Jumat, 23 Mei 2014

Pembangunan Ekonomi untuk Kesejahteraan Bangsa

Pembangunan Ekonomi untuk Kesejahteraan Bangsa

Rokhmin Dahuri  ;   Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Maritim dan Perikanan
MEDIA INDONESIA,  23 Mei 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
INDONESIA sejatinya memiliki modal dasar terlengkap untuk menjadi bangsa yang maju, sejahtera, dan berdaulat. Pertama, berupa 250 juta penduduk, terbesar keempat di dunia setelah Tiongkok, India, dan AS. Jumlah penduduk usia produktif lebih banyak ketimbang yang berusia tidak produktif (bonus demografi), dengan jumlah kelas menengah yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Ini merupakan potensi pasar domestik yang luar biasa besarnya.

Kedua, kekayaan alam yang melimpah dan beragam, baik yang terdapat di wilayah darat maupun lautan. Ketiga, posisi geoekonomi yang sangat strategis, di jantung pusat perdagangan global. Sekitar 45% dari seluruh komoditas dan barang yang diperdagangkan di dunia dengan nilai US$1.500 triliun per tahun diangkut melalui laut Indonesia (UNCTAD, 2010).

Namun, sudah 69 tahun merdeka, Indonesia masih sebagai negara berkembang (GNP per kapita US$5.000) dengan angka pengangguran dan kemiskinan yang tinggi, kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin kian melebar, serta daya saing ekonomi yang rendah. Tingkat kemajuan dan kemakmuran Indonesia jauh di bawah negara-negara tetangga yang modal dasar pembangunannya terbatas. 

Sebut saja Singapura, Korea Selatan, dan Jepang, yang sudah lama menjadi negara maju dengan pendapatan per kapita di atas US$30 ribu. IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Indonesia hanya menempati peringkat ke-6 di ASEAN di bawah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, dan Filipina.

Yang lebih mencemaskan, hingga saat ini fondasi dan struktur ekonomi Indonesia masih rapuh, sangat bergantung pada eksploitasi SDA yang miskin hilirisasi dan nilai tambah. Pertumbuhan ekonomi dalam 10 tahun terakhir lebih dari 70% berasal dari konsumsi, ekspor komoditas mentah, aliran masuk 'uang panas', dan sektor non-tradable seperti properti, hotel, mal, dan jasa angkutan. Sementara itu, kita mengimpor mesin dan peralatan mesin, bahan baku, dan bahan penolong untuk memasok industri nasional. Barang-barang konsumsi (consumer goods) buatan luar negeri seperti kulkas, mesin cuci, microwave, oven, kipas angin, AC, komputer, dan HP membanjiri pasar domestik di seluruh wilayah Nusantara. Akhir-akhir ini kita mengimpor pesawat terbang, kapal perang, dan alutsista dalam jumlah yang sangat besar. Bahkan, ironisnya Indonesia kini menjadi bangsa pengimpor pangan terbesar di dunia, mulai beras, jagung, gandum, kedelai, gula, buah-buahan, bawang putih, ikan, sampai garam.

Strategi industrialisasi

Dengan fondasi dan struktur ekonomi semacam itu, Indonesia bisa terjebak sebagai negara berpendapatan menengah, alias tidak bisa menjadi negara maju dan makmur. Untuk keluar dari jebakan tersebut, mulai sekarang kita harus membangun perekonomian negara ini berbasis industri yang inovatif, inklusif, dan ramah lingkungan. Suatu sistem perkonomian yang mampu menghasilkan barang dan jasa (goods and services) yang kompetitif untuk memenuhi kebutuhan nasional ataupun ekspor secara berkelanjutan.

Ciri dari barang dan jasa yang kompetitif ialah kualitasnya unggul, harganya relatif murah, dan volume produksinya teratur, serta dapat memenuhi kebutuhan konsumen (pasar) domestik ataupun ekspor setiap saat diperlukan. Barang dan jasa dengan tiga ciri semacam itu hanya dapat diproduksi oleh perusahaan (unit usaha) yang memiliki produktivitas dan efisiensi yang tinggi. Yakni, perusahaan yang memenuhi skala ekonomi, menggunakan teknologi mutakhir dalam setiap mata rantai sistem bisnisnya, menerapkan manajemen sistem rantai suplai (produksi-processing-pemasaran) secara terpadu, dan mengikuti prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan.

Dalam jangka pendek dan menengah (1-5 tahun ke depan), kita mesti memperkuat dan mengembangkan perusahaan-perusahaan nasional berskala besar (korporasi) ataupun UMKM yang mampu; 1) menghasilkan barang dan jasa yang kompetitif, 2) membuahkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi (di atas 8% per tahun), 3) menyerap banyak tenaga kerja dengan pendapatan rata-rata sedikitnya US$7.250 (pendapatan minimal untuk negara berpendapatan menengah atas), dan 4) tersebar secara proporsional di seluruh wilayah NKRI. Ini sangat mungkin kita realisasikan dengan meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan nilai tambah sektor-sektor ekonomi SDA (pertanian, kelautan dan perikanan, kehutanan, ESDM, dan pariwisata) secara berkeadilan dan ramah lingkungan, juga melakukan ekstensifikasi dan diversifikasi sektor ekonomi SDA berbasis inovasi ramah lingkungan, terutama di luar Jawa dan Bali. Selain itu, kita harus merevitalisasi industri-industri yang selama ini menjadi unggulan nasional (seperti tekstil, elektronik, otomotif, makanan dan minuman, serta industri kreatif) supaya lebih produktif dan berdaya saing di pasar domestik ataupun global.

Secara simultan, mulai sekarang sampai 25 tahun ke depan (jangka panjang), kita harus secara sistematis dan berkesinambungan melakukan transformasi struktur ekonomi nasional. Ini meliputi industrialisasi sektor pertanian, kehutanan dan kelautan-perikanan tradisional dengan menerapkan teknologi mutakhir, skala ekonomi, manajemen sistem rantai suplai terpadu, dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ramah lingkungan. Selain itu, melakukan hilirisasi sektor ESDM dan pengelolaannya harus sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945. Jangan seperti sekarang, lebih dari 85% pengelolaan migas dan pertambangan umum (mineral dan batu bara) diserahkan kepada korporasi asing.

Industri dasar (logam, permesinan, kimia, dan biologi) harus diperkuat dan dikembangkan. Dalam hal industrialisasi, kita bisa belajar dari Korea Selatan. Negara yang pada 1960-an kemajuan dan kemakmurannya di bawah Indonesia itu, sejak 1997 sudah menjadi negara industri maju yang makmur. Negeri Ginseng' juga yang paling cepat bangkit dari krisis ekonomi Asia 1998. Sekarang Korsel menjadi salah satu raksasa ekonomi dunia di bidang teknologi informasi, elektronik, otomotif, perkapalan, konstruksi, farmasi, kosmetik, dan industri kreatif. 
Kuncinya satu, Korea memiliki industri dasar yang kuat dan berdaya saing.

Selain itu, transformasi struktur ekonomi juga mencakup peningkatan kapasitas bangsa untuk; 1) mendi versifikasi struktur produksi domestik, 2) mengembang kan sektor-sektor ekonomi baru (seperti kelautan, teknologi informasi, energi baru dan terbarukan, bioteknologi, nanoteknologi, dan new materials), 3) memperkokoh keterkaitan ekonomi (economic linkages) antarsektor pembangunan dan antarwilayah, dan 4) meningkatkan peran Indonesia dalam sistem rantai produksi global agar lebih sebagai bangsa produsen, bukan konsumen seperti dalam sepuluh tahun terakhir.

Dukungan SDM inovatif

Untuk melaksanakan strategi industrialisasi di atas, kita harus meningkatkan kapasitas bangsa dalam menguasai, menghasilkan, dan menerapkan inovasi ipteks (ilmu pengetahuan teknologi dan seni) dalam segenap aspek kehidupan, khususnya di bidang industri dan ekonomi. Pasalnya, fakta empiris menunjukkan bahwa bangsa-bangsa yang maju dan sejahtera, seperti yang tergabung dalam OECD (Organization for Economic Cooperation and Development), Singapura, dan Tiongkok adalah mereka yang memiliki daya inovasi tinggi.

Malangnya, saat ini Indonesia tergolong bangsa dengan daya inovasi yang rendah, urutan 85 dari 142 negara yang disurvei tentang kapasitas inovasi (Global Innovation Index). Adapun Singapura berada di peringkat ke-8, Malaysia ke-32, Tiongkok ke-35, Thailand ke-57, Filipina ke-65, dan Vietnam ke-76. Lima bangsa dengan kapasitas inovasi tertinggi ialah Swiss, Swedia, Inggris, Belanda, dan AS (Cornell University, INSEAD dan WIPO, 2013).

Supaya kapasitas inovasi bangsa Indonesia bisa sejajar dengan negara-negara industri maju, kualitas SDM (sumber daya manusia) mesti terus menerus ditingkatkan sehingga memiliki pengetahuan, keahlian, daya inovasi, dan etos kerja yang unggul. Ini dapat dilakukan melalui penguatan dan pengembangan sistem pendidikan, R&D (penelitian dan pengembangan), pelatihan, dan pelayanan kesehatan prima.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar