Sistem
Sumber Daya Manusia
Berbasis
Manajemen Risiko
Achmad Deni Daruri ;
President
Director Center for Banking Crisis
|
KORAN SINDO, 14 April 2015
Tidak banyak yang tahu bahwa warisan terbesar Lee Kuan Yew
terhadap Singapura adalah sistem pembangunan sumber daya manusia berbasis
manajemen risiko.
Lee Kuan Yew paham bahwa dengan model Sollow, sistem
perekonomian mana pun akan menghadapi risiko kinerja total faktor
produktivitas yang negatif.
Sebuah survei oleh Political and Economic Risk Consultancy
(PERC) mengenai eksekutif bisnis ekspatriat pada September 2014 menemukan
bahwa orang-orang yang disurvei menganggap Hong Kong dan Singapura memiliki sistem
yudisial terbaik di Asia, dengan Indonesia dan Vietnam yang terburuk: sistem
yudisial Hong Kong diberi skor 1,45 dalam skala (0 untuk terbaik dan 10 untuk
terburuk); Singapura dengan skor 1,92, diikuti Jepang (3,50), Korea Selatan
(4,62), Taiwan (4,93), Filipina (6,10), Malaysia (6,47), India (6,50),
Thailand (7,00), China (7,25), Vietnam (8,10), dan Indonesia (8,26).
Sistem yudisial merupakan fungsi utama bagi penerapan manajemen
risiko. Bagaimana dengan pengembangan sumber daya manusia di Singapura?
Apakah Singapura memiliki pendidikan khusus untuk membangun karakter bangsa
sehingga mampu menerapkan manajemen risiko? Pertanyaan ini penting agar
Indonesia tidak mengawang- awang dalam menciptakan sistem sumber daya manusia
berbasis manajemen risiko.
Siswa masuk sekolah dasar pada usia tujuh tahun dan melanjutkan
pendidikan selama enam tahun, pada akhir masa pendidikan mereka menjalani
Primary School Leaving Examination (PSLE). Ada empat pelajaran di sekolah
dasar yaitu Bahasa Inggris, Matematika, Sains, dan Bahasa Ibu. Semua
pelajaran diajarkan dan diujikan dalam Bahasa Inggris kecuali ”Bahasa Ibu”
yang diajarkan dan diujikan dalam bahasa Melayu, Mandarin (China) atau Tamil.
Sementara ”Bahasa Ibu” merujukpada bahasautama secara
internasional, dalam sistem pendidikan Singapura sebutan ini digunakan untuk
merujuk pada bahasa kedua atau tambahan karena bahasa Inggris adalah bahasa utama. Sekolah dasar negeri
tidak membebankan biaya sekolah, tetapibisasaja muncul biaya tak terduga.
Setelah sekolah dasar, siswa masuk ke sekolah menengah selama empat hingga
lima tahun. Ada banyak pelajaran yang ditawarkan di sekolah menengah,
termasuk Bahasa Inggris, Bahasa Mandarin, Geografi, Sejarah, Matematika
Dasar, Matematika Tingkat Atas, Kimia, Fisika, Biologi, Bahasa Prancis, dan
Bahasa Jepang.
Siswa rata-rata mempelajari tujuh sampai delapan pelajaran,
tetapi sudah umum bagi siswa untuk mengambil lebih dari delapan pelajaran.
Pada akhir sekolah menengah, siswa menjalani ujian Singapore-Cambridge GCE
‘O’ Level dan hasilnya menentukan jenis jalur pendidikan pascamenengah yang
akan mereka teruskan. Biaya sekolah di kebanyakan sekolah menengah negeri
dibulatkan sampai 5 SGD setelah disubsidi pemerintah.
Tetapi, ada sekolah-sekolah menengah swasta yang membebankan ratusan
dolar untuk biaya sekolah setiap bulannya. Jelas sekali tidak ada pendidikan
khusus untuk pembangunan karakter di sekolah, namun sekolah memberikan
kualitas pelajaran dasar yang terbaik sesuai dengan standar kurikulum
internasional dalam hal ini Inggris. Tidak semua siswa masuk ke sekolah
menengah. Banyak di antaranya yang meneruskan pendidikan ke institut
pendidikan vokasi seperti Institute of Technical Education (ITE), tempat
mereka lulus dengan sertifikat vokasi.
Siswa lainnya meneruskan pendidikan ke Singapore Sports School
atau sekolah dengan program terintegrasi sehingga mereka dapat melompati
ujian Singapore-Cambridge GCE ‘O’ Level secara bersamaan. Setelah ujian
tingkat O pada usia sekitar 16 tahun, siswa secara normal masuk ke sebuah
Junior College, Centralised Institute atau Polytechnic. Program di Junior
College dan Centralised Institute mengarah pada ujian tingkat GCE A setelah
dua atau tiga tahun.
Ada lima politeknik di Singapura yaitu Singapore Polytechnic,
Ngee Ann Polytechnic, Temasek Polytechnic, Nanyang Polytechnic dan Republic
Polytechnic. Tidak seperti institusi di negara lain, politeknik di Singapura
tidak memberi gelar. Mahasiswa politeknik lulus dengan diploma pada akhir
tiga tahun kuliah. Ada lima universitas negeri di Singapura: National
University of Singapore, Nanyang Technological University, Singapore
Management University, Singapore University of Technology and Design dan
Singapore Institute of Technology.
Pemerintah Singapura telah membangun lebih banyak universitas negeri
dalam beberapa dasawarsa terakhir dengan harapan dapat menyediakan pendidikan
tinggi untuk 30% dari setiap kelompok. Matakuliah di politeknik dan
universitas diajarkan dalam bahasa Inggris. Banyak universitas asing yang
memiliki kampus di Singapura yaitu INSEAD, Chicago Business School, New York
University, University of Las Vegas, Technische Universität München, ESSEC,
dan lainnya.
Dengan cara ini, Lee Kuan Yew bisa mencangkokkan manajemen
risiko dengan mudahnya dalam pola pikir sumber daya manusia di Singapura.
Dengan ada kekuatan fundamental dari sumber daya manusianya, Singapura dengan
lantang berani membuka diri dalam konteks pelabuhan laut, udara, serta
menantang masuknya penanaman modal asing dalam sistem perbankan Singapura.
Bukti kehebatan Lee Kuan Yew dalam menerapkan sumberdaya manusia
berbasis manajemen risiko adalah krisis perbankan Asia, Eropa, dan Amerika
tidak menular di perbankan Singapura. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar