telah disertifikasi. Kira-kira bagaimana hasil timbangan cabai dan bawang yang mereka beli di pasar? Pasti kita akan terkejut, karena rata-rata pedagang di pasar ternyata memiliki perbedaan timbangan yang menunjukkan mana pedagang yang jujur, culas, dan seenaknya mengatur harga.

Hasil dari timbangan dan harga yang diperoleh siswa, kemudian akan menjadi diskusi menarik di antara guru, siswa, dan orangtua tentang nilai-nilai moral pedagang yang sesungguhnya. Ketika nilai kejujuran dan kebohongan ditemukan pada pedagang tertentu, di sanalah bidang studi agama dan sosiologi bisa dieksplorasi menjadi bahan diskusi. Ketika peta dan perbedaan harga ditunjukkan, di situlah bidang studi ekonomi dan geografi bisa mengeksplorasi kenapa dan mengapa bisa terjadi perbedaan harga, padahal pasarnya sama. 
Harga cabai dan bawang jika dikaitkan dengan kejujuran dan kebohongan, pastilah akan membawa imajinasi anakanak menerawang jauh ke dasar nurani mereka. Betapa sulit memang menjadi orang yang jujur.

Selain pasar, ada banyak laboratorium sosial sekolah yang ada di sekitar kita dan dapat menjadi media belajar anak-anak secara interaktif.Sebutlah misalnya kantor polisi, puskesmas, rumah sakit, panti jompo, masjid, gereja, kuil, dan sebagainya. Semuanya penuh dengan ilustrasi sosial, keagamaan, budaya, dan kebiasaan yang dapat dipetik anak-anak kita sebagai nilainilai moral yang harus mereka junjung tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar