“Copy
Paste”
Samuel Mulia ; Penulis Mode dan Gaya Hidup, Penulis Kolom “Parodi” di Kompas
|
KOMPAS,
12 Oktober 2014
SAYA sedang membaca salah satu posting teman saya di sebuah media
sosial berupa kutipan dengan foto dirinya yang sedang mengikuti lomba
Aquathlon. Kutipan itu berbunyi begini. ”I
hated every minute of training, but I said, don’t quit. Suffer now and live the
rest of your life as a champion.”
Pepesan
kosong
Kutipan itu adalah ucapan dari petinju legendaris Muhammad Ali, yang
menurut asumsi saya ditujukan untuk menyemangati teman saya itu yang sedang
berjuang dalam sebuah pertandingan, dan juga orang lain yang membacanya.
Setelah membaca kutipan itu, saya terpancing untuk memberi komentar.
Namun saya urungkan niat itu, takut ia tersinggung, meski awalnya saya
bermaksud mengatakan bahwa kutipan itu luar biasa maknanya, tetapi harus
disadari kalau ia itu bukan Muhammad Ali.
Nyaris setiap hari saya membaca kutipan yang menyemangati, yang
membakar, yang bijak. Kadang beberapa orang mengirimkan ke akun media sosial
saya tanpa diminta, karena saya yakin mereka berpikir bahwa sesuatu yang
positif, tak ada salahnya dibagikan.
Dulu saya mengaminkan semua kutipan-kutipan itu, karena sejujurnya tak
ada yang keliru dari semua itu. Termasuk kutipan di atas. Kemudian dengan
berjalannya waktu, saya menjadi lebih dewasa, saya mengalami banyak gejolak
kehidupan. Dan kutipan itu kadang hanya seperti pepesan kosong yang tak
bermakna buat saya dan hanya terasa seperti sebuah susunan kalimat yang
indah.
Pepesan kosong itu lebih kepada hasilnya yang saya alami tak seperti
apa yang dituliskan dalam kutipan itu. Kutipan di atas menyarankan untuk
tidak menyerah, tetapi kenyataannya saya menyerah dalam sebuah perlombaan
kehidupan.
Menyerah karena saya tak bisa tahan dalam latihan karena saya tidak
sesehat sang petinju legendaris, saya tak punya kekuatan mental yang sama,
kepandaian yang sama. Dan ketika saya menyerah, ada kutipan lain yang
mengatakan menyerah itu berarti kalah.
Kalau sudah begitu ingin rasanya agar si pembuat kutipan itu memiliki
perjalanan kehidupan yang seperti saya, yang lemah di sana dan di sini.
Sehingga ia mengerti bahwa menyerah itu tak selalu berarti kalah.
Ia bisa mengerti bahwa kalimat indah itu ternyata dapat menimbulkan
kejengkelan yang sangat buat orang lain yang memiliki kondisi yang berbeda.
Kutipan yang mirip sebuah janji yang susah dipertanggungjawabkan. Bagaimana
kalau pada akhirnya saya tak bisa hidup sebagai seorang champion? Bisakah
saya protes kepada sang petinju?
Kacamata
yang tepat
Kamu bisa. Ucapan itu sering saya dengar. Kemudian saya berpikir
bagaimana saya bisa kalau orang lain bisa? La wong IQ, EQ, dan SQ saya dan
mereka berbeda. Perjalanan hidup saya berbeda, nilai yang saya pahami dan
dapati berbeda.
Maka sering kali saya tak terelakkan untuk menjadi kecewa.
Kutipan-kutipan yang positif itu mengajarkan saya menyemangati hidup dengan
semangat dan kekuatan orang lain. Itu sungguh sebuah kekeliruan.
Bukankah seharusnya saya ini belajar dan melatih untuk menyemangati
hidup dengan kekuatan saya sendiri, melatih melihat kemampuan sendiri,
menghargai apa yang saya miliki, bahkan sebuah kebodohan sekalipun. Saya
keseringan berkhayal menjadi seperti orang lain, dan terjerat karenanya.
Kutipan sering kali lahir dari pengalaman hidup seseorang. Dari
pengalaman hidup itu lahirlah sebuah pembelajaran yang memberikan pencerahan.
Kemudian pencerahan itu dibagikan kepada orang lain.
Padahal saya mengamati, pencerahan yang dibagikan kadang sama sekali
tak ada efeknya buat orang lain, karena mereka tak mengalami peristiwa yang
sama. Itu persis seperti ketika saya usai melakukan transplantasi ginjal.
Saya menasihati bahwa orang itu harus berhati-hati dalam mengonsumi
asupannya, mengingatkan mereka untuk memelihara kesehatannya dengan baik.
Kenyataannya? Manusia yang saya nasihati, tak peduli sama sekali.
Karena mereka memiliki ginjal utuh, saya lahir dengan ginjal yang eror. Dalam
usia yang sama, mereka makan segalanya, saya yang harus berhati-hati.
Yang KO saya, mereka yang menjadi champion tanpa memiliki kolesterol
yang tinggi, tanpa tekanan darah yang tinggi, tanpa ada kreatinin dan ureum
yang tinggi. Mereka makan garam tanpa masalah, saya makan sedikit saja kepala
langsung cenut-cenut.
Oleh karenanya ketika saya menasihati, mereka seperti mendengar orang
yang hidupnya sial sekali. Maka melihat mereka tidak peduli, saya angkat
topi. Mereka begitu kuatnya memercayai dan menghargai diri mereka sendiri.
Saya ini senangnya memiliki hidup dengan prinsip copy paste. Sementara mereka berani untuk tidak melakukan
eksekusi itu. Saya ini suka lupa kalau saya ini bukan Muhammad Ali. Mereka
selalu mengingatkan diri mereka bahwa mereka itu bukan orang lain.
Saya terbiasa melihat hidup saya dengan menggunakan kacamata orang
lain, mereka membiasakan melihat hidup dengan kacamata mereka sendiri. Saya
menjadi sering kecewa karenanya, Mereka terbiasa merasa bahagia dengan
keadaan mereka. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar