Pulihkan
Citra KPK dan Polri
Marwan Mas ; Guru Besar Ilmu Hukum, Universitas Bosowa
45, Makassar
|
KORAN
SINDO, 07 Februari 2015
Tidak mungkin dimungkiri, kisruh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) dan Polri membuat citra dan wibawa kedua lembaga penegak hukum
tergerus. Publik melihat KPK dan Polri saling berhadapan, padahal yang diduga
bermasalah hanya individu.
Yang terjadi saat ini adalah yang ketiga kalinya, sehingga
seharusnya sudah diketahui akar masalahnya agar tidak melebar ke mana-mana.
Rakyat butuh kepastian, rakyat butuh KPK untuk memberantas korupsi. Rakyat
juga butuh Polri untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
Yang paling kompeten menyelesaikan kisruh adalah Presiden
Joko Widodo (Jokowi), tetapi terkesan lambat yang membuat perseteruan
berkembang menjadi bola liar, bahkan cenderung mengarah pada fitnah yang
tidak rasional. Misalnya tudingan rekayasa dan kriminalisasi, penetapan
tersangka karena ada kepentingan politis, atau karena balas dendam.
Persoalan hukum atas status tersangka dan pelaporan dugaan
tindak pidana harus berjalan sesuai hukum yang berlaku. Tudingan miring yang
belum tentu benar itu membuat publik terbelah, ada yang gigih membela KPK dan
ada juga yang mendukung Polri. Itu terlihat di kantor KPK saat Wakil Ketua
KPK Bambang Widjojanto ditangkap penyidik Bareskrim Polri, dan saat sidang
pertama praperadilan BG di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (2/2/ 2015).
Maka itu, tidak boleh membiarkan kedua institusi penegak
hukum itu terus berhadap-hadapan, hanya karena persoalan individu yang sarat
politisasi. Memang persoalan individu tidak bisa dilepaskan dari kaitannya
dengan institusi lantaran merekalah yang menggerakkan pelaksanaan fungsi dan
wewenang institusi, tetapi tidak boleh digiring menjadi perseteruan
institusi.
Jalan Keluar
Agar rakyat kembali percaya kepada kedua penegak hukum itu
harus ada jalan keluar karena pangkal persoalan selalu sama, yaitu proses
hukum terhadap individu pejabatnya. Seteru pertama yang populer disebut
”cicak-buaya” karena dua wakil ketua KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra
Hamzah (Bibit-Chandra), dijadikan tersangka dugaan penyalahgunaan wewenang
oleh Bareskrim Polri.
Seteru kedua dan ketiga karena perwira tinggi Polri
diproses hukum oleh KPK lantaran diduga terkait kasus korupsi. Mengembalikan
citra dan wibawa keduanya, perlu menggelorakan ”save KPK, save Polri, save pemberantasan korupsi”. Semua
tudingan harus dibuktikan secara hukum tanpa intervensi. Paling tidak ada
tiga solusi yang bisa dipilih untuk memulihkan citra KPK-Polri sekaligus
dapat melaksanakan fungsinya dengan baik.
Pertama, jika semua pimpinan KPK jadi tersangka, berarti
mereka akan diberhentikan sementara dari jabatannya sesuai Pasal 32 ayat (2)
UU Nomor 30/ 2002 tentang KPK. Dalam kondisi seperti itu, KPK akan lumpuh,
tidak bisa melaksanakan fungsinya memberantas korupsi. Maka itu, Presiden
Jokowi perlu mengeluarkan perppu pergantian sementara pimpinan KPK sampai
selesai masa jabatannya Desember 2015.
Presiden juga membentuk panitia seleksi pimpinan KPK
paling lambat enam bulan sebelum berakhir masa jabatan pimpinan KPK, untuk
memilih calon komisioner KPK secara permanen. Tetapi melihat persoalan hukum
yang menimpa pimpinan KPK terkait dugaan tindak pidana masa lalunya, perlu
memikirkan jalan keluar agar tidak ada kesan mencari-cari kesalahan untuk
sekadar dijadikan tersangka karena akan diberhentikan sementara dari
jabatannya.
Wajar jika publik mulai mempertanyakan hasil verifikasi
panitia seleksi calon pimpinan KPK dan uji kelayakan dan kepatutan DPR yang
menganggap tidak ada persoalan moral dan persoalan hukum sehingga pimpinan
KPK jilid ketiga dipilih. Kedua, Presiden segera mengajukan nama baru calon
kapolri ke DPR untuk mendapat persetujuan dan segera dilantik. Jikapun BG
menggugat praperadilan harus dihargai sebagai upaya mencari keadilan.
Polri harus dijaga citranya sebagai alat negara yang
menjaga kamtibmas dengan tugas: melindungi, mengayomi, melayani masyarakat,
serta menegakkan hukum (Pasal 30 ayat (4) UUD 1945). Ketiga, Indonesia
sebagai negara hukum yang ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, maka
kasus BG, kasus BW, dan pimpinan KPK lain yang juga dilapor ke polisi harus
diproses hukum secara profesional, transparan, dan objektif. Apalagi,
Presiden Jokowi dalam konferensi pers (26/1/2015) meminta agar proses hukum
di KPK dan Polri dilaksanakan secara transparan, terang benderang dan tidak
ada kriminalisasi.
Saling Mendukung
Menyikapi seteru yang sudah memasuki ruang publik maka
wajar kalau kalangan aktivis antikorupsi dan berbagai elemen masyarakat
mendesak agar KPK tidak dilumpuhkan. Profesionalitas penyidik dan pimpinan
KPK menjerat elite-elite politik dan pejabat negara yang diduga terlibat
korupsi, menjadi taruhan apakah korupsi yang sudah menjadi penyakit kronis
itu bisa dihentikan, atau paling tidak dikurangi intensitasnya.
Realitas di masyarakat tidak mungkin ditutupi, mereka
sangat percaya pada KPK dalam pemberantasan korupsi. Tidak mengherankan
apabila banyak elemen masyarakat di seluruh pelosok negeri yang rela berdiri
di depan membela KPK. KPK dan Polri harus berada pada posisi setara dan
saling mendukung dalam upaya pemberantasan korupsi. Seteru yang berlarut justru
membuat para koruptor dan calon koruptor yang antre di berbagai institusi
negara bersorak-sorai.
Salah satu upaya Presiden untuk menyatukan sikap kedua
institusi itu dengan membentuk tim independen dari tokoh masyarakat yang
berkompeten dan dikenal memiliki integritas tinggi. Tim itulah yang
diharapkan membantu mencari solusi yang tepat guna mengakhiri perseteruan.
Namun, tidak boleh ada intervensi terhadap perlaksanaan teknis penyidikan
yang dilakukan kedua institusi hukum itu.
Akhirnya, untuk mengembalikan citra Polri, Presiden harus
segera memilih dan melantik kapolri baru. Begitu pula KPK, harus dijaga dari
kemungkinan tidak bisa melaksanakan tugas dan fungsinya. Keduanya harus diisi
sosok yang tidak berpotensi menimbulkan persoalan di kemudian hari. Momentum
seleksi pimpinan baru KPK pertengahan tahun ini, perlu dijadikan landasan
untuk mencari pimpinan KPK yang betulbetul tidak punya beban masa lalu yang
bisa diungkap. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar