Cerdas Memilih
Benny Susetyo ; Pemerhati Sosial
|
KOMPAS,
10 Februari 2014
Pemilu 2014 sebentar lagi digelar.
Konferensi Waligereja Indonesia mengajak masyarakat agar menjadi pemilih
cerdas, memilih wakil rakyat yang benar-benar akan memperjuangkan kepentingan
rakyat, bukan mereka yang sekadar melakukan pencitraan.
Pilihan cerdas menjadi penting
karena pemilu merupakan momentum perubahan bagi bangsa ini dengan memilih
calon legislatif ataupun calon presiden dan wakilnya.
Merekalah yang akan mengemban
amanat rakyat dalam menentukan arah perjalanan bangsa ke depan.
Siapa pun calon dan partai pilihan
kita, hendaknya dipilih dengan pemahaman penuh atas kemampuan dan komitmennya
untuk menyejahterakan rakyat.
Politik
pencitraan
Untuk itu, masyarakat harus
mewaspadai politik pencitraan. Sejauh ini para calon legislatif ataupun bakal
calon presiden dan wakilnya masih tebal kemasannya.
Mereka mencitrakan diri sebagai
orang yang bersih, bertakwa, dan berjuang untuk rakyat demi merebut simpatik
publik.
Citra berbeda dengan fakta.
Sebagai sebuah citra, sering kali apa yang tampak bukanlah apa yang
sesungguhnya ada.
Para caleg berhias diri dan tampil
memukau di depan khalayak. Namun, lagi-lagi pertanyaannya, apakah janji yang
bertebaran dalam berbagai iklan politik itu bakal ditepati atau kepalsuan
belaka?
Dalam kenyataannya sering kali
publik hanya disuguhi dengan pertarungan kata tanpa makna mendalam.
Apa yang tampil tak lebih sebagai
sebuah jargon politik, bukan sebagai visi dan idealisme yang mencerminkan
diri elite.
Kita bisa memetik pelajaran dari
pemilu sebelumnya. Para caleg berhias dan menyatakan diri sebagai sosok
paling layak dipilih.
Namun, pada perjalanan politik
sepanjang lima tahun terakhir, jangankan membuat perubahan mendasar yang
berpengaruh pada kehidupan rakyat secara nyata, yang terjadi justru tingkah
laku para elite Senayan yang sering mengecewakan.
Di tingkat daerah, tidak jarang
kita
mendengar para anggota DPRD yang bagai punggawa kerajaan zaman dulu, enggan
dikritik.
Mereka menempatkan diri sebagai
priayi, yang dalam analisis Geertz dikatakan sebagai kelas masyarakat paling
tinggi, hidup serba-berkecukupan, dan selalu ”memajaki” rakyat dengan
berbagai cara.
Politik
priayi
Politik priayi hidup menggurita
dari daerah hingga pusat. Kita hidup dalam zaman di mana demokrasi,
obyektivitas, dan rasionalitas disanjung-sanjung, tetapi kepatuhan dan
keterpaksaan secara tidak masuk akal dipraktikkan.
Rakyat tertipu berulang kali oleh
para wakilnya, pelayan rakyat yang suka mencuri uang ”tuan”-nya.
Para elite kita bagai singa sirkus
yang tampak jinak bila bersama pawangnya. Mereka bagai pemain sulap yang
pandai membuat penonton terpana, padahal semua hanya tipuan. Mereka
memanipulasi nilai-nilai kebenaran.
Padahal, elite politik seharusnya
memegang teguh gagasan keutamaan publik dalam memperjuangkan kepentingan
rakyat di Republik ini. Ini menjadi dasar bagi seorang pemimpin agar dalam
bertindak memiliki arete.
Cicero dalam Des Res Publica I (XXV 39)
mengatakan, ”Res publica res populi,
populus autem non omnis hominum coetus qua-qua modo congregatus, sed coetus
multitudinis iuris consensus et utilitatis communione sociatus.” Artinya,
terdapat unsur-unsur hakiki bila sebuah kebersamaan yang disebut sebagai
republik ini terus berlangsung.
Karena itulah, dalam konteks ini
kompetisi untuk menjadi calon legislatif harus dipusatkan pada program yang
terukur bagi kemakmuran masyarakat. Bukan sekadar ”lempar isu” dan kata-kata
yang maknanya hanya untuk saling meniadakan.
Ubah
pola pikir
Dibutuhkan perubahan budaya dan
pola berpikir dari para elite politik untuk mengembangkan visi pemerintahan
yang jelas fokusnya.
Harus ada pola berpikir baru untuk
mencapai kesadaran dalam mewujudkan cita-cita membangun kesejahteraan
bersama.
Kesadaran ini harus menjadi fokus
bagi siapa pun wakil rakyat Indonesia ke depan. Ia harus mampu menawarkan
agenda yang jelas bagi perubahan masyarakat.
Dengan memusatkan kesadaran itu,
kita tidak lagi tertimpa masalah seperti sekarang, ketika banyak agenda
demokrasi justru terlupakan.
Pengembangan ekonomi yang terpusat
di sektor makro mengabaikan sektor mikro yang berbasis rakyat. Sistem politik
pun tidak stabil gara-gara kegagalan pemimpin dan partai politik.
Kesejahteraan hanya bisa terwujud
bila berbasis pada usaha bersama untuk kepentingan rakyat banyak.
Kepentingan rakyat difokuskan pada
kemampuan rakyat kecil untuk mengolah sumber daya dengan semangat keadilan.
Politik merupakan tugas luhur
untuk mengupayakan dan mewujudkan sebuah pemerintahan yang kredibel.
Untuk itu, berpolitik harus
menggunakan suara hati agar tidak lagi mengalami disorientasi.
Publik merindukan hadirnya sosok
elite yang kuat dan mampu mengeluarkan bangsa ini dari krisis
multidimensional.
Pemilu 2014 sudah dekat.
Pilihlah caleg dan capres-wapres yang benar-benar kita yakini akan mewakili
aspirasi kita. Aspek utamanya jelas: Kejujuran!
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar