Kamis, 18 Desember 2014

Meragukan Kesungguhan ARB

Meragukan Kesungguhan ARB

Bawono Kumoro ;  Peneliti Politik The Habibie Center
SINAR HARAPAN,  17 Desember 2014

                                                                                                                       


Sesaat setelah terpilih kembali sebagai ketua umum dalam Musyawarah Nasional (Munas) IX Partai Golongan Karya (Golkar) di Bali beberapa hari lalu, Aburizal Bakrie (ARB) mengeluarkan arahan politik agar Fraksi Partai Golkar di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menolak Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1/2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Perppu Nomor 1/2014 dikeluarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada akhir masa jabatan September lalu, sebagai respons atas pemberlakuan Undang-Undang (UU) Nomor 22/2014, bahwa pelaksanaan pilkada dikembalikan kepada DPRD. Menurut rencana, DPR akan membahas perppu tersebut usai masa reses pada Januari 2015.

Namun, tidak sampai satu pekan berselang pascapelaksanaan Munas IX Partai Golkar, ARB “menjilat ludah” sendiri dengan menyatakan, dukungan terhadap pilkada langsung sebagaimana tertuang dalam perppu tersebut. Pemilik kelompok usaha Bakrie tersebut berdalih perubahan sikap itu dilakukan setelah melihat aspirasi rakyat agar pilkada langsung tetap dipertahankan. Selain itu, untuk menghormati kesepakatan politik antara Koalisi Merah Putih (KMP) dan Partai Demokrat.

Sebagaimana diketahui, ada perjanjian politik antara KMP--Partai Gerindra, Partai Golkar, PAN, dan PKS—dengan SBY terkait perppu tersebut. Perjanjian itu dilakukan menjelang pemilihan paket pemimpin DPR, Oktober lalu. Dalam perjanjian itu, SBY disebut-sebut bersedia membawa Partai Demokrat dalam paket pemimpin DPR bersama partai-partai KMP. Namun, perppu harus disetujui menjadi UU saat pembahasan di DPR nanti.

Dengan sikap politik Partai Golkar mendukung perppu, besar kemungkinan partai-partai lain di KMP turut mendukung sikap partai berlambang pohon beringin tersebut. Apalagi, ARB merupakan ketua presidium KMP. Jika KMP solid mendukung perppu akan menghasilkan kekuatan 253 kursi, terdiri atas Partai Gerindra (73 kursi), Partai Golkar (91 kursi), PAN (49 kursi), dan PKS (40 kursi).

Jumlah itu kian menguatkan barisan partai-partai yang sedari awal telah bersikap untuk mendukung perppu. Terdapat Partai Demokrat (61 kursi), PDIP (109 kursi), PKB (47 kursi), PPP (39 kursi), Partai Nasdem (35 kursi), dan Partai Hanura (16 kursi). Dengan demikian, seluruh kekuatan politik di DPR akan bulat mendukung perppu disahkan menjadi UU.

Bila konfigurasi politik di atas dapat terwujud saat pembahasan perppu di DPR, tentu menjadi kabar baik bagi kelangsungan demokrasi di Indonesia. Pelaksanaan pilkada langsung akan tetap dipertahankan dan tidak dikembalikan kepada DPRD. Namun, pernyataan dukungan ARB terhadap pilkada langsung tidak serta-merta dapat menjadi jaminan perppu akan diterima DPR untuk kemudian dituangkan menjadi UU.
Mengapa demikian?

Tidak boleh dilupakan, gagasan pengembalian pilkada kepada DPRD muncul dari partai-partai KMP pascakekalahan pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa dalam pemilihan presiden lalu. Dalam sidang paripurna DPR akhir September lalu, KMP berhasil mengegolkan proposal pilkada tidak langsung melalui pengesahan UU Nomor 22/2014. Namun, kemudian dianulir Presiden SBY dengan menerbitkan Perppu Nomor 1/2014.

Sulit untuk tidak mengatakan kemunculan gagasan pengembalian pilkada kepada DPRD didasarkan atas kalkulasi politik tertentu dari KMP. Dengan asumsi koalisi solid melalui penguasaan kursi di DPRD provinsi/kabupaten/kota seluruh Indonesia, bukan hal sulit bagi KMP untuk merebut posisi kepala daerah.

Di samping itu, ada satu hal lain dapat menjadi penentu seberapa besar ketulusan dukungan ARB terhadap perppu. Hal itu tidak lain adalah kepastian pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemehukham) terhadap kepengurusan Partai Golkar hasil munas di Bali, bukan kepengurusan Partai Golkar hasil munas di Jakarta yang digelar kubu Agung Laksono cs.

Bukan tidak mungkin bila nanti Kemenhukham tidak kunjung memberikan kepastian pengesahan terhadap kepengurusan Partai Golkar hasil munas di Bali, ARB akan melakukan politik balas dendam kepada pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, dengan cara menjegal perppu dalam pembahasan di DPR usai masa reses pada Januari 2015.

Jika kelak pandangan penulis di atas benar terjadi, tidak berlebihan anggapan sebagian besar publik selama ini bahwa dalam berpolitik para elite kita semata-mata cuma untuk melanggengkan kepentingan pribadi jangka pendek saja, bukan untuk mewujudkan kepentingan jangka panjang bangsa dan negara. Semoga pandangan penulis di atas salah dan tidak benar-benar terjadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar