Rabu, 21 Agustus 2013

Peran Memajukan Pendidikan

Peran Memajukan Pendidikan
Ahmad Muslih  ;   Peneliti Muda dari Lembaga Pusat Penelitian Pendidikan (LP3) IAIN Walisongo Semarang
SUARA MERDEKA, 21 Agustus 2013


Kualitas pendidikan di Indonesia rendah disebabkan rendahnya pula mutu pembelajaran dan kemelemahan kompetensi guru. Argumen dari Profesor Donald Ely dari Syracus University AS tersebut mendasarkan pada fakta calon guru yang kuliah di lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) adalah lulusan sekolah menengah yang tidak diterima di fakultas nonkependidikan.

Kuliah di LPTK adalah pilihan terakhir setelah tidak diterima di mana-mana. Akibatnya, LPTK tidak bisa merekrut alumnus terbaik untuk dididik menjadi guru. Mereka inilah yang kemudian menekuni profesi guru. Mendikbud Muhammad Nuh pada saat membuka Rembuk Nasional Pendidikan di Sawangan Bogor awal 2013 menyinyalir rendahnya kualitas pendidikan disebabkan oleh kemelemahan kompetensi dan profesionalisme guru (Koran Tempo, 12/2/13).

Hasil uji kompetensi guru (UKG) yang dilaksanakan Kemendikbud menunjukkan skor rata-rata di bawah 50%. Mendikbud mengibaratkan itu seperti air keruh dalam bejana. Kalau dibuang semua, siapa yang mengajar di sekolah. Solusinya, adalah mengangkat guru-guru baru berkualitas, sementara yang sudah terlanjur menjadi guru biarkan secara alamiah memasuki usia pensiun.

Salah satu cara yang ditempuh untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah mengangkat harkat dan martabat profesi guru. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen  memberikan dasar hukum akan pengakuan terhadap profesi guru sejajar dengan profesi lain.

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2009 juga memberikan aturan tentang pembayaran tunjangan profesi guru sebesar satu kali gaji pokok. Secara perlahan tapi pasti profesi guru mendapat tempat terhormat di masyarakat. Dalam beberapa tahun terakhir lulusan SMA/ MA yang memilih LPTK meningkat signifikan. Menurut laporan Ketua Umum SBMPTN 2013 Ahmaloka yang juga Rektor ITB, dari 585.789 pendaftar, sekitar 407.000 lulusan SMA memilih prodi di LPTK. Berarti 69,4% dari pendaftar SBMPTN memilih kuliah di lembaga pendidikan yang mencetak calon guru. Program studi yang menjadi pilihan utama antara lain PGSD, Bahasa Inggris, Matematika, Teknik Informatika, dan Pendidikan Jasmani.

Menurunkan Kualitas

Ini suatu indikator penting bahwa menjadi guru saat ini menjadi alternatif profesi yang diperhitungkan oleh generasi muda. Kenyataan ini sangat membahagiakan di tengah rendahnya mutu pendidikan nasional sebagaimana dilaporkan dalam studi komparatif internasional, seperti Trend in International Mathematics and Sciences Study (TIMSS) dan Programme for International Student Assessment (PISA).

Perlu diperhitungkan kebutuhan profesi ini di masa depan. Jangan sampai terjadi oversupply yang justru mencetak pengangguran. Artinya, LPTK tidak boleh kemaruk menerima mahasiswa baru, apalagi sampai melebihi kapasitas hingga menurunkan kualitas pelayanan, terutama pembelajaran dalam perkuliahan.

Indikasi ini sudah mulai tampak. Mahasiswa berjejalan dalam ruang kuliah. Dosen berebut ruangan karena jadwal tumpang tindih. Sekolah-sekolah kewalahan menampung mahasiswa untuk melaksanakan praktik mengajar (PPL). Beberapa sekolah sudah mulai menolak karena dianggap mengganggu pembelajaran.

Demikian pula, karena kegagalan LPTK mengemban amanah mencetak calon guru berkualitas, jangan salahkan kalau universitas umum juga membuka prodi kependidikan. Contoh sudah ada di Universitas Brawijaya Malang. Alasannya sederhana, kalau universitas mantan IKIP boleh membuka prodi nonkependidikan, tentu universitas umum juga boleh menerima calon mahasiswa untuk menjadi guru.


Kita boleh berharap masa depan yang cerah dengan generasi baru guru-guru berkualitas yang bangga dengan profesinya. Mengajar dengan penuh gairah dan kecintaan (passion). Ada segumpal optimisme bahwa 2030 Indonesia akan menjadi negara maju dengan sumber daya manusia andal dan berdaya saing tinggi. ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar