Mampukah
Pemerintah Berhemat?
Muhammad Arhami ; Dosen Politeknik Negeri Lhokseumawe;
Mahasiswa Ph.D pada Yildiz Teknik Universitesi-Istanbul,
Turki
|
HALUAN,
15 Desember 2014
Akan mampukah
pemerintah berhemat? Itulah pertanyaan yang muncul di benak rakyat ketika
slogan berhemat dilontarkan oleh pemerintah. Jawabannya adalah pasti mampu,
dan harus mampu berhemat dengan cara menghentikan pemborosan yang selama ini
terjadi. Pemerintah sekarang telah berupaya untuk berhemat di antaranya
melalui Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menginstruksikan kepada semua
kepala daerah, mulai dari gubernur, walikota, dan bupati untuk menggelar
rapat di kantor masing-masing.
Instruksi itu, kata dia,
juga berlaku bagi para pejabat pusat di lingkungan Kemendagri
(http://nasional.kompas.com, 6/11/2014) dan Menteri BUMN Rini M Soemarno,
misalnya, menginstruksikan semua direksi dan pejabat perusahaan milik negara
menggunakan penerbangan kelas ekonomi saat melakukan perjalanan dinas, serta
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy
Chrisnandi bahkan mulai menghentikan rapat dan konsinyering di hotel dan
mengalihkannya ke kantor kementerian (Media
Indonesia, 7/11/2014).
Apa yang dilakukan
tersebut perlu kiranya diberikan apresiasi sebagai upaya menjadikan
penggunaan anggaran lebih efektif dan efisien. Nilai positif yang bisa
diambil dari instruksi tersebut adalah nantinya semua pejabat dan pegawai
pemerintah akan berimprovisasi untuk menciptakan kegiatan yang lebih
menyentuh ke masyarakat dan hemat dalam segi pendanaan.
Jika saja pemerintah dari
dulu menerapkan budaya hemat maka kesejahteraan bagi rakyat akan cepat
tercapai. Uang negara yang merupakan harta rakyat tidak akan “terhambur” pada
hal-hal yang tidak penting dan hal-hal yang tidak bermanfaat. Hemat bukan
berarti pelit, tapi hemat merupakan cara mengatur penggunaan uang sesuai
kebutuhan, mengeluakan sesuai keperluan dan hasilnya dapat dinikmati untuk
kesejahteraan, seperti kata pepatah “hemat pangkal kaya, boros pangkal
miskin”, jika dibawa dalam artian luas untuk negara maka hemat merupakan
pangkal menuju kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
Ada beberapa contoh pemborosan
uang negara yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
yaitu pertama banyaknya kegiatan yang dilakukan pemerintah hanya
sedikit yang memihak kepada rakyat, dan terkesan suatu kegiatan yang
dilaksanakan tidak dengan sepenuh hati. Kegiatan lebih banyak dilaksanakan pada
setiap menjelang akhir tahun di masa tutup buku anggaran, maka di situlah
instansi pemerintah baik di dinas-dinasnya maupun yang setingkatnya
berlomba-lomba “menciptakan” kegiatan dadakan yang dapat menghabiskan “uang
rakyat” dan membuat laporan yang terburu-buru. Kegiatan tersebut dapat berupa
pelatihan, workshop dan seminar yang terkadang dilaksanakan ala kadarnya dan
terkadang tidak menyentuh substansi persoalan yang ada di masyarakat untuk
diselesaikan melalui kegiatan-kegiatan tersebut.
Cenderung kegiatan yang
dilaksankan hanya sebatas “kejar tayang” untuk menghabiskan dana APBN ataupun
APBD. Kita masyarakat juga tidak begitu mengetahui apakah kegiatan itu benar
dilaksanakan atau hanya sekadar membuat laporan fiktif saja dengan
kuintasi-kuintasi yang “diciptakan”. Hanya Allah SWT, Tuhan yang maha tahu
dan yang membuat laporan tesebut tentang kebenarannya.
Kedua, pemborosan uang
negara dapat terjadi untuk biaya perjalanan dinas atau lebih dikenal SPPD.
Biaya perjalanan dinas ini sangat rawan manipulasi, dan sudah menjadi rahasia
umum bahwa ada yang membuat SPPD fiktif, misalnya membuat tujuan dinas ke
suatu tempat, waktu kunjungan lima hari tapi yang dilaksanakan hanya tiga
hari dan laporan yang dibuat lima hari. Terkesan bahwa melalui SPPD ini “lahan”
memperkaya diri dari uang rakyat. Pemborosan yang paling menonjol terkait
perjalanan dinas adalah perjalanan dinas ke luar negeri yang cukup banyak
menguras uang rakyat. Dan boleh dilihat bahwa tidak ada perubahan yang
signifikan dari hasil kunjungan dinas ke luar negeri, baik terkait
pendidikan, transportasi, kesehatan, hukum dan lain sebagainya.
Secara legalitas
perjalanan dinas memang sudah sesuai aturan dan prosedur namun apakah manfaat
dan perubahan bisa dirasakan oleh masyarakat dari hasil perjalanan dinas
tersebut?. Semua dapat kita beri nilainya. Untuk itu kedepan dibutuhkan
pertanggungjawaban dari yang melakukan perjalanan dinas secara transparan
kepada masyarakat, karena secara substansi masyarakat tidak tahu bagaimana
uang digunakan, apakah benar untuk kepentingan publik atau kepentingan
pribadi/golongan seandainya yang melaksanakan perjalanan dinas tidak mempublikasikan
hasil kegiatan dinasnya secara terbuka, transparan dan akuntabel. Hal ini
perlu dilakukan oleh semua yang mendapat fasilitas biaya perjalanan dinas
agar rakyat tidak curiga kemana uang tersebut digunakan dan agar tidak ada
dusta antara pemerintah dan rakyat
Jika kita melihat ke semua
Pemda di Indonesia maka sangat yakin bahwa mereka sangat mampu untuk menghentikan
pemborosan tersebut. Pemerintah tentunya tidak akan mampu berjalan
sendiri melakukan penghematan uang rakyat tanpa dukungan dan bantuan dari
rakyat. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh rakyat yaitu bagi
masyarakat yang mempunyai usaha jasa tiket, hotel, usaha-usaha alat tulis
kantor dan usaha lainnya adalah dengan cara menutup celah bagi pembuatan yang
sifatnya fiktif, artinya tidak memberikan ruang bagi siapapun untuk melakukan
markup biaya, memalsukan tiket pesawat dan boarding
past, memanipulasi kuitansi pembayaran dan lain sebagainya.
Masyarakat juga harus melakukan kontrol dan mengawasi kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh pejabat-pejabat publik dan berani melaporkan jika menemukan
kegiatan yang menyimpang dari aturan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar