Pengarusutamaan
Ekonomi Syariah
Rahmat Hidayat ;
Bekerja di Kemenpera, Anggota Pleno DSN MUI
|
HALUAN,
22 Agustus 2014
Artikel RH ini telah dimuat di REPUBLIKA 13 Agustus 2014
Indonesia merupakan negara
berpenduduk muslim terbesar di dunia. Ini merupakan pasar yang besar dan
potensial bagi perkembangan ekonomi syariah. Dengan demikian, sesungguhnya
Indonesia berpotensi dan berpeluang menjadi kekuatan ekonomi syariah terbesar
di dunia.
Berbicara tentang ekonomi
syariah spektrumnya sangat luas, yaitu segala upaya untuk memenuhi kebutuhan
hidup, baik kebutuhan dasar/pokok (addharuriyat),
kebutuhan sekunder (al-hajiyat),
maupun kebutuhan tersier (attahsiniyat)
sesuai dengan prinsip syariah.
Pemenuhan kebutuhan hidup
tersebut dapat dilakukan melalui kegiatan produksi, konsumsi, investasi,
perdagangan, dan jasa.
Dalam praktiknya, ekonomi
syariah mencakup industri keuangan syariah seperti perbankan, asuransi,
pasar modal, lembaga pembiayaan, dan sukuk; pariwisata syariah,
termasuk di dalamnya hotel syariah, salon dan spa syariah; halal
food termasuk bahan pangan, pangan, obat-obatan, kosmetik, dan produk
olahan lainnya; pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan
laboratorium; life style
seperti fashion serta
lembaga/instrumen sosial, seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf.
Ekonomi syariah dikembangkan
dalam rangka memenuhi (mengakomodasi) kebutuhan masyarakat, khususnya
umat Islam yang ingin bertransaksi, berinvestasi, dan memenuhi kebutuhan
hidupnya sesuai dengan prinsip syariah (sharia
compliance).
Seiring dengan semakin
meningkatnya kesadaran masyarakat untuk bermuamalat sesuai syariah, kegiatan
ekonomi syariah terutama dalam 20 tahun terakhir tumbuh secara signifikan,
baik dari sisi kelembagaan, regulasi, maupun bisnis.
Dari sisi kelembagaan banyak
sekali berdiri lembaga keuangan syariah (LKS), mulai dari perbankan,
asuransi, re-asuransi, lembaga pembiayaan, pasar modal, reksadana, lembaga
penjaminan, koperasi syariah, BMT, dan lembaga wakaf. Dan dari sisi kelembagaan
ini, Indonesia yang paling banyak dan variatif di dunia.
Dari sisi regulasi,
lahir sejumlah peraturan perundang-undangan di bidang ekonomi
syariah, seperti UU Perbankan Syariah, UU Surat Berharga Syariah Negara
(SBSN), Peraturan Bank Indonesia (PBI), dan Surat Edaran BI yang terkait
dengan Perbankan Syariah, Peraturan Jasa Koperasi Keuangan Syariah, Peraturan
Menteri Keuangn (PMK) yang terkait dengan Lembaga Keuangan Syariah (LKS),
Peraturan OJK, dan juga berbagai fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI.
Dari sisi bisnis,
perbankan syariah di Indonesia tumbuh sekitar 30-40 persen yoy. Sementara
perbankan konvesional berkisar 18-21 persen per tahun. Asuransi
syariah tumbuh sekitar 45 persen yoy dan pembiayaan syariah tumbuh 27,22
persen yoy. Nilai kapitalisasi pasar saham syariah mencapai Rp 2.618,1
triliun atau 58,4 persen dari kapitalisasai pasar BEI dan sampai Oktober 2013
mencapai Rp 4.485 triliun (OJK, 10 Desember 2013). Total penerbitan
sukuk negara (SBSN) sampai Juli 2014 telah mencapai Rp 233,1 triliun (Kemenkeu,
15 Juli 2014) dan menjadi salah satu sumber potensial pembiayaan APBN-
untuk menutup defisit APBN.
Namun demikian, pangsa
pasar (market share) ekonomi
syariah di Indonesia masih rendah. Untuk perbankan baru sekitar 4,9 persen
dari industri perbankan nasional. Demikian pula market share industri
keuangan syariah non-bank masih berkisar 3,01 persen. Padahal, potensi
ekonomi syariah di Indonesia sangat besar.
Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dalam amanatnya padat acara peresmian Gerakan Ekonomi Syariah
(GRES) di silang Monas tahun 2013 menyampaikan optimisme terhadap prospek
perkembangan ekonomi syariah di Indonesia dan menjadikan Indonesia sebagai
Pusat Ekonomi Dunia. Mengingat, Indonesia merupakan negara berpenduduk
Muslim terbesar di dunia, serta semakin meningkatkan kesadaran masyarakat
untuk bermuamalat sesuai dengan prinsip syariah.
Selama ini perkembangan
ekonomi syariah di Indonesia lebih banyak didorong oleh masyarakat (bottom-up) dan peran pemerintah
dirasakan masih kurang.
Berdasarkan pengalaman
beberapa negara di mana ekonomi syariahnya tumbuh secara meyakinkan dan
pangsa pasarnya cukup besar, seperti Malaysia, Arab Saudi, Iran, dan UEA,
peran dan kebijakan pemerintahnya sangat nyata mendorong perkembangan
ekonomi syariah di beberapa negara tersebut.
Oleh karena itu, agar ekonomi
syariah tumbuh secara lebih baik di Idonesia dan market share-nya meningkat secara signifikan, pemerintah harus
memberikan dukungan secara lebih nyata melalui berbagai kebijakan pro syariah
yaitu “pengarusutamaan ekonomi syariah”
(sharia mainstreaming).
Kebijakan tersebut dirumuskan
dan dilakukan secara sistematis, komprehensif, integratif, dan sinergis
antarpemangku kepentingan, mencakup: (1) peningkatan koordinasi, kerja
sama dan sinergi berbagai pihak untuk mendukung pengembangan ekonomi
syariah di Indonesia; (2) pemberian iklim yang kondusif (friendly) baik di tataran makro maupun
mikro, agar ekonomi syariah dapat berkembang secara lebih baik dan cepat
di Indonesia; (3) harmonisasi kebijakan dan peraturan perundang-undangan
termasuk kepastian hukum tentang pengenaan atau pembebasan pajak
atas produk/jasa industri keuangan syariah di Indonesia; (4) pengembangan/inovasi
produk industri keuangan syariah untuk mendukung pendanaan pembangunan
infrastruktur; (5) pengembangan sarana prasarana serta infrastruktur
industri keuangan syariah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat;
(6) memastikan dana haji ditempatkan di perbankan syariah; (7) mendorong
berkembangnya lembaga-lembaga pengumpul dan pengelola dana sosial keagamaan
seperti BAZNAS dan BWI, serta memastikan lembaga-lembaga tersebut bekerja
secara lebih profesional, akuntabel, dan amanah; (8) penempatan sebagian
dana APBN dan BUMN di perbankan syariah, sehingga menjadi dana murah bagi
pengembangan perbankan syariah; (9) harus didorong berkembanganya industri
pariwisata syariah, halal food,
dan fashion syariah; (10)
peningkatan kualitas SDM ekonomi syariah; dan (11) peningkatan
kesadaran masyarakat untuk bermuamalat sesuai dengan syariah.
Untuk itu, sepatutnya ada
kementerian yang dapat melakukan peran sharia
mainstreaming dengan melakukan koordinasi, sinkronisasi serta hamonisasi
kebijakan dan program, agar ekonomi syariah di Indonesia dapat
berkembang lebih baik, mampu bersaing baik di kancah regional ASEAN maupun
global, menjadi yang terbesar di dunia, serta memberikan maslahah
kepada umat, bangsa, dan negara. Amin. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar