Demi
Keindonesiaan yang Sejati
L Murbandono Hs ; Peminat Peradaban,
Tinggal di Ambarawa, Kabupaten Semarang
|
SUARA
MERDEKA, 15 Desember 2014
KABINET
Joko Widodo telah mulai memimpin negara kita sejak Oktober lalu. Di luar
aneka macam kritik dari siapa pun, rakyat yang berakal sehat tetap berharap
kepada Presiden Jokowi semoga dengan kekuasaannya berani mereparasi
keindonesiaan sejati yang sudah dan masih rusak.
Keindonesiaan
sejati itu rusak karena dirusak oleh kekuasaan-kekuasaan sebelum Oktober 2014
di mana sebagian penguasa adalah orang-orang jelek yang berakal budi picik.
Kerusakan
itu diawali sejak 5 Juli 1959, rusak parah pada zaman Orde Baru, dan tak
kunjung diperbaiki secara tuntas pada zaman yang disebut reformasi.
Keindonesiaan yang sejati adalah ”menjadi Indonesia” seperti dicita-citakan
para ibu-bapak bangsa kita. Itu adalah Indonesia ketika Bhinneka Tunggal Ika
dihayati sebagai warna-warni pelangi yang utuh tanpa satu warna pun
diabaikan, atau apalagi dibinasakan.
Ini
sejatinya pernah diupayakan oleh Gus Dur, semasa menjabat presiden namun
gagal, dijegal para penguasa yang brengsek. Kegagalan itu menandai
keindonesiaan yang sejati sebagai puncak kehidupan berbangsa dan bernegara
tidak dihayati dengan jujur secara menyeluruh oleh rezim-rezim kekuasaan pada
zaman yang disebut reformasi. Itulah sebabnya harapan rakyat kepada Presiden
Jokowi bukan sekadar cita-cita tingkat biasa melainkan cita-cita tingkat
raya.
Cita-cita
raya ini agaknya tidak mudah tercapai dan bahkan mungkin sukar sekali, atau
mendekati kemustahilan. Itu terjadi karena negara kita sampai saat ini masih
dijajah kawanan penjahat yang sangat kuat, solid, dan penuh rahasia mekanisme
kerjanya yang hanya diketahui pihak-pihak terkait.
Mereka
berada di dalam lingkaran semua pilar kekuasaan dengan jiwa orbaisme yang
fanatik bersama turunan kebermasalahannya yang nyanthel laten semisal nakal,
licik, melecehkan akal sehat, manipulatif, doyan suap dan senang disogok,
kejam, rasis, fasis, feodal, merasa benar sendiri, mau menangnya sendiri,
lihai kongkalikong, sewenang-wenang, munafik, dan rakus. Dalam konteks
karakter kebermasalahan semacam itu, lahirlah dua budaya barbar dalam diri
kawanan tersebut. Pertama; pelanggaran HAM menjadi sekadar kinderspel alias
mainan bocah dan korupsi menjadi menu harian belaka bagi mereka.
Kedua;
mereka terus bekerja menjegal reformasi, mengaburkan dosa-dosa orbaisme,
dengan cara membuat bingung rakyat. Pasalnya, hanya dengan cara inilah mereka
bisa terus menguasai segala hasil penjarahan dari merampok harta raya
Republik Indonesia (milik rakyat Indonesia) selama lebih 30 tahun.
Dasar Rekonsiliasi
Artinya,
cita-cita tingkat raya dari rakyat ini bakal menjadi pekerjaan amat berat
bagi Presiden Jokowi dan kabinetnya apabila mereka yang akan berkuasa selama
lima tahun mendatang ini memang benar-benar prorakyat dengan berlandaskan
spirit keindonesiaan yang sejati.
Di
samping dalam tataran praktis dan teknis agenda kerja amat berat, cita-cita
raya ini juga menuntut sikap batin yang bijak adalah mindset berdasar kasih
(kejahatan jangan dibalas dengan kejahatan) sebagai dasar untuk rekonsiliasi
segenap warga bangsa.
Sebesar
apa pun dosa kaum penjajah orbais, mereka tetap bangsa Indonesia. Mereka
bukan penjajah Belanda, Jepang atau penjajah luar negeri mana pun. Apalagi,
kaum orbais itu tidak lebih hanya wayang-wayang yang dimainkan oleh para
dalang dalam Perang Dingin antarblok Barat dan Timur.
Tanpa
Perang Dingin, di negara kita tidak akan pernah lahir orbaisme yang sarat
masalah. Di luar rasa hormat dan apresiasi saya atas berbagai kinerja Kabinet
Kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam tempo yang amat singkat, kiranya seluruh
kinerja yang positif itu akan sirna kepositifannya apabila Jokowi mengabaikan
keindonesiaan yang sejati sebagai pendasar seluruh kehidupan berbangsa dan
bernegara yang menjadi cita-cita para ibu-bapak bangsa kita.
Alhasil, sekalipun konon politik cenderung korup dan kata orang
kekuasaan cenderung akrab dengan penyalahgunaan, kita berdoa agar Presiden
Jokowi dan kabinetnya merdeka dari hal-hal kotor dan mampu menjalankan tugas
nasional dan internasional dengan benar, baik, dan terutama jujur sehingga
negara dan bangsa Indonesia raya dalam arti yang sebenar-benarnya sungguh-sungguh
terwujud. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar