Tiga
Langkah Jokowi untuk Papua
Neles Tebay ; Dosen STFT Fajar Timur Abepura;
Koordinator Jaringan Damai Papua (JDP)
|
SINAR
HARAPAN, 16 Desember 2014
Berbagai
media massa telah menyiarkan berita tentang penembakan sewenang-wenang pada 8
Desember lalu di Enarotali, ibu kota Kabupaten Paniai, Papua. Penembakan itu
menewaskan lima orang dan melukai 17 warga sipil.
Penembakan
brutal ini telah menarik perhatian dari berbagai pihak di dalam dan di luar
negeri. Tuntutan investigasi yang independen telah disampaikan berbagai
pihak.
Rakyat
di seluruh Indonesia hingga kini masih menanti tanggapan Presiden Joko Jokowi Widodo (Jokowi) terhadap penembakan yang
sewenang-wenang yang telah mengorbankan warga negara Indonesia (WNI) di
Paniai. Sikap berdiam diri dari Presiden Jokowi hingga mengunjungi Papua
untuk merayakan Natal nasional, 27 Desember,dapat ditafsirkan berbeda-beda
oleh berbagai pihak. Minimal orang akan bertanya: mengapa Presiden Jokowi
belum menanggapi peristiwa penembakan terhadap warga sipil di Paniai? Karena iut, Presiden Jokowi sebaiknya memberikan
tanggapannya.
Kami
mengusulkan tiga hal yang dapat dilakukan Jokowi selaku presiden Indonesia.
Pertama, presiden perlu menyatakan rasa belasungkawa atas kematian rakyat di
Paniai. Semua korban penembakan bukan merupakan warga negara asing (WNA).
Mereka bukanlah pendatang baru di Republik Indonesia. Mereka bukan pula
imigran gelap yang berasal dari negara tertentu. Mereka adalah WNI, sejak
dari dalam kandungan ibunya. Jokowi adalah presiden mereka. Mereka telah
memenangkan Jokowi dalam Pemilihan Presiden Juli 2014. Karena itu,
mengungkapkan belasungkawa merupakan sesuatu yang penting bagi seorang
presiden ketika rakyatnya menjadi korban.
Presiden
tidak perlu menunda hingga perayaan Natal untuk mengungkapkan
keikutsertaannya dalam rasa duka bersama rakyat. Ungkapan belasungkawanya
dapat disampaikan sebelum mengunjungi Papua. Hal ini agar rakyat di Papua
mengetahui presidennya telah mendengar berita tentang kematian warga yang
diakibatkan penembakan dan ikut berduka bersama mereka.
Pernyataan
belasungkawa ini merupakan suatu penghiburan bagi rakyat yang sedang berduka.
Sebaliknya, tanpa adanya ungkapan belasungkawa, rakyat Papua akan menafsirkan
bahwa presiden belum mendengar berita tentang kematian lima WNI di Paniai.
Atau kalau sudah mendengar tetapi tidak menanggapi maka presiden mengabaikan
penderitaan yang dialami rakyat.
Kedua,
Jokowi perlu memperlihatkan bahwa dia sebagai presiden tidak menyetujui
penembakan secara brutal yang dilakukan terhadap warga sipil. Ketidaksetujuan
Presiden Jokowi dapat dinyatakan dengan membentuk sebuah Tim Pencari Fakta
(TPF) yang beranggotakan maksimal tiga orang untuk menginvestigasi secara
menyeluruh atas peristiwa penembakan di Paniai. Demi memelihara kepercayaan
rakyat terhadap presiden, anggota TNI dan Polri tidak perlu dilibatkan dalam
TPF ini.
Polri
telah menugaskan anggotanya melakukan investigasi atas penembakan di Paniai.
Namun, Presiden Jokowi tidak boleh hanya mengandalkan hasil investigasi yang
dilakukan Polri. Pengalaman di Papua selama ini memperlihatkan, kalau korban
penembakannya adalah anggota Polri atau TNI, polisi hanya membutuhkan dua
hingga tiga hari untuk melakukan investigasi dan berhasil mengidentifikasi
pelaku penembakan, jenis pelurunya, dan kelompok di mana pelaku penembakan
berafiliasi. Namun, ketika korban penembakannya adalah orang Papua, polisi melakukan
investigasi, tetapi belum pernah berhasil mengidentifikasi pelaku penembakan
dan kelompok afiliasinya.
Karena
itu, rakyat tidak percaya bahwa polisi akan berhasil melakukan investigasi
penembakan yang mengorbankan orang Papua di Paniai. Hasil maksimal yang dapat
diharapkan, berdasarkan pengalaman selama ini, adalah adanya pengumuman bahwa
polisi tidak terlibat dalam penembakan terhadap warga sipil; peluru yang
digunakan dalam penembakan adalah jenis peluru yang tidak digunakan Polri;
dan polisi mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi pelaku penembakan.
Oleh
sebab itu, presiden sebaiknya membentuk tim investigasi sendiri dan hasil
investigasi polisi dapat memperkaya fakta-fakta yang ditemukan TPF di
lapangan. Sebaiknya TPF dibentuk sebelum berkunjung ke Papua sehingga rakyat
mengetahui presidennya serius menuntaskan kasus penembakan di Paniai.
Pembentukan TPF ini pasti membawa kegembiraan hati bagi rakyat.
Ketiga,
penembakan di Paniai merupakan suatu indikator yang menandakan masih adanya
persoalan-persoalan mendasar yang belum diselesaikan di Tanah Papua. Karena
itu, tak hanya kasus penembakan di Paniai, tetapi semua persoalan yang
menyebabkan terjadinya penembakan perlu dicarikan solusinya.
Oleh
sebab itu, Presiden Jokowi perlu memikirkan tak hanya bagaimana menyelesaikan
kasus penembakan di Paniai, tetapi juga mencegah agar penembakan dan berbagai
jenis aksi kekerasan yang lain tidak terulang kembali di masa depan di Bumi
Cenderawasih. Itu berarti diperlukan suatu solusi yang komprehensif.
Presiden
Jokowi dapat memperlihatkan komitmennya untuk
menemukan solusi yang menyeluruh dengan membentuk sebuah Tim Fasilitator Dialog Papua (TFDP).
Tim ini beranggotakan dua orang yang dipercayai presiden dan orang Papua,
yang integritas dan komitmennya diakui secara nasional dan internasional.
TFDP
bertugas mengoordinasi proses dialog yang inklusif yang memungkinkan
keterlibatan dari semua pemangku kepentingan. Berdasarkan masukan dari
berbagai pihak yang berkompeten dan berkepentingan, tim ini dapat mengidentifikasi
masalah-masalah yang perlu diselesaikan dan solusi-solusi yang realistis dan
dapat dilaksanakan. Hal ini mempermudah penyelesaikan konflik Papua secara
damai.
Apabila Presdien Jokowi membentuk TFDP ini sebelum melakukan
kunjungan ke Papua, rakyat akan mengetahui presidennya sungguh berkomitmen
untuk menyelesaikan berbagai masalah melalui dialog Papua dan dengan
melibatkan semua pihak. Pembentukan TFDP akan menjadi kado Natal yang sangat
berharga bagi Papua.
Melalui tiga tindakan di atas, saya yakin Presiden Jokowi akan merebut
kepercayaan rakyat Papua. Kepercayaan ini akan menjadi modal utama dalam
melaksanakan berbagai kegiatan pembangunan di tanah Papua. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar