Diferensiasi
Harga BBM untuk Keadilan
Bambang Setiaji ; Rektor Universitas
Muhammadiyah Surakarta
|
KORAN
SINDO, 01 September 2014
Tugas
utama pemerintah adalah menjaga gawang keadilan. Hal ini karena pasar yang
menghasilkan keseragaman harga buta terhadap perbedaan daya beli rakyat
banyak.
Tanpa
menegakkan keadilan, keberadaan pemerintah menjadi tidak bermakna. Di negara
liberal pun keberadaan pemerintah bertugas mengoreksi pasar dan merekayasa
keadilan. Misalnya, pemerintah di berbagai negara menetapkan upah minimum
yang bertujuan membuat keadilan pembagian nilai tambah antara pengusaha dan
pekerja. Pada kesempatan atau ada momentum yang mengharuskan kenaikan harga
BBM sekarang ini, sebagai penjaga gawang keadilan, pemerintah perlu
memikirkan diferensiasi harga BBM sesuai daya beli masyarakat yang
berbeda-beda.
Jumlah
subsidi dengan tingkat konsumsi sekarang ini memerlukan sekitar Rp360 triliun
untuk menyubsidi pembelian BBM masyarakat. Subsidi ini tidak adil dan harus
dihentikan karena dinikmati lebih besar oleh kelompok atas. Persoalannya,
apakah kesempatan emas ini akan diselesaikan melalui jalan mudah, yaitu harga
BBM bagi orang kaya dan miskin dinaikkan dengan jumlah yang sama?
Katakanlah,
harga diseragamkan pada Rp8.500 per liter. Itu bagi si miskin terasa berat,
sedangkan bagi si kaya, walaupun subsidi sudah berkurang, tetap saja tidak
tepat karena masih mendapat subsidi atas tindakannya mencemari udara. Dengan
diferensiasi harga bisa diformulasi misalnya kelompok bawah hanya naik Rp500
atau tetap pada harga lama, tetapi kelompok atas tidak perlu diberi subsidi
lagi mengikuti harga pasar di sekitar Rp11.000.
Pilihan
terakhir itulah yang perlu didiskusikan di sini karena menyangkut tugas utama
pemerintah sebagai penjaga gawang keadilan. Berapa persen yang dianggap
kelompok bawah dan atas? Katakanlah, setengah-setengah sehingga harga
rata-rata yang dicapai Rp9.500 per liter. Dengan cara ini, kebutuhan subsidi
jauh menurun dan diharapkan terdapat ruang fiskal baru Rp150-200 triliun yang
sangat bermakna untuk membiayai infrastruktur dan pembangunan sumber daya
manusia yang membentang begitu bervariasi dari Papua sampai Aceh.
Diferensiasi
harga merupakan cara yang tepat dan adil karena memperhatikan daya beli
rakyat banyak. Program ini sebenarnya sudah ada dan bukan cara yang baru. Di
bidang energi listrik sudah dilakukan dengan membuat harga berbeda antara
pengguna keluarga miskin dan keluarga kaya untuk tujuan bisnis dan tujuan
sosial. Di bidang BBM pemerintah melalui Pertamina juga sudah membuat
ketentuan diferensiasi harga dengan menjual beberapa jenis BBM seperti
premium yang merupakan BBM bersubsidi dan pertamax yang tidak bersubsidi.
Kenaikan
harga BBM secara sama memang memudahkan administrasi pemerintah di mana
premium mendekati pertamax tidak lain adalah mengikuti nature pasar, tetapi
itu bagaimanapun menghilangkan derajat peran pemerintah sebagai penjaga
keadilan. Ketidakefektifan diferensiasi harga sekarang disebabkan oleh
kegagalan pemisahan konsumen. Seperti tertuang dalam peraturan pemerintah,
kendaraan dinas pemerintah, BUMN, BUMD, sektor pertambangan, perkebunan, dan
kehutanan tidak diperkenankan mengonsumsi BBM bersubsidi.
Kenyataannya,
petugas SPBU kesulitan dalam menyaring kendaraan bermotor yang hendak mengisi
BBM. Ketentuan larangan ini perlu ditambah dengan mobil pribadi keluaran lima
tahun terakhir. Untuk memudahkan petugas, ketentuan perlu diubah bukan siapa
yang tidak boleh yang tentu saja menyulitkan petugas dalam beberapa menit,
tetapi siapa yang boleh dengan menyerahkan voucher, katakanlah, dua literan.
Target group harus membeli voucher
ini di toko-toko ritel sambil membantu UMKM.
Kuantitas vs Harga
Di
samping masalah harga, BBM juga menghadapi masalah kuantitas. Jumlah penduduk
yang besar kurang dikembangkan budaya menggunakan transportasi massal, tetapi
dikembangkan mobil murah yang mendorong konsumen marginal menjadi konsumen
riil. Akibat itu, bisa diduga kebutuhan BBM terus menanjak. Sementara
produksi minyak Indonesia justru menurun selama sepuluh tahun terakhir dengan
penurunan sekitar 5% per tahun dari 1,094 juta barel per hari pada 2004
menjadi 850.000 barel pada 2013.
Sekali
lagi, sebenarnya moda transportasi massa kita misalnya kereta api Jabodetabek
merupakan pilihan yang sangat baik, terutama bagi yang ingin terhindar dari
kemacetan. Beberapa hal dapat ditingkatkan seperti jumlah armada masih kurang
sepadan dengan jumlah penduduk sehingga masih berdiri berdesakan. Bila armada
ditambah dan ruang berdiri diberi tambahan kursi, kenyamanan akan meningkat.
Soal keamanan seperti pencopet dan tindak kekerasan susila bisa diatasi
misalnya dengan menambah dan mengefektifkan gerbong khusus wanita dan
menugaskan militer teritorial untuk membantu polisi yang jumlahnya tidak
mencukupi membantu keamanan transportasi.
Guna
menurunkan jumlah kendaraan yang menyedot lebih banyak lagi BBM dan akhirnya
anggaran subsidi negara, pajak kendaraan harus dinaikkan. Dengan meningkatkan
harga kendaraan baik roda dua maupun roda empat, tentu laju pembelian
kendaraan akan melambat dan laju kebutuhan kuantitas BBM akan bisa
diperlambat.
Lebih Jauh dengan
Voucher BBM
Bagaimana
cara melakukan diferensiasi harga dengan tujuan meningkatkan skema keadilan
di mana kelompok bawah membayar lebih rendah dan kelompok atas membayar lebih
tinggi. Voucher sebaiknya dicetak oleh Perum Peruri dengan kualitas cetak
seperti uang. Voucher ini dibeli oleh target group misalnya kelompok bawah,
siswa dan mahasiswa, kendaraan umum, petani, dan nelayan.
Pada
masa depan mereka akan memiliki kartu kuota seperti kartu ponsel untuk
membeli berapa banyak voucher yang bisa dibeli setahun. Pada jangka pendek
ini, sebelum sistem elektronik siap, voucher tidak bisa dibeli oleh mobil
pemerintah dan seterusnya yang didaftar dalam keputusan pemerintah yang
selama ini dan perluasannya misalnya pemilik mobil yang berumur kurang dari
lima tahun sehingga tercapai jumlah subsidi yang masuk akal.
Dengan
sistem voucher, SPBU tidak bisa menjual premium ke bukan yang berhak dengan
uang tunai karena SPBU hanya bisa membeli BBM bersubsidi ke Pertamina juga
dengan voucher. Apabila BBM dijual kepada yang tidak berhak dengan uang
tunai, SPBU tidak bisa kulakan. Gagasan ini mungkin memiliki banyak kendala
yang perlu disempurnakan di lapangan, tetapi yang penting wacana keadilan
harus terus-menerus digulirkan untuk membantu si lemah dan memandirikan si
kuat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar