|
Kontes Miss World atau Ratu
Kecantikan tahun ini rencananya akan digelar di Indonesia. Menurut panitia,
akan ada sekitar 150 negara yang mengirimkan wakilnya. Wakil-wakil tersebut
merupakan Miss di negaranya masing-masing.
Ketika di luar negeri, ajang ini
cukup populer dan disambut dengan antusias, tetapi di negeri ini banyak
mendapat reaksi penolakan dari beberapa organisasi kemasyarakatan dan keagamaan
(baca: Islam). Majelis Ulama Indonesia (MUI), misalnya tegas menyatakan
penolakan.
Apa yang Salah?
Menarik mencermati
argumen-argumen yang dilontarkan para pihak yang menolak kontes Miss World ini
tampak terlalu berlebihan dan tidak punya arah yang jelas terkait ajang ini.
Misalnya, dikatakan, ajang ini hanya ajang “umbar aurat” yang sangat dilarang
dalam ajaran agama (baca: Islam) yang menyuruh kaum perempuan menutupi seluruh
tubuh, kecuali muka, telapak tangan, dan telapak kaki.
Jika ini yang jadi argumen,
tentu dengan sendirinya terpatahkan ketika ajang ini tidak “umbar aurat”.
Artinya, masalah selesai. Menurut panitia sendiri, Miss World kali ini akan
bernuansa Indonesia. Selain itu, hukum di negara ini juga bukan hukum agama.
Argumen lain yang
dilontarkan para penolak Miss World yang merupakan kelanjutan dari argumen
“umbar aurat” adalah ajang ini merupakan ajang kemungkaran. Sebagai umat
beragama, kata mereka, kita harus mencegah kemungkaran.
Pertanyaannya, apakah
mempertunjukkan suatu keindahan, kecantikan, kecerdasan, dan kepribadian
seorang perempuan adalah sesuatu yang mungkar? Bukankah dalam agama disebutkan
bahwa Tuhan menciptakan makhluk dalam bentuk yang paling indah? Tuhan sendiri
adalah Mahaindah dan mencintai keindahan. Tuhan juga suka jika karunia-Nya,
antara lain dalam bentuk keindahan, dipertunjukkan.
Toh dalam kontes kali ini
sudah ditegaskan tidak akan ada “umbar aurat” seperti terjadi pada
kontes-kontes di luar negeri. Artinya, apa yang dianggap kemungkaran itu tidak
ada. Selain itu, perlu diperhatikan juga bahwa ajang ini bukan semata-mata
melihat pada keindahan yang terpancar dari perempuan secara fisik, tetapi
keindahan yang terpancar dari kecantikan pikiran (kecerdasan), emosi, dan
kepribadian. Artinya, ketika perempuan memperlihatkan kecantikan lain -selain
kecantikan fisik- justru ini bukan termasuk kemungkaran, tetapi sesuatu yang
positif. Mereka pun bisa seperti kaum laki-laki yang punya kecerdasan dan
kepribadian.
Kenapa mesti ditolak? Apakah
kaum laki-laki merasa risih jika ada perempuan-perempuan cerdas ditampilkan di
ruang publik?
Para penolak Miss World juga
mengatakan bahwa ajang tersebut merupakan bentuk eksploitasi dan kapitalisasi
atas tubuh perempuan.
Berdasarkan penuturan
Kamidia Radisti, Miss Indonesia 2007, di TV One yang pernah jadi “subjek” atau
pelaku langsung ajang ini, mereka sama sekali tidak merasa tubuh mereka
dieksploitasi atau menjadi “objek” komoditas. Betul di belakang ini ada
kepentingan bisnis banyak produk, tetapi apa bisnis ini melanggar hukum? Apakah
salah memilih orang yang
dianggap Ratu Kecantikan
sebagai ikon suatu produk? Bagi diri “sang subjek” sendiri ajang ini menjadi
tantangan untuk memperlihatkan kemampuan dan kecerdasan, bukan hanya kecantikan
fisik.
Argumen para penolak Miss
World sesungguhnya lebih kentara logika berpikir patriarkal yang menempatkan
laki-laki di atas segalanya, dan menempatkan perempuan dalam kuasa dan di bawah
laki-laki. Perempuan harus “ditutupi” dan jangan “ditampilkan” ke ruang publik.
Hal ini tiada lain berangkat dari logika berpikir kaum perempuan tidak boleh
keluar rumah dan harus di dalam rumah untuk melayani suami dan keluarga.
Perempuan tidak boleh berekspresi di ruang publik dan tidak boleh berkarier.
Perempuan harus berada di ruang rumah bersama suami dan anak-anak.
Hanya laki-lakilah yang
boleh keluar rumah. Ini tentu logika berpikir yang keliru. Tuhan sendiri sudah
menegaskan tidak ada beda antara laki-laki dan perempuan. Di mata Tuhan semua
sama. Yang membedakan hanyalah ketakwaan.
Sisi positif
Jika para penolak kontes
Miss World menyebut ajang ini lebih banyak mudaratnya dibandingkan manfaatnya,
sebetulnya justru sebaliknya. Manfaatnya lebih banyak daripada mudaratnya. Mari
kita lihat, ajang ini tidak dimaksudkan untuk sesuatu yang buruk.
Betapa naifnya jika ini
tujuannya. Ajang ini, seperti yang berkali-kali ditegaskan panitia, berkaitan
dengan promo pariwisata Indonesia ke dunia internasional. Mereka yang dianggap
Miss di negara mereka masing-masing adalah ikon yang setelah ajang ini selesai
akan menjadi “marketer” yang memperkenalkan pariwisata Indonesia ke negara
mereka. Ini justru kesempatan emas.
Tidak hanya itu sebetulnya,
mereka juga akan memperkenalkan Indonesia dan ragam budayanya. Bahwa betul
Indonesia adalah negara dengan budaya yang beraneka ragam yang mungkin para
Miss tidak temukan di negara-negara mereka.
Tidak banyak orang luar yang
tahu Indonesia. Atau sekadar tahu nama tanpa tahu isi. Menurut panitia, ada
sekitar 140 channel televisi internasional yang akan meliput kegiatan Miss
World ini secara langsung.
Setidaknya, ini akan sedikit
menghilangkan stereotipe dan kekhawatiran orang luar terhadap Indonesia yang
dianggap sebagai negara yang tidak aman bagi para wisatawan, misalnya, dari
bahaya terorisme.
Tentu saja masih terekam
dengan jelas dalam ingatan mengenai bom yang meledak di Bali pada 12 Oktober
2002 dan 1 Oktober 2005. Ledakan bom tersebut menewaskan banyak orang asing
yang merupakan wisatawan.
Ajang Miss World merupakan
kesempatan emas untuk memperkenalkan kembali Indonesia ke dunia luar dan
menyedot para wisatawan. Kita menyebut negeri kita “zamrut katulistiwa”, tetapi
bagaimana caranya kita memperkenalkan sebutan ini kepada dunia luar? Ajang ini
memang bukan satu-satunya cara.
Akan tetapi, mengingat
peserta ajang ini adalah ikon perempuan dari tiap-tiap negara karena mereka
merupakan Miss yang mewakili negaranya. Hal ini setidaknya menjadi kesempatan
emas yang sayang dilewatkan. Setiap orang bebas menyikapi ajang ini, tetapi
mestinya dilakukan dengan cara-cara yang arif dan tanpa kekerasan. Tidak semua
suka dengan ajang ini, tetapi tentu tidak bisa seenaknya melarang karena ajang
ini sudah dijamin akan “bernuansa Indonesia”. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar