Minggu, 04 Mei 2014

Pemilih Kita Cerdas, atau Sebaliknya?

Pemilih Kita Cerdas, atau Sebaliknya?

Ardi Winangun  ;   Penggiat Komunitas Penulis Lapak Isu
OKEZONENEWS,  02 Mei 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
Menjelang putusan resmi KPU untuk menetapkan siapa-siapa anggota DPR dan DPD terpilih, kita sudah mengetahui siapa-siapa saja mereka yang lolos ke Senayan, Jakarta. Di media massa sudah dikabarkan siapa saja caleg-caleg terpilih dan siapa saja yang gagal.

Dalam berita yang dimuat di media massa, kita terkaget-kaget sebab banyak caleg yang berasal dari petahana dan sangat populer namun gagal mempertahankan jabatannya sebagai wakil rakyat. Lihat kurang apa popularitas Marzuki Alie, Nurul Arifin, Eva Kusuma Sundari, Hajriyanto Y. Thohari, Sutan Batoegana, Roy Suryo, Priyo Budi Santoso, namun semuanya rontok, kalah suara dengan caleg lain yang popularitas di bawah mereka.

Kita tak hanya terkaget-kaget dengan kekalahan para petahana yang sering muncul di televisi itu namun juga kaget dengan banyaknya artis dan olahragawan menjadi anggota DPR. Artis yang baru maju dalam Pemilu 2014 dan terpilih seperti Desy Ratnasari, Anang Hermansyah, Nico Siahaan, Ricky Subagja, Moreno Suprapto. Mereka menambah deretan artis yang sebelumnya sudah ada seperti Eko Patrio, Primus, Rachel Maryam, Rieke Dyah Pitaloka, petahana artis yang bisa mempertahankan kursinya. Artis menjadi wakil rakyat tak hanya di DPR, di DPD pemilihan Jawa Barat, komedian Oni Suwarman atau yang popular disebut Oni SOS terpilih mewakili provinsi itu menjadi wakil daerah.

Kita bisa jadi lebih kaget dalam Pemilu untuk memilih anggota DPD. Salah satu calon anggota DPD untuk Jawa Barat, Aceng Fikri, juga berhasil merebut satu dari empat kursi anggota DPD dari satu provinsi. Kita kaget Aceng terpilih sebab pria itu sangat kesohor ketika pernikahan kilat dengan seorang gadis menjadi pergunjingan dan kecaman di masyarakat hingga akhirnya ia dipecat dari jabatannya sebagai Bupati Garut.

Dengan Pemilu yang baru usai itu kita bisa mengukur kecerdasan masyarakat dalam memilih. Wakil-wakil rakyat yang duduk di Senayan pada periode 2014-2019 merupakan cerminan wajah kita sebab mereka bisa ke sana sebab kitalah yang memilih dan mendorongnya.

Di satu sisi bisa jadi masyarakat sangat cerdas dalam memilih sebab masyarakat melihat kinerja DPR periode 2009-2014 yang mengecewakan dalam segi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Kondisi mengecewakan bertambah ketika mereka melakukan tindakan-tindakan indispliner seperti membolos saat rapat, kunjungan keluar negeri yang tak efektif, dan yang lebih menyakitkan saat mereka melakukan tindak korupsi.    

Dengan mengacu pada kinerja mereka ditambah maraknya korupsi di lembaga itu membuat masyarakat tak sudi lagi memilih. Masyarakat sudah berpikir cerdas dalam melihat anggota DPR yang telah melakukan kesalahan yang fatal. Perilaku yang demikian membuat masyarakat tak sudi lagi mencoblosnya meski mereka sering turun ke bawah. Masyarakat sudah tak respek kepada mereka meski menjanjikan sesuatu atau berjanji akan mengubah sikapnya.

Tidak terpilihnya Marzuki Alie, Taufik Kurniawan, Priyo Budi Santoso di mana mereka sebagai pimpinan DPR menunjukkan legitimasi lembaga itu rontok sehingga puncuk-puncuk pimpinannya saja diabaikan, apalagi anggota biasa. Kalau dalam catur, rajanya mati makanya semuanya akan menyerah.

Namun kecerdasan masyarakat di satu sisi menjadi hambar ketika banyak orang yang kurang memiliki kapasitas dan atau memiliki catatan hitam dalam perilakunya namun mereka bisa lolos ke Senayan. Memang tidak ada larangan para artis untuk menjadi wakil rakyat, seluruh warga negara berhak menjadi wakil rakyat namun untuk menjadi wakil rakyat kan tidak bisa sembarangan. Kerja wakil rakyat tidak duduk, datang, dan uang namun mengemban aspirasi perjuangan rakyat.

Bila artis menjadi wakil rakyat, mampukah mereka bekerja? Berdasarkan pengalaman masa yang lalu, memang tak semua artis seperti dugaan kita selama ini, dianggap tak mampu bekerja. Beberapa di antara mereka bisa melakukan tugas sebagai wakil rakyat dengan baik. Sebab banyak di antara mereka hanya sebagai pemanis atau sekadar untuk meraih kursi agar partai lolos dari parlement threshold membuat citra artis di parlemen tak bagus.

Bila banyak wakil rakyat dengan background artis namun kinerja seperti itu namun rakyat tetap memilih, nah di sinilah antitesa dari kecerdasan mereka ketika tidak memilih para petahana yang kinerjanya buruk. Tentu di sini pemilih tak cerdas dalam memilih wakilnya sebab yang dicoblos adalah orang yang sebatas populer karena keartisannya. Pemilih akan mengulang masa lalu DPR yang diseraki artis namun mereka tak produktif.

Memang pemilih dalam menentukan coblosannya dipengaruhi banyak faktor. Nah di sini seharusnya faktor untuk memperbaiki kinerja DPR yang lebih dikedepankan daripada faktor lain, uang dan popularitas.

Tidak memilih petahana sebenarnya sebuah langkah yang positif. Sebuah langkah untuk menunjukkan masyarakat ingin ada perubahan namun di sisi yang lain, masyarakat masih memilih kelompok yang selama ini diragukan kapasitasnya. Jadi di sini masih ada proses tarik menarik di masyarakat. Di satu sisi ada upaya untuk memperbaiki kinerja DPR namun di sisi lain ada yang ingin mempertahankan DPR yang lembek. Jadi pemilih kita ada yang sudah cerdas menggunakan hak pilihnya namun masih juga ada yang sebaliknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar