Humpty
Dumpty
Sarlito Wirawan Sarwono ; Guru
Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
|
KORAN
SINDO, 08 Februari 2015
Humpty Dumpty adalah makhluk dalam
lagu ninaboboknya orang Inggris. Lagu tradisional rakyat Inggris yang
diperkirakan sudah populer sejak 1797 itu tidak jelas siapa pengarangnya,
tetapi setiap ibu di Inggris, hafal lirik itu yang salah satu versinya seperti
ini:
Humpty Dumpty sat on a wall,
Humpty Dumpty had a great fall.
All the kings horses and all the
kings men
Couldnt put Humpty together again
Kalau saya terjemahkan bebas,
kira-kira versi bahasa Indonesianya seperti ini:
Humpty Dumpty
duduk di dinding tinggi
Humpty Dumpty
jatuh tak bisa bangun lagi
Semua kuda
dan tentara raja
Tak bisa
jadikan Humpty Dumpty seperti semula
Tidak ada yang tahu Humpty Dumpty
itu makhluk apa dan bentuknya seperti apa, tetapi pada 1904 seorang artis
membuat buku cerita tentang Humpty Dumpty yang digambarkannya sebagai makhluk
anthropomorphic egg atau makhluk berbentuk telur yang mirip manusia yaitu
bisa berbicara dan bertingkah laku seperti manusia.
Di Amerika Serikat, sosok Humpty
Dumpty sudah dimasukkan ke dalam lagu-lagu, dongeng, buku, dan film, bahkan
kajian filsafat dan etika. Tak terhitung jumlahnya. Tetapi, salah satu yang
menarik adalah seperti yang diceritakan dalam literatur klasik In Through the Looking-Glass (Masuk melalui
Gelas Kaca), di mana si makhluk telur itu bertemu seorang gadis kecil bernama
Alice (kalau tidak salah adegan ini ada dalam film kartun Walt Disney Alice in the Wonderland)
dan mereka mengobrol.
“Aku benar-benar tak mengerti apa
arti kejayaan”, kata Alice. Humpty Dumpty menjawab dengan angkuh, “Pasti kamu
tidak akan mengerti, sampai suatu saat saya kasih tahu artinya. Jadi bagiku
itu pukulan yang mematikan untukmu”.
“Tetapi, arti kejayaan kan bukan
pukulan yang mematikan?” Alice memprotes. Humpty Dumpty tersenyum sinis. “Ketika
saya menggunakan satu kata”, katanya, “Arti kata itu tergantung pada saya
sendiri. Tidak kurang dan tidak lebih.”
“Jadi, kamu boleh membuat kata
dengan arti apa saja sesukamu?” Alice bertanya lagi karena tidak mengerti. “Jadi,
tergantung siapa yang berkuasa, dialah yang memberi arti pada suatu kata”,
ucap Humpty Dumpty masih tetap sinis, “Apa mau dikata, kata-kata itu memang
misteri”.
Maka itu, dialog ini sampai
dibahas dalam ilmu filsafat segala karena maknanya dalam banget. Buat saya saja (yang, maaf, profesor)
diperlukan pemikiran yang mendalam untuk memahami dialog itu, apalagi buat
orang awam. Tetapi, dialog itu di dalam buku maupun film ditujukan untuk
anak-anak. Barangkali anak-anak yang otaknya belum terlalu ruwet seperti
orang dewasa malah lebih bisa memahaminya karena anak-anak itu selalu dalam
posisi bawahan, yang harus selalu menurut apa kata penguasa, termasuk papa,
mama, opa, oma, ibu dan bapak guru, dan sebagainya.
Misalnya kejadian yang baru-baru
ini dialami Valerie. Sepulang dari sekolah (dia kelas V SD), baru saja masuk
rumah terdengar suara klakson penjual es krim kesukaan dia. Segera dia bilang
pada mamanya, “Ma, beli es krim, ya?” Mamanya yang sedang asyik ngerumpi sama
tetangga yang suaminya selingkuh, segera menjawab, “Iya, sana-sana, ambil
duitnya di dapur”. Maka Valerie segera memanggil tukang es krim, melesat
mengambil uang di dapur, dan sekejap kemudian dia sibuk menjilati es krim
kesukaannya.
Esoknya, pas pulang sekolah juga,
si tukang es krim lewat lagi. Es kriimmm...tot...tot...tot . Karena
pengalaman kemarin, otomatis Valerie minta mamanya lagi, dong , “Ma, beli es
krim, ya?”. Tapi, kali ini Mama sedang kesal karena suaminya tidak menjawab ketika
ditelepon dan di-SMS, Jangan-jangan dia lagi selingkuh juga seperti suaminya
Ibu Ayub, tetangga sebelah, pikir Mama.
Maka dengan jengkel dia menjawab
permintaan Valerie, “Apaa? Eeeh... udah ... sana-sana!” Dengan gembira
Valerie berlari hendak menyetop si tukang es krim lagi. Tetapi, mamanya
segera memanggilnya kembali, “Heeh , Valerie!! Mau ke mana kamu?”
“Mau manggil es krim, Ma”, Valerie
menjawab sambil menghentikan larinya.
“Siapa yang suruh kamu beli es krim? Ini kan
jam tidur siang. Sana-sana kamu tidur siang, nanti sore belajar, besok kan
ulangan!” perintah si Mama tegas.
Siapa yang tidak bingung coba.
Kemarin sana-sana artinya boleh beli es krim, sekarang sana-sana artinya
harus tidur siang. Itulah yang dimaksud oleh Humpty Dumpty bahwa penguasa
suka mainkan arti kata-kata seenaknya sendiri. Selama dia yang berkuasa,
dialah yang menentukan arti-arti katakata itu.
Di dunia birokrasi ada dialog
seperti ini.
Lurah : Jadi mulai hari ini, kita
bisa deklarasikan bahwa kelurahan kita bebas banjir. Nanti akan saya laporkan
ke Pak Wali agar kota kita mendapat penghargaan Adipura.
Ketua RW 04 : Belum bisa Pak
Lurah. Di RW saya, RT 12 dan sebagian RT 13 masih kebanjiran.
Lurah : Aaah... itu mah cuma air
tergenang namanya, bukan banjir. Sebentar lagi juga surut. Udah, pokoknya
tanda tangan saja, deklarasinya ya Pak RW. Nanti kalau kita menang Adipura,
kita potong kambing, sekalian doakan saya supaya SK pengusulan saya jadi
camat cepat ditandatangani Pak Wali.
Jadi kata “banjir” pun bisa banyak
artinya.
Kalau kita tarik lagi ke bidang
politik, kita akan tambah mumet lagi. Misalnya istilah-istilah seperti:
koalisi abadi, Plt (pelaksana tugas), seratus hari, menunda, tidak
memberhentikan, kader partai atau petugas partai, revolusi mental, dan
seterusnya.
Semua membingungkan. Bagaimana
kita bisa membangun bangsa dan negara kalau semua kebingungan. Ibaratnya
pasukan tentara, kalau ada aba-aba Siaaap...grak! Otomatis diikuti oleh
seluruh pasukan dengan serempak karena aba-aba itu hanya satu artinya. Kalau
aba-aba itu boleh dikritisi oleh setiap anggota pasukan, pasti pasukan akan
berantakan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar