Rabu, 02 Oktober 2013

Implementasi Pancasila

Implementasi Pancasila
Anhar Gonggong  ;  Sejarawan
SUARA KARYA, 01 Oktober 2013


Selasa, 1 Oktober 2013 hari ini, semua instansi pemerintah menggelar upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila. Peringatan ini mengacu kepada momen ketika bangsa Indonesia lolos dari pemberontakan G30S/PKI, yang intinya ingin mengganti ideologi dasar negara Pancasila dengan ideologi komunisme.
Kita selamat dari pemberontakan G30 S/PKI itu. Pancasila tetap eksis dan menjadi ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dalam konteks sekarang, memperingati Hari Kesaktian Pancasila lewat upacara khusus untuk mengenang bahwa Pancasila tetap sakti adalah sah-sah saja. Namun, yang terpenting untuk direnungkan adalah bahwa sebagai dasar negara, apakah kita sudah mengimplementasikan sila-sila Pancasila?

Selama 68 tahun kita merdeka, tidak satu pun pemerintahan merealisasikan sila-sila Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Seperti termaktub dalam UUD 1945, tujuan berbangsa dan bernegara adalah "menciptakan masyarakat adil dan makmur" berdasarkan Pancasila.

Nilai-nilai Pancasila itu tak pernah direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk sila kelima yang justru fundamental: "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia". Faktanya, keadilan sosial belum dirasakan seluruh rakyat Indonesia. Yang merasakan keadilan dan kemakmuran masih terbatas kalangan anggota DPR, menteri, pejabat, elite-elite politik, dan orang-orang kaya yang beruntung atau diuntungkan secara struktural.

Apakah program bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) adalah wujud implementasi sila keadlian sosial bagi seluruh rakyat Indonesia? Belum! Program BLSM justru membuka borok-borok bahwa keadilan sosial tak pernah diwujudkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kalau sila kelima Pancasila benar-benar diimplementasikan, maka kita tak pernah punya jutaan rakyat miskin. Yang terjadi, kekayaan negara justru banyak raib tidak karuan. Bahkan, di era pemerintahan sekarang, kasus korupsi belum benar-benar ditangani dengan baik. Uang negara, seperti dikatakan mantan Wapres Jusuf Kalla, terus dirampok koruptor.

Akhirnya, untuk mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila ke depan ini, maka tatanan kehidupan negara kita perlu diperbaiki. Demikian pula sistem demokrasi perlu diterapkan dengan sebenar-benarnya. Harus dihindari penerapan "demokrasi uang", seperti berlaku dalam pemilihan bupati atau gubernur sekarang ini.

Sejak zaman Presiden Soeharto, implementasi dasar negara Pancasila terus didengung-dengungkan. Namun, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tak pernah diterapkan dalam kehidupan nyata. Kondisi keadilan sosial pun kurang diperhatikan. Tak mengherankan kalau kesenjangan sosial tetap tinggi. Yang kaya makin kaya, dan yang miskin kian terpuruk.

Sesuai sistem yang diberlakukan, setiap anggota DPR dipilih oleh minimal 300.000 orang. Namun, setelah menjadi wakil rakyat di Senayan, apakah di antara mereka mau memikirkan rakyat pemilih? Anggota DPR biasanya lupa kepada rakyat yang telah memberi mandat. Ini semua terjadi akibat mereka tidak memahami dan enggan mengimplementasikan Pancasila. Di antara elite pejabat dan wakil rakyat, kalau mereka benar-benar mengimplementasikan Pancasila, maka mereka tidak akan korup dan bekerja dengan baik, tanpa menunda-nunda pembahasan RUU ke depan.

Akhirnya, pemilu yang akan datang harus mampu menghasilkan wakil-wakil rakyat yang lebih baik. Mereka yang dipilih untuk mengelola negara ini harus mau mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila. Ini penting, karena kalau mengabaikan sila-sila Pancasila, maka yang akan menjadi korban adalah rakyat. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar