Sabtu, 14 Juni 2014

PNS

PNS

Rhenald Kasali  ;   Pendiri Rumah Perubahan
JAWA POS,  12 Juni 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
SAYA agak surprise ketika membaca ternyata masih banyak generasi muda yang berminat menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Di Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi, misalnya, ada 17.000 pelamar untuk mengisi 50 lowongan. Di Kementerian Keuangan malah lebih tinggi: 120.000 pelamar (2.700 lowongan).

Padahal, di sisi lain jumlah PNS sudah jauh berkurang. Jika pada 2010 ada 4,7 juta PNS, pada akhir 2014 tinggal 4,3 juta. Istilahnya zero growth, rekrutmen hanya untuk mengganti yang pensiun.

Kalau jumlahnya berkurang, seharusnya produktivitas meningkat. Bukankah menjadi PNS tidak akan seenak dulu lagi? Maksudnya, siapa pun harus bekerja lebih keras, selain diawasi ketat masyarakat, leadership dalam public service pun berubah.

Profesional Bergaji Rendah

Saya tersenyum ketika membaca anekdot singkatan PNS di sebuah blog: Professional works, No corruption, but Salary not good. Kalau melihat berkurangnya jumlah PNS, kepanjangan itu betul adanya.

Dulu kita mendengar, begitu sampai di kantor, yang pertama mereka lakukan adalah menuju kantin, sarapan, ngopi, lalu ngobrol. Satu jam kemudian, mereka  baru menuju ke meja kerja membaca koran. Lalu, pukul 10.00 barulah  bekerja. Pukul 12.00 istirahat dan paling cepat satu setengah jam kemudian  baru kembali. Dua–tiga jam berikutnya bersiap-siap pulang. Jadi, praktis hanya bekerja empat–lima jam per hari. Itu sebabnya banyak yang mengatakan ini pengangguran terselubung.

Tetapi, belakangan kondisinya mulai berubah. Tuntutan terhadap peningkatan kinerja kian meningkat. Itu sebabnya muncul singkatan baru tadi, Professional works (walau banyak juga yang konon masuknya lewat jalur koneksi sehingga tidak profesional), No corruption (meski masih ada yang diajari bermain oleh atasannya), Salary not good (ini jelas).

Soal salary, setelah pemerintah mengeluarkan PP No. 22 tahun 2013, memang meningkat. Tetapi, jika dibandingkan dengan biaya investasi di perguruan tinggi –apalagi lulusan luar negeri– angkanya jelas masih jauh dari menarik. Bayangkan, gaji PNS golongan I dengan masa kerja 0 tahun hanya Rp 1,4 juta. Untuk golongan IV-e, gajinya hanya Rp 5,3 juta walau kalau beruntung pada area tertentu honornya amat banyak.  Jika dibandingkan dengan pegawai swasta atau BUMN, angka itu jelas tidak menarik.

Jadi, apa motifnya?

Lalu, dengan kondisi yang seperti itu, apa membuat anak-anak muda masih begitu berminat penjadi PNS? Saya sangat senang kalau motifnya agar bisa disekolahkan lagi, entah di dalam  atau di luar negeri. Ada juga yang alasannya agar punya banyak waktu luang untuk mengerjakan hal-hal lain, seperti kerja sosial.

Saya agak kurang bisa memahami kalau alasannya adalah kebanggaan atau bisa mengabdi untuk negara. Bagi saya, bangga adalah persoalan relatif. Sementara, mengabdi kepada negara kini bisa dilakukan di mana saja. Lagi pula DNA PNS, maaf, bisa membuat orang bekerja slow but not sure. Tetapi, saya betul-betul kurang sreg kalau alasan menjadi PNS adalah soal kekuasan atau  job security (karena sulit untuk dipecat) seperti anjuran orang tua mereka.

Alasan terakhir inilah yang membuat kita sulit menggulirkan program reformasi birokrasi. Padahal, tanpa reformasi birokrasi, kita tidak akan pernah memiliki pemerintahan yang melayani masyarakat. Sebagus apa pun kebijakan pemerintah, pelayanan tidak pernah sampai ke bawah.

Dan, menggerakkan mesin birokrasi adalah pekerjaan yang berat. Banyak aturan dan orang yang menghambat. Saya berharap generasi muda yang sehat bisa ikut mentransformasi dunia PNS besar-besaran, bukan larut pada budaya birokratis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar