Selasa, 11 Februari 2014

Cerdas Memilih

                                Cerdas Memilih      

Benny Susetyo  ;   Pemerhati Sosial
KOMPAS,  10 Februari 2014
                                                                                                                        
                                                                                         
                                                      
Pemilu 2014 sebentar lagi digelar. Konferensi Waligereja Indonesia mengajak masyarakat agar menjadi pemilih cerdas, memilih wakil rakyat yang benar-benar akan memperjuangkan kepentingan rakyat, bukan mereka yang sekadar melakukan pencitraan.

Pilihan cerdas menjadi penting karena pemilu merupakan momentum perubahan bagi bangsa ini dengan memilih calon legislatif ataupun calon presiden dan wakilnya.
Merekalah yang akan mengemban amanat rakyat dalam menentukan arah perjalanan bangsa ke depan.

Siapa pun calon dan partai pilihan kita, hendaknya dipilih dengan pemahaman penuh atas kemampuan dan komitmennya untuk menyejahterakan rakyat.

Politik pencitraan

Untuk itu, masyarakat harus mewaspadai politik pencitraan. Sejauh ini para calon legislatif ataupun bakal calon presiden dan wakilnya masih tebal kemasannya.
Mereka mencitrakan diri sebagai orang yang bersih, bertakwa, dan berjuang untuk rakyat demi merebut simpatik publik.

Citra berbeda dengan fakta. Sebagai sebuah citra, sering kali apa yang tampak bukanlah apa yang sesungguhnya ada.

Para caleg berhias diri dan tampil memukau di depan khalayak. Namun, lagi-lagi pertanyaannya, apakah janji yang bertebaran dalam berbagai iklan politik itu bakal ditepati atau kepalsuan belaka?

Dalam kenyataannya sering kali publik hanya disuguhi dengan pertarungan kata tanpa makna mendalam.

Apa yang tampil tak lebih sebagai sebuah jargon politik, bukan sebagai visi dan idealisme yang mencerminkan diri elite.

Kita bisa memetik pelajaran dari pemilu sebelumnya. Para caleg berhias dan menyatakan diri sebagai sosok paling layak dipilih.

Namun, pada perjalanan politik sepanjang lima tahun terakhir, jangankan membuat perubahan mendasar yang berpengaruh pada kehidupan rakyat secara nyata, yang terjadi justru tingkah laku para elite Senayan yang sering mengecewakan.
Di tingkat daerah, tidak jarang kita

mendengar para anggota DPRD yang bagai punggawa kerajaan zaman dulu, enggan dikritik.

Mereka menempatkan diri sebagai priayi, yang dalam analisis Geertz dikatakan sebagai kelas masyarakat paling tinggi, hidup serba-berkecukupan, dan selalu ”memajaki” rakyat dengan berbagai cara.

Politik priayi

Politik priayi hidup menggurita dari daerah hingga pusat. Kita hidup dalam zaman di mana demokrasi, obyektivitas, dan rasionalitas disanjung-sanjung, tetapi kepatuhan dan keterpaksaan secara tidak masuk akal dipraktikkan.

Rakyat tertipu berulang kali oleh para wakilnya, pelayan rakyat yang suka mencuri uang ”tuan”-nya.

Para elite kita bagai singa sirkus yang tampak jinak bila bersama pawangnya. Mereka bagai pemain sulap yang pandai membuat penonton terpana, padahal semua hanya tipuan. Mereka memanipulasi nilai-nilai kebenaran.

Padahal, elite politik seharusnya memegang teguh gagasan keutamaan publik dalam memperjuangkan kepentingan rakyat di Republik ini. Ini menjadi dasar bagi seorang pemimpin agar dalam bertindak memiliki arete.

Cicero dalam Des Res Publica I (XXV 39) mengatakan, ”Res publica res populi, populus autem non omnis hominum coetus qua-qua modo congregatus, sed coetus multitudinis iuris consensus et utilitatis communione sociatus.” Artinya, terdapat unsur-unsur hakiki bila sebuah kebersamaan yang disebut sebagai republik ini terus berlangsung.

Karena itulah, dalam konteks ini kompetisi untuk menjadi calon legislatif harus dipusatkan pada program yang terukur bagi kemakmuran masyarakat. Bukan sekadar ”lempar isu” dan kata-kata yang maknanya hanya untuk saling meniadakan.

Ubah pola pikir

Dibutuhkan perubahan budaya dan pola berpikir dari para elite politik untuk mengembangkan visi pemerintahan yang jelas fokusnya.

Harus ada pola berpikir baru untuk mencapai kesadaran dalam mewujudkan cita-cita membangun kesejahteraan bersama.

Kesadaran ini harus menjadi fokus bagi siapa pun wakil rakyat Indonesia ke depan. Ia harus mampu menawarkan agenda yang jelas bagi perubahan masyarakat.
Dengan memusatkan kesadaran itu, kita tidak lagi tertimpa masalah seperti sekarang, ketika banyak agenda demokrasi justru terlupakan.

Pengembangan ekonomi yang terpusat di sektor makro mengabaikan sektor mikro yang berbasis rakyat. Sistem politik pun tidak stabil gara-gara kegagalan pemimpin dan partai politik.

Kesejahteraan hanya bisa terwujud bila berbasis pada usaha bersama untuk kepentingan rakyat banyak.

Kepentingan rakyat difokuskan pada kemampuan rakyat kecil untuk mengolah sumber daya dengan semangat keadilan.

Politik merupakan tugas luhur untuk mengupayakan dan mewujudkan sebuah pemerintahan yang kredibel.

Untuk itu, berpolitik harus menggunakan suara hati agar tidak lagi mengalami disorientasi.

Publik merindukan hadirnya sosok elite yang kuat dan mampu mengeluarkan bangsa ini dari krisis multidimensional.

Pemilu 2014 sudah dekat. Pilihlah caleg dan capres-wapres yang benar-benar kita yakini akan mewakili aspirasi kita. Aspek utamanya jelas: Kejujuran!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar