Senin, 10 Februari 2014

Konservasi Harimau Sumatera

Konservasi Harimau Sumatera

Azhar   ;   Alumnus Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan TGK Chik Pantee Kulu Banda Aceh; Pegiat Lingkungan Aceh/Satwa Liar Indonesia
KOMPAS,  08 Februari 2014

                                                                                                                       
                                                                                         
                                                      
BURUKNYA manajemen kebun binatang di Indonesia membuat upaya konservasi harimau secara eks situ ikut terganggu. Salah satu yang paling memprihatinkan adalah Kebun Binatang Surabaya, Jawa Timur, dengan puluhan satwa langka mati mengenaskan. Seekor harimau sumatera jantan bernama Rosad, misalnya, ditemukan tewas di dalam kandang akibat radang paru-paru. Harimau sumatera lainnya, betina bernama Melani, sekarat karena keracunan.

Kebun binatang di Indonesia dilindungi oleh regulasi, di antaranya Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 35 Tahun 1997 tentang Pembinaan dan Pengelolaan Taman Flora Fauna di Daerah dan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 479/Kpts–II/1998 tentang Lembaga Konservasi Tumbuhan dan Satwa Liar.

Meski bersifat sebagai taman rekreasi, pada prinsipnya kebun binatang juga merupakan tempat penyelamatan genetika populasi binatang, terutama yang langka seperti harimau sumatera.

Skenario konservasi

The Conservation Breeding Specialist Group (CBSG) yang berasal dari the Species Survival Commission of the IUCN membentuk hubungan antara the World Conservation Union dan kebun binatang yang bertujuan untuk konservasi spesies eks situ.

Kebun binatang dunia telah meluncurkan strategi manajemen yang komprehensif bagi konservasi harimau tangkapan untuk mendukung pelestarian harimau liar (Tilson et al.1993). Hal ini diatur dalam The IUCN Policy Statement on Captive Breeding (1987) dan the Convention on Biological Diversity (Glowka et al. 1994).

Ada beberapa alasan mengapa pihak pengelola kebun binatang perlu melaksanakan konservasi eks situ (pelestarian makhluk hidup di luar habitat aslinya). Kebun binatang adalah pusat bisnis yang kompeten sehingga biaya administrasi tidak menyerap cukup banyak dana.

Kebun binatang juga dapat menjual program kepada para donatur dengan mengumumkan bahwa seluruh dana yang masuk akan digunakan untuk membiayai aktivitas konservasi.

Kehadiran konservasi eks situ di kebun binatang dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya keberadaan harimau sumatera di alam liar, meningkatkan perolehan sumber dana untuk membiayai pekerjaan pelestarian harimau in situ, dan menyediakan populasi back-up yang sehat secara fisik, genetika, dan perilaku sebagai jaminan dalam menghadapi berbagai kendala di habitat liar.

Seiring waktu, pengelolaan kebun binatang di Indonesia harus mengubah paradigmanya dari sebuah pusat hiburan menjadi taman konservasi, dengan tujuan yang lebih difokuskan pada usaha konservasi dan pendidikan. Pada kenyataannya, kebun binatang memang memainkan peranan penting dalam pendidikan lingkungan hidup dengan memperkenalkan satwa dilindungi di Indonesia. Walau saat ini pengelolaan kebun binatang masih sangat buruk, upaya perbaikan sistem tata kelola kebun binatang diharapkan dapat mengembalikan peran konservasi eks situ ini.

Lokasi pelepasan

Dalam skenario masa depan untuk penyelamatan harimau sumatera, beberapa hal harus dipertimbangkan oleh pemerintah dan lembaga konservasi harimau.
Di antaranya adalah adanya upaya untuk memindahkan lokasi pelepasan binatang yang lahir dari tangkapan dan penambahan genetika melalui teknik reproduksi buatan. Lokasi pelepasan harus mempertimbangkan keseimbangan antara harimau liar dan harimau hasil biakan di kebun binatang yang akan dilepas, dan tentunya tersedianya lahan habitat khusus harimau, terutama di Pulau Sumatera, untuk pelepasliaran demi penyelamatan genetika harimau sumatera.

Usaha pengenalan kembali harimau ke habitatnya dapat diterima sebagai suatu alat pendukung konservasi asalkan hal itu dilaksanakan sesuai kriteria IUCN Guidelines for Reintroductions (IUCN 1998). Beberapa syaratnya adalah pengendalian penyebab penyusutan populasi, tersedianya habitat yang cocok, adanya pakan satwa mangsa (prey), dan komitmen pemerintah setempat untuk melakukan penelitian jangka panjang pasca-pelepasan liar. Bila hal ini sudah tercapai, kebun binatang di negeri ini akan menjadi kekuatan hebat bersama lembaga konservasi lain dalam upaya kerja sama pelestarian harimau sumatera.

1 komentar: