Waspada
Keterdesakan IS di Irak
Ibnu Burdah ; Pemerhati Timur Tengah dan
Dunia Islam,
Dosen
Pascasarjana Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
|
MEDIA
INDONESIA, 29 Agustus 2014
MULAI terdesaknya IS (Islamic State/Dawlah Islamiyyah/ISIS)
di Irak seiring dengan keterlibatan kekuatan udara AS dan negara-negara besar
lain tak serta-merta menyelesaikan persoalan yang ditimbulkan kelompok
radikal tersebut. Sebaliknya, situasi itu
justru harus disikapi dengan kewaspadaan yang lebih. Pasalnya, anasir-anasir
kelompok itu dan simpatisannya masih mampu untuk mengkreasikan aksi kekerasan
yang tak bisa dipandang enteng. Bukan hanya di Irak dan Suriah, melainkan
juga di berbagai negara termasuk di Indonesia.
Di Irak, kelompok yang
semakin terdesak ke arah utara itu diperkirakan akan terus bergerak menuju
arah barat, selanjutnya masuk ke wilayah Suriah. Wilayah Suriah yang dimaksud
ialah daerah yang telah menjadi daerah kekuasaan IS selama ini. Kelompok itu
akan survive dan nyaman di Suriah
jika perang destruktif di Suriah masih terus berlangsung. Kekacauan bagi
kelompok semacam tersebut adalah surga, yang nyaman bagi mereka untuk
bertumbuh dan berkembang.
Dampak dari hal itu
mungkin ialah perang destruktif yang seperti tak berujung di Suriah akan
kembali lebih sengit. Peran kelompok tersebut di lapangan signifikan
sepanjang perang Suriah selama lebih dari tiga tahun ini. Mereka tak hanya
berperang melawan rezim Assad dan para pendukungnya, tapi juga melawan
kelompok-kelompok oposisi moderat dan kelompok radikal lain.
Namun, mereka di
Suriah juga tak akan senyaman dahulu. Pemerintahan Obama telah mengeluarkan
otorisasi untuk mengintai kelompok tersebut di Suriah untuk menjadi target
serangan udara AS pada saatnya nanti. Itu tampaknya tak akan lama lagi.
Di Irak, `ibu kota
khilafah IS' (Mosul) mungkin akan jatuh ke tangan kekuatan gabungan pasukan
Irak, milisi Syiah, dan Peshmerga Kurdi yang didukung kekuatan udara sejumlah
negara Barat. Namun, perlawanan pasti akan diberikan para pengikut teguh
kelompok itu. Aksi kekerasan dengan berbagai cara termasuk aksi bom bunuh
diri serta penyanderaan penduduk yang tak berdosa pasti marak di sejumlah
wilayah di Irak, mengiringi proses tumbangnya `kekhalifahan' palsu itu.
Ini bisa berarti
bencana yang tak kecil. Aksi bom bunuh diri merupakan modus yang dilakukan
kelompok tersebut sekitar 10 tahun terakhir untuk melawan dominasi Syiah di
Irak dan Suriah. Cara itu mungkin akan digencarkan secara masif pada
saat-saat sekarang. Stok `pengantin' yang bersedia melakukan aksi bom bunuh
diri dalam kelompok itu begitu melimpah, termasuk mereka yang datang dari
Indonesia. Dalam situasi terdesak, opsi brutal itu mungkin akan mereka ambil.
Indonesia
Di negara-negara lain
khususnya di Tanah Air, pengaruh keterdesakan IS juga harus diwaspadai. Ada
dua sumber ancaman terhadap keamanan di Tanah Air terkait dengan hal itu.
Pertama, tumbangnya `kekhalifahan palsu' itu bisa jadi diikuti kepulangan
sejumlah pengikut IS ke Tanah Air. Kepulangan mereka bisa jadi atas inisiatif
sendiri ataupun atas komando dari pimpinan IS agar mereka melanjutkan
`perjuangan' di Tanah Air.
Jumlah mereka yang
pulang itu mungkin hanya beberapa gelintir orang. Akan tetapi, kepulangan
satu dua orang dari kelompok itu sama sekali tak boleh diremehkan. Kita mesti
menyadari, tanpa harus melebih-lebihkan, kelompok tersebut memang lebih ganas
dan brutal jika dibandingkan dengan kelompok tandzim Al-Qaeda ataupun alumni
perang Afghanistan. Mereka pecah kongsi dari Al-Qaeda itu antara lain juga
disebabkan aksi kekerasan yang mereka lakukan dipandang pimpinan Al-Qaeda
terlalu brutal sehingga bisa merusak citra jaringan teroris internasional
itu.
Sekali lagi, mungkin
kedatangan beberapa gelintir orang dari IS di Tanah Air tetap harus
diwaspadai. Faktanya, kedatangan sejumlah alumnus Afghanistan `saja' beberapa
dasawarsa lalu telah merepotkan aparat keamanan di Tanah Air hingga sekarang.
Orang-orang seperti itu selalu bergerak dengan tenaga luar biasa dan seperti
tanpa lelah untuk terus berburu pengikut, melakukan indoktrinasi, dan
mengajarkan keterampilan-keterampilan `kekerasan' kepada para pengikutnya.
Di kalangan kelompok
radikal, kepulangan orang yang baru saja melakukan `jihad' disambut dengan
penuh kebanggaan. Mereka potensial menjadi pemimpin baru yang disegani di
kalangan kelompok tersebut. Keberanian dan pengalaman mereka menjadi daya
tarik bagi pengikut kelompok itu untuk mengikutinya dan untuk menarik
pengikut-pengikut baru. Itu merupakan benihbenih bencana yang panjang. Karena
itu, mengamankan mereka sedini mungkin merupakan tindakan yang tak bisa
ditawar-tawar sebelum mereka melaksanakan proyek-proyek kekerasan di Tanah
Air dan menularkan pandangan dan keterampilan teror kepada orang lain.
Sumber ancaman lain
ialah para pengikut dan simpatisan IS di Tanah Air. Banyak pengikut kelompok
itu yang sangat berkeinginan untuk berhijrah ke dawlah di Irak dan
Suriah.Namun, karena berbagai hal, keinginan mereka tak bisa dilakukan. Orang
semacam itu, kendati tak memiliki pengalaman kuat, bisa melakukan apa saja
akibat kekecewaannya baik dalam koordinasi dengan IS pusat maupun berjalan
sendiri-sendiri.
Kekecewaan terhadap
perkembangan di Irak di satu sisi bisa saja mengurangi gelora `jihad' mereka
untuk pergi ke Timur Tengah. Namun, di sisi lain, hal itu bisa jadi justru
direspons sebaliknya dengan melakukan aktivitas kekerasan atas nama agama
secara lebih mandiri di Tanah Air. Karena itu, adalah
sikap yang salah jika keterdesakan IS di Irak dipandang sebagai akhir dari
ancaman kelompok radikal itu khususnya terhadap keamanan dan keislaman di
Tanah Air kita. Wallahu a'lam. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar