Minggu, 04 Mei 2014

Islah Partai Kakbah

Islah Partai Kakbah

Ridho Imawan Hanafi  ;   Peneliti dari Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) Jakarta
SUARA MERDEKA,  03 Mei 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
MENANJAK ke puncak kebuntuan, namun Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menemukan titik pertemuan. Melalui Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) III di Bogor Jawa Barat, partai berlambang Kakbah sepakat mengakhiri konflik internal. Ketua Umum PPP Suryadharma Ali mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada semua pengurus dan kader. Selain itu, berakhirnya konflik membuat partai tersebut harus kembali ke titik nol.

Sebelumnya publik melihat Suryadharma Ali membawa lari PPP mendekati Partai Gerindra, dengan calon presiden Prabowo Subianto. Suryadharma, yang kerap disebut dengan insial SDA, menghadiri kampanye akbar pileg Gerindra di Senayan. Setelah pileg, ia menerima  Prabowo di kantor DPP, mengumumkan kesepakatan koalisi. Langkahnya menuai tentangan dari internal, dan percikan ketidaksetujuan itu menyulut bara konflik.

Partai Kakbah kemudian terbelah dalam dua blok: mereka yang bersepakat dengan SDA dan yang menentang. Salah satu tokoh dari blok penentang adalah Sekjen PPP Romahurmuziy. Saling pecat menjadi jalan penghabisan mereka. Suryadharma memecat mereka yang tak sepakat. Kubu Romahurmuziy membalasnya dengan memberhentikan sementara Suryadharma. Oleh kubu penentang, langkah Suryadharma dinilai menyalahi hasil Mukernas II di Bandung pada Februari 2014.

Dalam Mukernas II Bandung, PPP memutuskan akan menjalin komunikasi dengan beberapa nama capres. Waktu itu nama Prabowo tidak masuk dalam daftar nama yang direkomendasikan. Maka langkah yang dilakukan SDA dinilai ilegal karena tidak melalui mekanisme partai. Beruntung di antara dua perkubuan, berdiri kokoh Ketua Majelis Syariah PPP KH Maimun Zubair. Melalui sejumlah fatwanya, konflik internal diselesaikan melalui islah (damai).

Dari jejak konfliknya, perkubuan atau faksi di PPP sebenarnya hanya dilatarbelakangi perbedaan menyikapi atau merespons isu koalisi. Langkah Suryadharma lebih cenderung sebagai manuver personal dan bukan institusional. Manuver personal seperti itu dipersoalkan tatkala dibenturkan dengan mekanisme atau aturan internal partai. Pasalnya, melihat mekanisme, keputusan berkoalisi harus keluar melalui forum resmi yang telah disepakati.

Namun melalui islah setidak-tidaknya ada keuntungan yang bisa dipetik. Pertama; PPP bisa menunjukkan kepada publik sebagai partai yang dalam menyelesaikan konflik berpegang pada mekanisme internal, bukan veto player figur pemimpin atau mekanisme nonbaku. Merujuk Randall dan Svasand (2002), salah satu variabel pelembagaan partai adalah systemness, yakni pengelolaan dinamika internal. Melalui hal ini, pihak yang berkonflik diajak menyelesaikannya lewat sistem partai sekaligus menumbuhkan tradisi berpartai secara sehat.

Perluasan Alternatif

Kedua; membangun kembali soliditas internal yang sejauh ini terbelah. Soliditas dibutuhkan terutama dalam persiapan menghadapi pilpres pada 9 Juli mendatang. Dengan soliditas, mereka berkesempatan mendukung penuh siapa pun capres pilihan partai sehingga dukungan yang diberikan tidak terbelah. Andai terdapat keterbelahan sikap, tak saja merugikan PPP tapi juga pihak yang didukung karena tidak memperoleh dukungan maksimal.

Ketiga; PPP bisa memperluas alternatif pilihan ke mana mereka akan bersikap atau berkoalisi dalam pilpres. Jika sebelumnya kencang diberitakan ketua umum PPP akan berkoalisi dengan Gerindra maka islah sepertinya merevisi klaim tersebut. Dengan perolehan suara menurut hitung cepat berkisar 6-7%, PPP bisa melakukan penjajakan dengan poros PDIP, poros Golkar, kembali melirik poros Gerindra, atau mencoba mendukung upaya poros yang tengah diinisiasi Partai Demokrat.

Berkait pilpres, ke mana sikap politik PPP diputuskan? Berkoalisi dengan PDIP sepertinya menjadi pilihan ideal. Koalisi dengan partai banteng adalah cara paling memungkinkan bagi PPP untuk meraih kemenangan pada pilpres. PDIP memiliki capres Jokowi, yang sejauh ini tingkat elektabilitasnya tertinggi di antara kandidat lain. Nama Jokowi jauh hari, tepatnya pada Mukernas II di Bandung, sudah disebut untuk direkomendasikan Partai Kakbah sebagai salah satu capres yang bisa diusung.

Koalisi dengan PDIP makin menunjukkan tanda kuat setelah salah satu tokoh PPP yakni mantan ketua umum Hamzah Haz menemui Megawati Soekarnoputri. Dalam pertemuan tersebut, Hamzah menyatakan keinginannya bekerja sama dengan PDIP. Ia juga mengingatkan bahwa PPP dan PDIP sudah pernah bekerja sama, terutama saat Hamzah Haz menjadi wapres mendampingi Megawati.

Namun, menjatuhkan pilihan pada PDIP juga bukannya tanpa tantangan. Salah satunya adalah bagaimana partai bisa meyakinkan internalnya bahwa pilihan berkoalisi dengan partai banteng adalah jalan yang paling memungkinkan untuk ditempuh. Sekaligus meyakinkan mitra koalisinya, terutama PDIP, bahwa PPP akan solid mendukung penuh Jokowi sebagai capres, bukan setengah hati. Hal itu mengingat sejauh ini masih terlihat sebagian internal menginginkan jalinan koalisi bukan dengan PDIP.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar