Rabu, 10 Juni 2015

Ilusi Politik Citra di Filipina

Laporan Diskusi Kompas-Murdoch University
Populist Politics in Southeast Asia: Transforming or Impending Democracy?

Ilusi Politik Citra di Filipina

KOMPAS, 09 Juni 2015



                                                                                                                                                           
                                                
Januari 2001, rantai manusia yang merentang sepanjang kurang lebih 10 kilometer di sekitar Istana Malacanang, Manila, Filipina, akhirnya menurunkan Joseph Estrada dari kursi kepresidenan. Belum genap empat tahun usia pemerintahannya, pengganti Fidel Ramos itu tumbang oleh gerakan kekuatan rakyat (people power), gerakan yang juga menjatuhkan diktator Filipina Ferdinand Marcos tahun 1986.

Tuduhan skandal korupsi menjungkalkan mantan aktor ternama Filipina itu. Popularitas dan dukungan dari penggemar yang semula mengantarkan menjadi orang nomor satu tak mampu menyelamatkan Estrada. Peristiwa itu seperti kisah ironi dalam film: seorang pahlawan berakhir sebagai pecundang.

Dukungan kelompok miskin perkotaan di Filipina, terutama di Manila, atas Estrada seperti semacam ilusi. Populisme yang melingkupi kemenangan Estrada pada tahun 1998 bak candu, sebagaimana agama dipersepsikan Karl Marx. Populisme menjadi semacam obat penderitaan rakyat akibat deraan kemiskinan.

Dalam situasi sosial-ekonomi seperti itu, Estrada pada awalnya harapan akan obat tersebut. Popularitas dan janjinya menanggulangi kemiskinan akut di Filipina, secara khusus di Manila, melahirkan dukungan rakyat yang memiliki jaringan pada struktur dan basis isu politik kelompok miskin perkotaan. Isu utama yang dia gulirkan adalah kepemilikan lahan dan perumahan.

Sebelum dan sesudah era Estrada, kampanye pro rakyat selalu digunakan kandidat Presiden Filipina untuk meraih suara rakyat. Isu itu memang dinilai andal mengamankan suara pemilih. Namun, pada era Estrada terjadi pergeseran karena masyarakat Filipina sebenarnya masih bersifat paternalistik, bukan populis.

Populisme Estrada muncul sejak masa kampanye. Dia memperlihatkan dirinya berjarak dari kelompok elite tradisional, menjadi bagian dari masyarakat kebanyakan dan kelompok miskin. Kelompok miskin itulah yang menjadi basis populisme di Filipina. Strategi itu semakin kukuh oleh tayangan media yang terus-menerus menampilkan Estrada mengunjungi komunitas warga miskin. Strategi itu mampu menempatkan Estrada sebagai figur utama komunitas besar itu.

Melalui media, Estrada mampu mengakumulasi kegelisahan warga miskin kota.. Ia pun merancang "gerakan rakyat melawan kemiskinan".

Namun, minimnya visi dan strategi untuk mengurangi persoalan kemiskinan dan menjawab tuntutan riil warga miskin kota, serta dugaan skandal korupsi, perlahan-lahan menggerogoti dukungan pada Estrada. Aktor kawakan itu pun perlahan-lahan kehilangan popularitas dan dukungan massa yang mengantarkannya ke kursi kepresidenan.

Mengutip akademisi Mark Thompson, populisme yang mengantarkan Estrada sesungguhnya sangat dipengaruhi klientilisme yang berbasis kampanye media. Artinya, yang mengaitkan Estrada dengan pemilihnya adalah media.

Adapun pemikiran Mike Pinches menyebutkan, populisme di Filipina mewakili pergeseran retorika, dari paternalistik tradisional ke pengakuan atas gerakan politik populer pasca Marcos. Populisme menjadi gabungan antara popularitas individu dengan kampanye yang dilakukan media.

Tak punya basis

Di Filipina, populisme elite politik tak memiliki basis sosial yang terorganisasi dan lebih bergantung pada kepopuleran individu. Estrada sendiri tak memiliki hubungan dengan gerakan rakyat yang menumbangkan Marcos. Dia membangun sendiri gerakan yang menghubungkannya dengan masyarakat. Dukungan yang dia peroleh dari kelompok miskin perkotaan menunjukkan keberhasilan strategi itu.

Pada akhirnya, dukungan itu memudar karena Estrada tidak mampu mengimplementasikan visi dan gerakan yang dibangunnya. Mereka yang turut berunjuk rasa pada tahun 2001 yang kemudian berhasil menggulingkan Estrada bukan hanya penggemar film-film Estrada.

Di Filipina, Estrada lebih dikenal sebagai presiden populis karena lebih dekat dengan definisi paling umum tentang populisme. Namun, dari sisi kebijakan, Corazon Aquino yang menggantikan Marcos lebih banyak menghasilkan kebijakan populis, seperti melibatkan partisipasi masyarakat dan bentuk kerja sama baru. Benigno Aquino III, presiden saat ini, juga banyak mendapat dukungan jaringan masyarakat miskin kota karena komitmennya pada masalah perumahan.

Populisme di Filipina dengan melihat Estrada yang mencoba memainkan citra sebagai aktor protagonis dalam ingatan kolektif para pendukungnya, relasi dengan pendukung politik dibangun seperti antara seorang bintang film dan penggemarnya. Itulah, antara lain, yang membedakan Estrada dari mantan Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra. Populisme Estrada merupakan modal politik untuk membeli dukungan. Saat Estrada membuat "gerakan rakyat melawan kemiskinan" sebagai kendaraan memediasi perbedaan kepentingan antara dirinya dan masyarakat Filipina, Thaksin justru membangun orientasi baru partai politik pendukungnya untuk menggulirkan kebijakan nasional yang pro rakyat.

Sebagai dua sosok yang populer dalam komunitas masing-masing, Thaksin dinilai lebih mampu mempertahankan dukungan karena dapat mengonsolidasikan kepemimpinannya melalui basis organisasi dan dukungan kebijakan, sementara Estrada sepenuhnya mengandalkan popularitas individu.

Di Filipina hal itu dimungkinkan karena sejak Corazon Aquino dengan dukungan gerakan rakyat menggulingkan Marcos, semua pemimpin politik setelahnya berada dalam posisi untuk mengapitalisasi gerakan kekuatan rakyat atau people power untuk meraih hasrat politik mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar